Iqbal Anas

Kepala Sekolah SDIT Adzkia Bukittinggi Sumatera Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketek Taraja-raja, Gadang Tabawo-bawo, Tuo tarubah tido

Ketek Taraja-raja, Gadang Tabawo-bawo, Tuo tarubah tido

Ketek taraja-raja, gadang tabawo-bawo, tuo tarubah tido adalah ungkapan pepatah yang cukup populer dalam dunia pendidikan di Ranah Minang Sumatera Barat. Artinya kurang lebih adalah, "Ketika waktu kecil terbiasa melakukan, maka sesudah besar akan terbiasa dan ketika sudah tua sulit untuk merubahnya". Maknanya sesuatu perbuatan, akhlak, adab yang terbiasa dilakukan diwaktu kecil, maka akan sulit berubahnya ketika sesudah dewasa nanti. Pepatah ini kemudian menemukan kembali maknanya ketika dicanangkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan kita.

Di Minang, dulu setiap anak laki-laki jika sudah usia sekolah, maka dia akan lebih banyak berinteraksi dengan sesamanya selain di sekolah dan dipasar adalah di surau. Bahkan tidurpun di surau. Apa yang dilakukan disurau? selain mengaji juga mendapatkan pelajaran-pelajaran akhlak dan adab dan tata krama sebagai orang yang akan mengemban amanah dikemudian hari. Disamping itu disurau juga diajarkan ilmu beladiri silek (silat).

Disurau inilah banyak pendidikan karakter itu ditanamkan. Disurau tidak hanya sekedar mengaji dalam artian mempelajari alqur'an, namun juga belajar bahasa arab, nahwu, shorof, kitab gundul (kitab kuning) dan tentu saja belajar ibadah dan adab/akhlak.

Surau sebagai madrasah sekaligus laboratorium karakter. Disana belajar teori namun juga langsung dipraktekkan. Belajar agama juga sekaligus belajar menjadi dai yang menyampaikan agama. Belajar pepatah petitih, budi bahasa. Ada kato nan ampek (kata yang empat), kata mendaki, kata menurun, kata mendatar dan kata melereng. Ini adalah adab-adab yang ditanamkan disurau kepada anak laki-laki di Minangkabau.

Kata mendaki adalah kata-kata yang digunakan kepada orang-orang yang lebih tua dari kita, seperti apa tutur kata dan bahasanya. Kata menurun untuk orang-orang yang lebih kecil, kata mendatar kepada orang yang seusia.

Begitulah anak laki-laki di minangkabau ditempa dan digembleng dalam madrasah yang disebut surau dulunya. Karena mereka memang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin (datuk, manti, malin, atau angku) didalam suku dan nagarinya.

Kembalinya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan hari ini setidaknya menangkap pesan, bahwa nilai-nilai karakter sudah mulai hilang (kalau tidak dikatakan tidak sama sekali) dalam kehidupan. Pendidikan sudah kehilangan ruhnya, hanya tinggal transfer ilmu semata melupakan karakter.

Oleh sebab itu besar harapan kita dengan pendidikan karakter hari ini, bahwa ini akan menjadi sebuah harapan besar bagi kita untuk generasi mendatang, generasi yang akan menjadi pemimpin masa depan yang memiliki karakter yang baik. Generasi yang memiliki talenta dan potensi yang terus menerus diasah, tidak saja aspek kognitifnya, tetapi juga afektif dan psikomotornya. Tidak saja fikir, tetapi juga perasaan, sosial, budaya dan akhlak. Dalam bahasa modren tidak saja Intelektual Quetion, tetapi juga Emotional Quetion dan Spritual Quetion.

Wallahu'alam bishowab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga harapan2 utk kemajuan dunia pendidikan bisa terujud ya Pak. Salam.

12 Apr
Balas

Aamiin terima kasih buk

12 Apr



search

New Post