#TG hari ke 92

Sistem belajar di rumah menjadi pengalaman baru bagi guru, murid termasuk orang tua. Pengalaman baru yang setengah memaksa mau tak harus dilakukan. Baru pertama kali dilakukan secara serentak dan mendadak, tentu membuat semua tersentak. Internet yang menjadi kendala utama coba diatasi dengan berbagai cara dan strategi. Karena pertemuan siswa dengan guru di dunia maya hanya dapat dilaksanakan melalui gawai, terhadap keberadaan sinyal memang sedikitpun tak bisa abai.

Bagaimana guru menghadapi pengalaman baru era daring Covid ini?

Mungkin masyarakat mengira bahwa guru banyak berkurang pekerjaannnya karena tidak punya siswa, padahal sesungguhnyalah sebaliknya. Saat pembelajaran langsung tatap muka, sehari-hari guru tinggal memasuki kelas mengajar, belajar, bermain dan berbagi pengalaman dengan siswa. dengan bekal RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), alat dan media belajar yang sudah akrab digunakan, guru dapat action dan seru melakukan eksplorasi kemampuan akademik, bakat, minat dan karakter siswa. Saat pandemi dengan tuntutan yang sama namun action tak bisa maksimal.

Setiap hari harus mempersiapkan form presensi dan mendesain tugas-tugas yang memungkinkan diberikan secara daring. Menyusun berbagai strategi agar materi yang disampaikan dapat diterima siswa dengan baik. Berbagai media coba ditempuh. Mulai cara yang sederhana melalui chating, voice note (pesan suara), mengirimkan gambar atau video, menyampaikan materi melalui papan layar digital, hingga video conference. Beberapa guru yang sebelumnya hanya sedikit melibatkan diri pada IT (Information Technology), kini harus memperlajari dan dituntut mampu mempelajari beberapa aplikasi baru untuk langsung digunakan dengan siswa sesuai urgensi. Guru harus siap belajar untuk mengajar, atau muridnya tak mendapatkan apa-apa. Layaknya guru silat yang mengeluarkan segala jurus untuk mencapai kemenangan, mengajar daring ini apapun rela dan siap dilakukan.

Belum lagi bila jumlah murid ternyata tidak sesuai dengan daftar, bisa bikin pusing tujuh keliling. Menghubungi sesama teman, mencoba menghubungi orang tua, berbagi tugas dengan wali kelas bahkan berkoordinasi dengan guru BK (Bimbingan Konseling), karena sebagian muridnya hilang tak terjangkau berita. Hingga yang benar-benar tak mampu terhubung setelah diberi tenggang, mau tidak mau guru harus ke rumah siswa untuk bertandang. Ternyata ditemukan jawaban bahwa siswa bukan saja tidak memiliki kuota internet atau jauh dari sinyal, tetapi tak memiliki perangkat gawai atau semacamnya untuk tersambung dengan berita-berita dari sekolah. Akhirnya, secara manual guru menyusunkan tugas untuk secara berkala diambil oleh orang tua ke sekolah. 

Memang pandemi ini banyak mengajari dan membuka semua misteri. Akan keragaman latar belakang siswa yang selama ini mungkin agak tertutupi. Juga latar belakang guru yang sebagian masih belum menguasai teknologi. Pagi siang malam hingga pagi lagi selalu siap untuk melayani, membimbing, mengarahkan dan menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan. Saat siang mengajar dan mempersiapkan perangkat materi atau evaluasi, ketika malam mengecek tugas-tugas dan mengoreksi.

Tuhan memberikan semua ini, pasti DIA tahu guru akan mampu. Berjuang bersama pasti kita bisa. Mari keluarkan semua jurus sakti. Karena generasi di era ini kita yang diamanahi.

Selamat berjuang para guru hebat!