Indriati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Lem Tembak Berakhir pada Jus Pokat dan Kue Coklat
Lem tembak (kenangan Ramadhan 1440 H

Lem Tembak Berakhir pada Jus Pokat dan Kue Coklat

“Ibu…,Ibu…”, panggil Sifa padaku. “Tadi kakak memasukkan lem tembak ke dalam sendok. Setelah dingin lalu kakak menggigit-gigit lem itu”, aku mendengar cerita si kecil Sifa yang masih berumur 7 tahun. Belum selesai Sifa bercerita, Mefa masuk ke kamar berukuran 3 x 4 tempat aku dan Sifa merebahkan badan. Ruang kamar ber-Ac ini, terasa sangat bermanfaat dalam cuaca panas ini. Bulan Puasa kali sangat panas. Menjelang sore hari pun terik matahari belum meredup. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 15.45 WIB.

Mefa masih berdiri di depan pintu. Dengan wajah marah dia memandang adiknya yang duduk disampingku. Melihat pandangan mata Mefa, aku segera duduk bangkit dari rebahanku.

“Kakak mendengar tadi…, mengadu tu”, suara sinis Mefa dengan emosi meluap. Dia sangat tidak senang sang adik mengadu pada Ibunya.

“Betul adikmu. Jangan digigit-gigit lemnya, nanti batal puasanya”, kataku menasihati anakku yang tertua ini. Wajah Mefa mulai mewek (mau menangis).

“Ibu, ni…”, Mefa tak terima aku membela Sifa dan disalahkan di depan adiknya.

Kelakukan Mefa ini bukan yang pertama dia lakukan. Sehari yang lalu aku memergokinya menggigit-gigit plastik. Sepertinya Mefa tidak sadar. Aku menegurnya dan anakku itu lansung membuangnya. Tapi kali ini dia tak terima karena Sifa yang mengadukannya. Mefa melempar gulungan kertas yang ada di tangannya kepada adiknya yang masih duduk di tempat tidur, tepat di sampingku. Sifa segera bersembunyi di belakang punggungku.

“Adikmu memberi tahu ibu demi kebaikanmu juga”, kataku lembut. “Jangan pula kakak marah pada adik”, lanjutku membela Sifa. “Bulan Puasa tidak boleh memasukkan benda apapun ke dalam mulut walaupun tidak dimakan”, jelasku pada Mefa.

Mefa belum juga beranjak dari depan pintu. Aku jadi bingung dengan tingkah polah anakku yang satu ini. Mefa sudah cukup besar. Usianya memasuki 10 tahun. Seharusnya dia paham dengan nasihatku. Tapi dasar Mefa, belum bisa dikasih tahu. Matanya masih menusuk tajam mencari ke arah adiknya bersembunyi. Aku bertambah bingung. Menyalahkannya berarti akan membuatnya menangis keras, karena walaupun sudah besar, Mefa anak yang manja dan cengeng.

Aku ingin segera memutus pertengkaran kedua adik kakak itu. Ini bulan Ramadhan, bulan penuh hikmah. Masak sih, adik dan kakak berkelahi padahal keduanya sedang berpuasa?. Tapi Mefa keras kepala. Menyalahkannya berarti akan membuatnya menangis. Mendiamkannya, aku takut salah didik.

“Sudahlah, Mefa sayang…, kamu teruskan saja menyapunya ya?”, kataku membujuk, supaya Mefa cepat beranjak. “Kamu kan anak ibu yang paling sabar, paling rajin dan paling solehah”, pujian aku lontarkan supaya wajah marah Mefa memudar. Sayangnya tidak berhasil. Mefa masih bersikukuh dengan sikapnya. Justru aku yang menjadi tidak sabaran.

“Ayolah Sifa, kita keluar. Tinggalkan saja kakak sendiri”, kataku menggamit tangan Sifa untuk segera beranjak dari kamar. Alhasil, baru saja aku mau berdiri, tangisan Mefapun pecah.

Dari balik punggungku, Sifa yang cerdas mulai berkomentar, “Menangis puasanya batal”. Kata-kata polos Sifa diikuti dengan lolongan Mefa. Merasa tidak terima perlakuanku dan adiknya, Mefa menangis semakin keras. Kesabaranku betul-betul teruji di sore yang panas ini. Hatiku ikut gerah mendengar tangisan Mefa.

“Ada apa ini?”, Tanya suamiku yang baru saja kembali dari Mesjid. Untung saya ayah anak-anakku segera pulang. Dengan suara berbisik aku memberi tahu suamiku apa yang terjadi. Sang ayah mulai membujuk anak gadisnya.

“Yuk, ikut ayah beli kue coklat yang enaaak sekalii. Untuk kita berdua saja. Tidak usah kita kasih Sifa”, kata sang ayah sambil memandang ke arah Sifa. Sifa bukan anak yang cengeng dan ayahnya tahu hal itu. Dengan sepeda motornya sang ayah membawa Mefa berkeliling hanya sekedar mencari kue kesukaan Mefa. Dan akupun dengan leluasa membawa Sifa menghabiskan waktu didapur. Sifa begitu bersemangat karena aku mengajarinya membuat jus pokat.

Dalam hatiku berkata. Puasa memang penuh cobaan agar kita menjadi sabar. Beginilah orang yang lapar, masalah sedikit saja bisa menjadi amarah. Sebagai orang tua, kesabaran betul-betul diuji. Berbagai jurus jitu harus disiapkan dalam menghadapi tingkah polah anak-anak yang berusaha menahan lapar dan haus di bulan yang penuh rahmat ini.

Menjelang sirine tanda berbuka, Sifa dan Mefa duduk di meja makan. Di dekat Sifa ada dua gelas jus pokat yang dibuatnya sendiri. Setiap gelas berisi setengah karena belum diberi es.

“Ini untuk kakak, ya?” tanyaku pada Sifa, sambil memegang salah satu gelas jus pokat.

“Ini punya Sifa”, kata Sifa seraya menuangkan jus pokat di gelas yang satu ke gelas yang lainnya. Sehingga gelas yang satunya benar-benar kosong. Aku hanya menggelengkan kepala.

Mefa memonyongkan bibirnya dan menarik piring yang berisi kue coklat kearahnya. Kue yang dibelinya bersama ayah tadi. Sekali lagi aku hanya geleng kepala.

“Masyaallah”, kataku melihat kelakuan kedua putriku.

Alhamdulillah sirine tanda berbuka sudah berbunyi. Mefa mengambil teh es yang sudah kusiapkan. Sifapun mengambil teh es pula.

“Bau sup ibu enak”, kata Sifa. Si kecil mengambil piring nasi dan mengisi dengan nasi panas. Mefa ikut berselera melihat adiknya.

“Makan sup jugalah”, katanya. Mereka berdua makan dengan lahap.

“Kalau sudah selesai makan, segera ambil wudu dan sholat”, kataku tanpa ada jawaban dari keduanya. Aku meninggalkan keduanya makan dan segera menunaikan sholat Magrib. Sang ayah sudah sedari tadi beranjak pergi sholat Magrib di Mesjid dekat rumah.

Selesai sholat Magrib ku dengar kedua anakku berpacu wudu. Aku menyelesaikan doaku dan adik kakak sudah nampak sholat berjamaah. Kulipat sajadah dan mukenaku, kemudian melangkah ke meja makan. Diatasnya masih ada segelas penuh jus pokat dan sepiring kue coklat. Nah, loh….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post