TAK SECANTIK WAJAHNYA
Tantangan Menulis Ke-185
Akhirnya Bu Namira dilarikan ke rumah sakit. Sebenarnya Bu Namira tidak mau dibawa ke rumah sakit, namun karena warga bersikeras membawanya berobat, maka dia tidak bisa berbuat apa- apa. Bu Namira hanya pasrah ketika dipapah naik mobil warga.
Setelah mendapat perawatan dari dokter, Bu Namira disarankan untuk beristirahat. Namun dasar Bu Namira yang keras kepala akhirnya meminta pulang dengan alasan tidak ada orang yang menjaga anaknya di rumah. Dokter yang menangani Bu Namira hanya mengangguk sambil memberikan beberapa wejangan.
Dua jam kemudian Bu Namira pulang ke rumahnya diantar warga yang membantu. Namun sesampai di rumah malah di seprot Ara dengan kata- kata kasar.
"Ibu kemana saja sih, Ara dan teman- teman sudah kelaparan", Bu Namira hanya tersenyum demi tidak membuat anaknya kuatir. Bahkan sambil meringis Bu Namira menceritakan kejadian yang menimpanya. Bukannya mendapat simpati, Bu Namira hanya mendengar kalimat omelan dah umpatan dari anaknya.
Akhirnya dengan bahan seadanya Bu Namira memasak bahan makanan. Sementara Ara masih asyik bercerita dan bermain hape dengan teman- temannya di kamar.
Sebenarnya Bu Namira ingin beristirahat karena agak pusing. Mungkin karena kepalanya terbentur dan banyak mengeluarkan darah. Namun demi menyenangkan anak semata wayangnya Bu Namira tetap memaksakan diri untuk memasak.
Semua sudah tersaji di meja makan. Bu Namira mencoba memanggil Ara ke kamarnya. Entah karena terlalu lelah, Bu Namira merasa pusing setelah mengetuk pintu kamar Ara. Tiba- tiba wanita itu roboh. Ara yang mendengar ada benda jatuh di depan kamarnya langsung membuka pintu. Alangkah terkejutnya Ara melihat tubuh Ibunya tergeletak lemah di lantai. Sementara perban di kepala mulai mengeluarkan darah.
Ara histeris melihat kondisi Ibunya.
"Tolong, tolooooong..", Ara berteriak meminta pertolongan. Aklhirnya Bu Namira kembali dibawa ke puskesmas yang tadi pagi. Dokter dan perawat yang menerima ikut terkejut melihat wajah pasien yang datang.
Setelah mendapat pertolongan, Bu Namira dipindahkan ke ruangan rawat. Ara yang terus menangis merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Ibunya. Bahkan perawat tersebut menceritakan kepada Ara kalau Ibunya juga pernah dirawat di puskesmas ini. Ara hanya diam mendengar cerita perawat tersebut sambil menyesali perbuatannya kepada Bu Namira. Ara bertekad akan merawat Ibunya dengan baik.
Dua jam berlalu, Bu Namira masih belum sadarkan diri. Ara gelisah melihat kondisi Ibunya. Tiba- tiba dokter yang merawat Bu Namira mendekati tubuh perempuan yang terbujur kaku di ranjang pasien.
"innalillahi wa inna ilaihi rojiun, sesungguhnya kita datang dari Allah dan akan kembali kepadanya", dokter langsung menyelimuti jasad bu Namira dengan kain putih.
Tamat
Padang, 26 Oktober 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisahnya menjadi pelajaran berharga bagi pembaca.. Pokoknyo rancak bana.. Sukses selalu
Alhamdulillah..mksih Pak Bur
Cerita yang menarik
Mksih bun
Jadi kesel sama Ara. Keren.
Ceritanya mantap
Mksih bu Endang, salam sehat ys
Ceritanya menarik bu Id... sukses selalu
Terika kasih bu Fielr, salam sshat ya