Idris Apandi

Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
LITERASI PRODUKTIF BERBASIS MGMP
Anggota sebuah MGMP sedang mengikuti pelatihan menulis. (Foto : Dok. Pribadi)

LITERASI PRODUKTIF BERBASIS MGMP

Gerakan literasi telah menjadi agenda nasional. Sejak tahun 2015, gerakan ini hingar bingar dan mulai digerakkan di berbagai daerah. Pelatihan dan sosialisasi gerakan literasi dilakukan. Banyak sekolah yang dijadikan percontohan implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Berbagai kegiatan dilakukan sebagai wujud implementasi gerakan ini, seperti melengkapi buku koleksi perpustakaan sekolah, membuat sudut baca di kelas, mengoptimalkan majalah dinding (mading), membuat “pohon literasi”, membuat laporan/kajian buku, dan sebagainya.

Hal tersebut merupakan hal yang baik dan perlu didukung. Walau demikian, dalam pengamatan Saya, kegiatan ini lebih fokus menjadikan siswa sebagai sasaran. Mungkin maksudnya ingin menanamkan minat baca sejak dini ditengah masih rendahnya minat baca dan masih dominannya budaya lisan, godaan tayangan TV dan pesona gadget, tetapi terkesan banyak pengondisian, yang kurang alamiah, seperti membaca buku bersama di halaman sekolah.

Menurut Saya, di sekolah, kegiatan literasi harus diawali oleh guru dan difokuskan kepada literasi produktif, dimana guru-guru menulis produk tulisan seperti menulis artikel, puisi, cerpen, atau buku. Sebenarnya kalau peran sekolah mau dioptimalkan, GLS bisa berbasis sekolah, bisa berbasis kelas. Saya punya seorang teman. Dia berhasil membangun gerakan literasi berbasis kelas. Tulisan hasil siswa dibukukan. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah kenangan dan kebanggaan bagi mereka.

Sekolah pun dapat menyeponsori guru-guru untuk menulis karya tulis dan membukukannya. Masalah adalah berdasarkan “curhat” dari beberapa guru pegiat literasi di daerah, Saya mendengar bahwa tidak semua guru senang dan mendukung terhadap GLS. Responnya dingin. Seolah urusan GLS hanya urusan guru yang ditugaskan mengikuti diklat GLS atau urusan guru bahasa, padahal tidak demikian. Urusan literasi adalah urusan semua pihak, tidak terbatas kepada kelompok guru tertentu. Kadang guru-guru di sekolah pun sulit untuk diajak menulis, kurang merespon ketika ada pelatihan menulis, dengan berbagai alasan seperti sibuk, kecapain, tidak berminat, belum waktunya naik pangkat, dan sebagainya.

Ketika literasi produktif berbasis kelas atau berbasis sekolah masih belum bisa dilakukan, maka salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah literasi produktif berbasis Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). MGMP berupakan organisasi profesi yang mewadahi guru-guru dari mata-mata pelajaran tertentu sebagai sarana komunikasi, silaturahmi, sosialisasi, berinovasi, dan berkreasi.

Aktivitas MGMP mungkin selama ini lebih banyak kepada penyusunan administrasi pembelajaran seperti RPP, pengembangan bahan ajar, menyusun instrumen penilaian hasil belajar siswa, sehingga kadang terkesan monoton. Oleh karena itu, kegiatan di MGMP perlu lebih variatif.

Salah satu kegiatan yang bisa dikembangkan adalah literasi produktif. Pengalaman Saya ketika diundang menjadi Narasumber oleh sebuah MGMP. Saya mendorong peserta untuk menulis karya ilmiah melalui pendekatan praktek. Misalnya ketika penyusunan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), setelah memberikan gambaran selintas tentang PTK, Saya mengajak para peserta praktek menyusun proposalnya.

Dalam kesempatan lain, Saya mengajak peserta untuk menulis salah satu jenis karya tulis yang relatif bisa diselesaikan dalam waktu singkat, misalnya menulis puisi. Puisi-puisi tersebut dikumpulkan, dikompilasi, dan diterbitkan menjadi buku ber-ISBN. Adalah sebuah kebanggaan apabila sebuah MGMP dapat menerbitkan buku hasil karya para anggotanya. Dengan kata lain, peran MGMP bisa dirasakan oleh para anggotanya. Sepanjang pengetahuan Saya, MGMP ada juga yang telah menulis buku pelajaran, buku suplemen pembelajaran, atau LKS, tetapi memang belum semua MGMP melakukannya.

Buku hasil karya MGMP disamping bisa digunakan di lingkungan internal, juga bisa disebarkan kepada pihak luar. Hal ini bisa menjadi bukti eksistensi produktivitas MGMP. Selain itu, bisa juga menjadi inspirasi bagi MGMP yang lain untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, maka kegiatan literasi produktif akan semakin semarak.

MGMP bisa menjadi sarana bagi guru-guru untuk belajar, berlatih, dan meningkatkan kemampuan menulis. Saya bermimpi MGMP bisa memfasilitasi program minimal satu guru satu buku dalam satu tahun. Saya yakin, jika pengurus memiliki komitmen yang tinggi dan didukung oleh semua anggota, hal tersebut tidak mustahil untuk terwujud.

MGMP secara teratur mengagendakan workshop menulis. Tentukan tema atau judul buku yang diterbitkan, dan tentukan waktu penerbitannya. Walau dalam bentuk “buku keroyokan” tidak menjadi masalah. Yang penting berkarya. Berawal dari “buku keroyokan”, semoga suatu saat bisa menjadi buku yang diterbitkan secara mandiri.

Penulis, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar (KPLJ).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantapss..setuju bangetss

15 Mar
Balas



search

New Post