MELUKIS PELANGI
Pucuk cemara meliuk di terjang badai. Hawa dingin serasa menggigit tulang, bahkan badanku sudah mulai menggigil dibawah guyuran hujan. Derai air mata tersamarkan, kesedihan dan amarah luruh satu persatu. Tersisa satu tanya, masih bisakah aku melihatmu dengan tatapan yang sama.
“Melati, nanti kita melukis pelangi bersama ya” teriak Arjuna di atas karang. Aku mengangguk setuju, karena dialah pusat duniaku. Kuberikan segalanya hanya untuknya. Dia yang selalu kubanggakan dan kucintai setulus hati. Bersamanya aku ingin mengarungi samudera kehidupan. Khayalanku menari, menjalin mimpi demi mimpi. Aku tersenyum, memandang jemari kami yang erat tertaut.
Sesak, istighfar tak henti terucap. Bibir ini sudah kelu dan membiru. Namun logika melarangku untuk luruh menjadi debu. Aku kuat, aku berharga dan aku istimewa. Mengusap air mata, bangkit dari keterpurukan meski harus tertatih. Bersandar pada punggungku sendiri yang penuh luka. Perih namun sebentar lagi pasti akan sembuh. Aku yakin, aku mampu melukis pelangi di hatiku sendiri. Meraih masa depan yang lebih baik walau tanpa Arjunaku yang telah pergi menghianati janji.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar