Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif
1.4.a.9 Aksi Nyata-Modul 1.4 Budaya Positif
Salah satu modul yang sangat penting yang harus dipahami oleh Calon Guru Penggerak pada Program Pendidikan Guru Penggerak adalah Modul 1.4 Budaya Positif. Budaya positif memuat 6 (enam) topik yang terdiri dari;
1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebijakan Universal.
Perubahan Paradigma Stimulus respon-Teori kontol menurut Dr. William Glesser. Dari paradigm Stimulus Respon bergeser menjadi teori kontrol. Teori kontrol mengatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan. Tujuan mulia itu adalah mengacuh pada nilai-nilai kebajikan universal seperti keenam dimensi profil pelajar pancasila. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia;
1. Berkebinekaan Global;
2. Bergotong Royong;
3. Mandiri;
4. Bernalar Kritis;
5. Mandiri.
2. Teori Motivasi, Hukuman ,Penghargaan dan Restitusi.
Motivasi perilaku manusia terbagi dua yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstriksik. Dari kedua bentuk motivasi perilaku manusia itu muncul ketika seseorang ingin mencapai tujuan yang diinginkan. Perilaku manusia baik atau buruk tentu memiliki tujuan. Begitupun ketika anak melakukan kesalahan atau melakukan perilaku buruk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan maka seorang guru/orang tua cenderung sebagai penghukum. Padahal posisi penghukum hanya akan memberikan dampak negatif dalam jangka panjang kepada anak. Sebaliknya ketika ingin meningkatkan motivasi belajar kepada anak maka peran guru/orang tua adalah memberikan penghargaan/hadiah kepada anak agar anak lebih patuh dan giat. Padahal kenyataanya perilaku guru/orang tua dengan memberikan penghargaan/hadiah kepada anak akan memberikan dampak yang negatif bagi anak. Pemberian penghargaan kepada anak merupakan hukuman bagi anak, karena tindakan pemberian pengahargaan dapat mematikan potensi dalam diri anak.
Dalam teori motivasi, terdapat isitilah dihukum oleh penghargaan. Dihukum oleh penghargaan memberi dampak negatif seperti:
1. Penghargaan itu berpengaruh jangka Pendek dan Jangka Panjang;
2. Penghargaan Tidak Efektif;
3. Penghargaan Merusak Hubungan;
4. Penghargaan Mengurangi Ketepatan;
5. Penghargaan Menurunkan Kualitas;
6. Penghargaan Mematikan Kreativitas;
7. Penghargaan Menghukum;
8. Motivasi dalam diri (Intrinsik).
3. Keyakinan Kelas.
Mengapa tidak peraturan saja, Mengapa harus keyakinan kelas?. Pertanyaan itu merupakan reflektif kritis dalam memaknai keyakinan kelas, bahwa untuk mendukung motivasi intrinsik, maka kembali kepada nilai-nilai kebajikan universal untuk menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan-peraturan. Contoh dalam sebuah ekosistem sekolah yang menjadi lingkaran pengaruh seorang guru dimulai dari kelas dengan peraturan kelas, kemudian menjadi keyakinan kelas, kemudian menyebar keseluruh lingkungan sekoilah menjadi lingkungan positif sehingga meluas menjadi lingkaran terbesar dalam menciptakan budaya positif.
Dalam membentuk kayakinan kelas/sekolah untuk menciptakan lingkungan positif di kelas, maka terdapat tujuh kriteria yaitu:
1. Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
2. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
3. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
4. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
5. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
6. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
7. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
4. Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas.
Menurut Dr. Willian Glasser dalam teori kontrol bahwa Dalam menjalankan peran sebagai guru, maka guru mampu memahami kebutuhan dasar manusia yang bahwa semua perilaku memiliki tujuan. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
5. Lima Posisi Kontol.
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
6. Segitiga Restitusi.
Dalam konsep budaya positif, segitiga restitusi merupakan topik terakhir yang akan saya bahas, dimana teori restitusi ini merupakan pendekatan dalam menciptakan disiplin positif bagi murid. Murid yang melakukan kesalahan atau masalah dapat menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan pendekatan segitiga restitusi. Sebagai seorang guru perlu mehamai segitiga restitusi dalam menjalankan perannya sehingga guru dapat menerapkan teori segitiga restitusi dalam membantu murid yang bermasalah kembali dalam kelompoknya. Adapun tahapan dalam menerapkan segitiga restitusi antara lain:
1. Menstabilkan Identitas
Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan.
2. Validasi Tindakan yang Salah
Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut.
3. Menanyakan Keyakinan.
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Dari keenam topik tersebut dapat memberikan pemahaman reflektif kritis kepada guru dalam melaksanakan perannya sebagai pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga mampu menciptakan budaya positif di sekolah.
Setelah memahami tentang konsep budaya positif maka langkah yang saya telah lakukan adalah berbagi aksi nyata kepada rekan guru dan kepala sekolah di SDN 12 Bittuang. Aksi nyata modul 1.4 budaya positif ini dibagikan kepada Guru dan Kepala Sekolah SDN 12 Bittuang sehingga guru mampu merefleksikan pemahaman mereka mengenai konsep budaya positif yang tentunya memberikan pandangan baru mengenai konsep paradigma teori kontrol menurut Dr. Willyam Glesser, sehingga guru dapat mengimplementasikan dan menerapkan disiplin positif di kelas maupun sekolah.
Setelah berbagi tentang konsep budaya positif di SDN 12 Bittuang, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, rekan guru mampu memahami perannya sebagai guru dalam memposisikan diri mereka mengenai kelima posisi kotrol dalam menuntun murid di kelas sehingga tercipta murid yang mandiri, dan bertanggungjawab.
Dalam menumbuhkembangkan murid yang memiliki dimensi profil pelajar pancasila, maka kelas/sekolah dapat menciptakan lingkungan yang positif bagi warganya sehingga disiplin positif tercipta menjadi budaya positif.
Harapan saya setelah berbagi aksi nyata ini, rekan guru mulai terbangun dan tergerak dalam mengubah mindset mereka dalam mengenai perannya sebagai guru dan sebagai orang tua dalam memposisikan dirinya dan memahami perannya dalam menuntut anak sesuai dengan kodratnya.
Terima kasih,
Salam dan bahagia🙏🏻
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar