Gemuruh di relung hati, entah berapa macam emosi sedang bertarung untuk saling mendominasi. Menanti seseorang yang perlahan akan aku lupakan. Sosoknya bergegas menghampiri dengan binar ceria tapi senyumannya sudah tak mampu lagi mengusik jiwa. Kusodorkan paperbag berwarna merah jambu padanya. “Selamat ulang tahun, semoga Mas Nug menyukai kadoku” ujarku lirih. Sejenak matanya berkabut, aku hanya tersenyum mendengar ucapan terimakasih dan permohonan maaf darinya.

Sudah larut malam, aku masih berkutat dengan koper dan tas ranselku. Sudah kukirim pesan pada Mas Nug jika aku besok ingin berjumpa. Setelah drama menyakitkan aku bertekad untuk menata hidupku kembali. Berbagai kilasan memori bahagia melintas begitu saja. Ada nyeri yang tak terperi, namun masa depan juga menanti agar diri ini tak semakin terpuruk dalam nestapa.

Mengingat masa lalu dan bayangmu sekarang nyatanya hanya menghadirkan rasa hampa. Semua rasa menghilang tanpa sisa. Bahkan terkadang bibir ini mampu menghadirkan senyuman mengejek pada diri sendiri. Atas kebodohan dan derita yang pernah ada. Sungguh aku bahagia dengan kehidupanku. Lara itu menempa jiwa agar mampu setegar karang. Tanpamu langit masih biru dan istimewanya aku mampu melukis pelangi setelah episode kelam itu berakhir.