Indriati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sayangku padamu, Melati

Kesedihan guru terjadi saat keputusan kenaikan kelas. Ruang majelis guru salah satu SMK di daerah ini, menjadi penuh suara. Karena semester ini banyak sekali siswa yang terkendala dengan nilai semester. Melati salah satunya. . Beberapa orang guru bersikukuh Melati untuk tidak dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi. Mereka memberikan catatan bahwa melati tidak mampu menuntaskan pelajaran di kelas sepuluh. Guru mata pelajaran produktif adalah termasuk guru yang tidak mau siswa tersebut dinaikkan.

“Walaupun kehadiran Melati mencapai cukup, tapi dia tidak mampu menyelesaikan tugas semester 1 dan 2”, kata guru produktif tersebut. “Saya akan memaparkan tugas-tugas yang tidak dia kerjakan”, Pak Riko sebagai guru produktif teknik bersikukuh dengan keputusannya tidak menaikkan siswa tersebut.

Beberapa orang guru dibaris belakang berbisik, “ Memangnya siapa yang menerima siswa tersebut saat PPDB?”

“Entahlah”, jawab guru sebelahnya.

“Dia anak tempatan, tidak mungkin tidak diterima”, jelas guru lainnya.

“Tetapi kenapa dia diterima di Jurusan Teknik?”, bantah yang satunya.

“Waktu itu jumlah siswa yang mendaftar ke jurusan Teknik cuma dua pertiga kuota kelas”, jawab guru disebelahnya yang mengerti tentang kejadian itu.

“Bukahkah biasanya peminat jurusan teknik membludak bahkan kita membuang?” sanggah seorang lainnya

“Tahun kemarin itu kita kekurangan siswa, kita terhukum oleh zonasi. Apalagi pendaftaran yang serentak, membuat kita tidak bisa mengadakan penyeleksian siswa”.

Suara guru-guru yang berkomentar semakin membuat ruangan majelis guru seperti pasar. Wakil kurikulum berusaha menenangkan rapat tersebut. “Kita sudah sepakat dari awal, bahwa keputusan siswa naik atau tidak naik adalah berdasarkan sikap dan perilaku bukan berdasarkan ketuntasan kompetensi”, wakil kurikulum sebagai pemimpin rapat kenaikan kelas menjelaskan bahwa kurikulum kali sedikit berbeda.

Keputusan ini diambil karena ternyata banyak sekali siswa yang terkendala dalam menyelesaikan kompetensi setiap mata pelajaran. Terutama produktif. Keputusan yang cukup bijak dalam situasi yang begitu runyam.

Semua diam.

“Sebaiknya kita tanyakan saja kepada guru Bimbingan Konseling (BK)”, aku mengacungkan tangan memberi pendapat.

“Baiklah, ibu ibu dan Bapak- bapak sekalian, bagaimana kalau kita dengarkan dulu dari guru BKnya”, kata bu Rina sebagai wakur di sekolah ini.

“Anak ini memang sedikit berbeda”, jelas sang guru BK. “Beberapa kali sudah saya panggil orang tuanya, dan menjelaskan tentang Melati. Saya berusaha menjelaskan ketidakwajaran pada cara melati bersosialisasi. Sehinggga anak tersebut tidak mampu mentransfer pelajaran yang disampaikan oleh gurunya di depan kelas. Tapi orang tuanya bersikeras anaknya mampu dan tidak punya kelemahan seperti yang saya sampaikan” terang pak Aldi, sang guru BK.

“Jadi, bagaimana pak Aldi? Apakah anak ini kita naikkan”, Tanya Bu Rina sang wakur.

Pak Aldi menjadi bingung menjawab pertanyaan tersebut karena pada dasarnya sikap Melati tersebut memang berbeda.

“Secara kemanusiaan Melati harus dinaikkan”, pak Aldi memberikan keputusannya.

Ruang rapat menjadi hening , tak satupun guru memberi tanggapan.

“Kita belum bertanya pada guru Agama dan guru Pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana kalau kita dengarkan tanggapan dari kedua guru tersebut?” bu Rina memecah rapat yang buntu tersebut.

“Menurut saya, anak tersebut memang tidak mampu”, kata guru agama.

“Iya benar, anak ini tidak bisa menghapal dengan baik”, kata guru PKn.

“Seharusnya anak ini tidak ada di sekolah ini”, pak Riko membenarkan pendapat kedua guru tersebut.

Dan keputusan rapat kenaikan kelas hari ini menyimpulkan “Melati” untuk tidak naik kelas. Hatiku merasa iba melihatmu Melati. Hanya satu caraku dan akan kulakukan. Aku segera menemui wakil kesiswaan dan wakil kurikulum. Menyampaikan sebaiknya anak kita Melati segera dianjurkan pindah ke sekolah umum terdekat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Itulah dilematisme saat rapat kenaikan kelas. Sistem zonasi, siswa titipan, orangtua yang memaksakan sekolah pada suatu sekolah, dan faktor lainnya. Sehingga membuncah dan dalam prosesnya tidak berjalan sesuai harapan. Ada pembelajaran di dalamnya. Tulisan yang sangat menginspirasi. Salam kenal dan salam literasi

25 Jun
Balas

Salam kenal pak mulya

25 Jun

Ya Allah, sungguh sedih mendengar cerita ini, dua artikel sudah bahas tentang hal ini. Sukses selalu dan barakallahu fiik

25 Jun
Balas

Ah..melati sungguh malang nasibmu...Semoga dimana pun dirimu akan selalu membawa wangi...Salam literasi Bu Indriati...

25 Jun
Balas

Sudah saya baca tulisan Bu Rini tentang melati di semak belukar. Sama sama topik melati ya Bu...

25 Jun

Senang sekali dapat apresiasi positif dari Bu Siti Ropiah. Trimakasih.

25 Jun
Balas



search

New Post