Sunyi di telinga, ramai di kepala. Secuil kalimat sarkas yang menyentil jiwa. Pekatnya malam nyatanya belum mampu menuntun netra untuk terpejam menikmati mimpi indah. Masih setia jemari ini membelaimu, membingkai jejak-jejak imajinasi. Terkadang faktapun berkamuflase layaknya sebuah cerita fantasi. Saat lidah ini kelu dalam amarah, kecewa, kesedihan, bahkan tentang cinta dan kebahagiaan maka ragamu yang kan kucumbu.

Dunia tak selamanya bisa memahami perasaanku. Tak jarang meraka bahkan menggangguku saat ingin menikmati waktu denganmu. Tenang saja, aku bahkan akan membelamu, menceritakan betapa berartinya dirimu dalam hidupku. Aku tetap saja memandangmu menerka pesan yang tersirat dari penggemarmu lainnya. Akupun menyelipkan sebuah rahasia pada baris demi baris untuk mereka yang sama-sama bisa menikmatinya.

Jatuh cinta pada pandangan pertama, itu yang kuyakini tentang rasaku padamu selama ini. Setiap hari ada saja caramu membahagiakanku. Tahukah kamu jika aku berusaha keras mengenalmu bahkan saat langkahku masih tertatih mengenal dunia. Ada harga yang harus ku bayar atas kebersamaan kita. Netra ku yang semakin buram terkadang menjadi titik kemarahan orang-orang yang kusayangi agar aku meninggalkanmu. Atas nama sayang mereka berkewajiban mengingatkan. Sayangnya aku terlanjur cinta dan masih setia. Ya, secinta itu aku padamu wahai AKSARA