Ira Wati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Reward and Punishment ( 56)
Sumber: foto otosia. Com (google)

Reward and Punishment ( 56)

Sudah benarkah cara kita sebagai orangtua memberi hukuman ketika anak melakukan suatu kesalahan, dan memberi hadiah ketika buah hati kita berhasil memperoleh suatu prestasi.

 

Mari kita bicara secara sederhana. Karena detailnya kita harus bertanya pada pakar ahlinya. Pakar anak dan pakar agama untuk membahas ke akar-akar.

 

Disini pembahasan yang sederhana menurut hemat kita sebagai orangtua. Sesuatu yang terasa ganjal dilihat oleh mata. Yaitu tentang pemberian hadiah terhadap anak. Padahal tidak ada prestasi yang baru saja dihasilkannya. 

 

“Sayang anak, sayang anak. Sayang anak murah razaki” begitu sebagian memaknainya.

 

Apakah dengan membelikan semua yang di minta anak itu adalah wujud cinta sayang kita pada anak? Ini perlu dipertanyakan lagi. 

 

Sudah punya mainan mobil remot merk tertentu. Masih baru dan belum ada yang rusak. Tiba-tiba ada rengekan lagi untuk beli yang lagi kekinian. Dan ternyata dibelikan oleh sang ayah. Karena tidak mau terus menerus .

 

“Biarlah daripada dengar menangis” sahut si ayah. Benarkah tindakan ayah?

 

Tentu tidak benar kalau keadaan ekonomi sulit dan dimasa sulit. Terlebih lagi yang ngambek si ibu karena si ayah belum membelikan. Bisa tiga hari cemberut keluar masuk rumah.

 

Hal seperti ini terjadi dan kita sama-sama sering menyaksikan. Apalagi yang tinggal di perumahan. Yang satu belu ini , dia mau juga. Semakin lama diperhatikan ternyata memang tidak baik untuk anak itu sendiri. Ada ego yang tinggi yang selalu menggebu-gebu ketika melihat suatu barang mainan bagus dan kekinian ditangan orang.

 

Dia bisa ngambek makan dan minum kalau tidak dibelikan. Ini sudah tingkat parah menurut saya. Yang mengarah ke budaya konsumtif. 

 

Anak tidak akan tahu caranya bersyukur atas apa yang telah dipunya. Karena tidak pernah merasa kurang. Semua permintaannya selalu dipenuhi. 

 

Tapi sesalah-salah anak tentu kita sebagai orangtua lah yang salah dan musti bertanggungjawab. Tidak mungkin mereka seperti itu kalau tidak kita yang mengajarinya. Jikapun tidak mengajarinya barangkali dengan pembiaran atau mengabulkan semua keinginannya. Maka secara tidak lansung itu adalah bentuk pengajaran dari kita. 

 

Kapan mereka akan tahu cara bersyukur. Kapan mereka akan belajar berjuang untuk mendapatkan sesuatu. Sudah punya baju berpasang-pasang masih beli lagi. Padahal yang kita butuh paling banyak 2 stel satu hari dan itu tidak harus baru semua. 

 

Terkadang mudah-mudah sulit. Si orangtua dianggap pelit kalau tidak menurutkan semua. Ada duit tidak ada salahnya mengabulkan kata sebagian.

 

Memang saat ini belum begitu nampak akibatnya anak bergaya konsumtif. Karena permintaan masih sanggup dikabulkan orangtua. Tapi nanti setelah dewasa semua akan berbeda. 

 

Semakin besar maka semakin bertambah pula gaya konsumtifnya yang barangkali si orangtua tidak sanggup lagi untuk membelikan.

 

Maka dari sekarang, mumpung masih kecil kita masih leluasa untuk memberi arahan ke arah yang lebih baik. Mengajari untuk tidak bergaya konsumtif. 

 

Kalau sudah punya satu barang coba ajarkan cara bersyukur karena belum tentu oranglain bisa membeli atau memilikinya. Agar anak tau cara bersyukur. Tahu bagaimana perjuangan si ayah untuk bisa membelikan suatu mainan meskipun mainan itu sangat sederhana sekali. 

 

Kemudian dalam memberi hukuman janganlah melibatkan emosi orangtua yang anak belum mengerti apa-apa. Jangan lampiaskan ke anak ketidaknyamanan diluar sana yang ditemui apakah di kantor atau diperjalanan.

 

Takutnya akan ada trauma yang membekas di otaknya dan akan terbawa sampai besar. Kita tidak inginkan jadi pelakon utama di memory buruk masa kecilnya. Tentu tidak. 

 

Semoga kita para orangtua adalah orangtua yang bijak dalam mengasuh dan membimbing anak-anak.

 

Sebenarnya tulisan ini tulisan nasehat untuk diri sendiri, karena dalam perjuangan masih di awal. Punya anak kecil-kecil yang punya tingkat ego yang tinggi. Dan itu berbeda di tiap-tiap anak.

 

Jadi tempatkan pemberian hadiah terhadap anak sesuai usianya sesuai kebutuhannya. Dan jangan main hukum fisik atas kesalahan anak tanpa ada sangsi ringan terlebih dahulu itu jika anak betul-betul salah.

 

Mohon maaf kalau tulisan ini jauh dari kata bagus dan benar karena kesempurnaan dan kebenaran hanya milik Allah. Maafkan kalau ada yang merasa di ajari. 

 

Wallahualam 

 

Tapung, 25-02-2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post