Irawati

Seorang guru di MTsN 12 Jombang...

Selengkapnya
Navigasi Web

Reuni

REUNI

Sesuai undangan yang kuterima acara dimulai pukul tujuh tigapuluh. Tetapi ketika aku memasuki cafe pada pukul tujuh, masih belum ada orang datang. Aku belum menemukan satu pun wajah yang kukenal. Wajah teman-teman SMA yang rencananya akan berkumpul lagi malam ini. Beberapa tamu yang menempati meja tengah adalah dua pasang muda-mudi, dan sepasang lagi menempati meja sudut dekat kasir. Keenam tamu itu masih remaja. Jauh lebih muda dariku. Jelas mereka bukanlah teman-temanku.

Setelah menunjukkan kartu pengenal pada penjaga, kubimbing Anggel, isteriku untuk mengambil tempat di sudut dekat jendela. Enak, karena skope pemandangannya lebih luas. Aku dapat memperhatikan orang-orang yang akan masuk ke cafe lebih leluasa.

Suasana cafe nyaman sekali. Lamat-lamat lagu “Without You” nya Mariah Carey mengalun lembut memenuhi ruangan. Menggelitik kesentimentilanku. Ada podium kecil di seberang mejaku. Di sebelahnya bertengger seperangkat alat musik tanpa penabuh. Agaknya dipersiapkan khusus untuk acara reuni. Beberapa pelayan keluar untuk menata kursi. Salah seorang menghampiri tamu muda-mudi di meja tengah. Berbicara sebentar dengan mereka. Keempat remaja itu manggut-manggut dan beranjak meninggalkan cafe. Demikian juga yang terjadi dengan tamu yang di sudut. Lama sesudah keenam tamu meninggalkan cafe belum ada tamu yang masuk. Mungkin saat cafe tertutup untuk umum telah tiba. Hanya tinggal menanti kehadiran teman-teman. Seorang pelayan mendatangi kami. Anggel meminta jus sirsak. Aku sendiri ingin kopi hitam di malam ini. Sambil memakan snack tentu enak sekali.

Tahun ini merupakan tahun kesepuluh sejak kelulusanku dari SMA. Tak terasa usia ku sudah bertambah demikian banyak semenjak aku seringkali melarikan diri dari pelajaran yang tidak kusuka. Aku sudah mengajar sekarang, di sebuah SMA, setelah menyelesaikan kuliahku di IKIP selama empat tahun setengah. Dua tahun lalu aku diangkat sebagai guru di SMA. Dan baru setahun yang lalu aku menikahi wanita cantik yang duduk di sampingku ini.

Tentu saja aku tidak bermaksud meremehkan undangan teman-teman. Apalagi undangan resmi. Ada cap kepanitiaan. Kasihan sekali jika jerih payah mereka tidak dihargai. Kabarnya reuni kali ini merupakan reuni terbesar yang pernak diadakan alumni SMA-ku. Aku percaya karena tempatnya saja cafe yang cukup terkenal di kotaku. Tentu lain dari yang lain.

Selain itu aku juga ingin tahu nasib teman-teman akrabku. Seingatku Ferry masuk teknik elektro. Rangga di kedokteran, Yoyok dan Yusuf di Akabri, Priadi, Darmawan, Ninuk….Nah! yang terakhir inilah ….kalau aku mau jujur….yang amat menarik keingintahuanku. Bagaimana nasib Ninuk sekarang. Perempuan yang satu ini memang mempunyai arti khusus dalam kehidupan remajaku. Dia yang angkuh, cuek tetapi manis itu, pernah terpajang lekat dilubuk hatiku yang paling dalam. Aku sering menggodanya. Aku akan senang sekali kalau Ninuk cemberut sebab dia makin manis kalau demikian. Sayang sekali Ninuk amat tertutup denganku sehingga tertutup pula pandanganku padanya. Aku tidak yakin apakah dia mengerti kalau aku mempunya perasaan khusus terhadap dia. Namun kalau melihat sikapku terhadapnya, mestinya ia tahu. Hanya saja aku belum mengatakan perasaanku secara langsung . Dia kan wanita. Tentu harga dirinya dijaga baik-baik.

Kurasa Ninuk mirip Anggel. Atau Anggel yang mirip Ninuk, tidak kupermasalahkan benar. Kenyataannya pertama kali aku melihat Anggel dulu aku langsung tertarik. Melihat raut muka Anggel aku sudah merasa begitu akrab. Seakan aku dan Anggel sudah saling mengenal lama sekali. Aku baru menyadari belakangan karena aku menyimpan wajah Ninuk di hatiku tanpa kusadari. Itulah salah satu alasan mengapa aku mengajak isteriku mendatangi reuni. Aku ingin membuktikan keyakinannku. Kupikir tak ada salahnya. Aku sudah merasa jiwaku sudah begitu stabil sehingga aku tak khawatir tergoda kenangan lama.

Aku terkejut ketika Anggel menjawil lenganku. Astagfirullah! Aku bisa salah tingkah di depan isteriku sendiri. Mudah-mudahan ia tidak tahu apa yang kulamunkan.

“Itu barangkali temanmu…, “ bisik Anggel.

Seorang laki-laki tinggi besar berkaca-mata tebal masuk. Sejenak tampak keheranan. Mungkin ia berpikir, mengapa cafe masih kosong padahal waktunya sudah tiba. Laki-laki itu berusaha mengadaptasikan diri dengan suasana. Diambilnya tempat duduk dan ia merokok dengan enaknya.

Melihat gayanya mengamati ruangan aku yakin dia pasti Darmawan. Tak ada gaya temanku yang seperti gaya dektektif selain Darmawan. Kalau kabar yang kuterima dapat dipercaya, ia pasti sudah insinyur sekarang. Insinyur Pertanian. Kusongsong dia.

“Lupa padaku, Wan?”

Kuulurkan tangan. Darmawan tertegun sejenak. Kami pun bersalaman.

“Gatot?” tanyanya. Ragu-ragu. Aku mengangguk.

Berbicara dengan Darmawan aku merasa menghadapi kamus hidup. Kamus pertanian tentunya. Darmawan masih saja mengandalkan ingatan-ingatannnya dalam kuliah. Darmawan memang insinyur pertanian, seperti dugaanku. Ia menduduki kursi pimpinan pada sebuah instansi pemerintah. Oh! Dia belum menikah. Agak kurang dipercaya jika mengingat julukannya dulu, raja pacaran. Darmawan memang supel. Senang bergurau. Beberapa kali isteriku tersentil gurauan-gurauannya. Lima kali sudah Anggel tersipu malu.

Teman lain berturut-turut datang. Bermacam-macam gaya mereka memperkenalkan diri. Yusuf dengan gaya abrinya, Iskandar dengan keinsinyuran-nya, Samsul dengan gaya dokternya. Hampir semua teman hadir. Terasa cafe berubah jadi kelas kami. Ramai dan meriah, oleh gurauan-gurauan. Suasana jadi begitu akrab ketika mantan ketua kelasku memberi sambutan. Kemudian seseorang membagi-bagikan topeng. Acara dansa pun dilakukan setelah lebih dulu kami berpindah-pindah tempat duduk secara acak. Kami memilih patner dansa masing-masing dari balik topeng. Sehingga benang-benang keakraban kami semasa SMA tidak terputus.

Aku tak tahu pasti jam berapa aku pulang. Sebersit kekecewaan mengganjal perasaanku . Ketidakhadiran Ninuk sempat menodai kegembiraanku dan terbawa pulang. Agaknya keingintahuanku pada Ninuk begitu lekat. Tentunya Anggel tak perlu tahu kekecewaanku. Biarlah ia langsung tidur. Besok pagi ia mesti mengajar. Mudah-mudahan ia tidak terlalu mengantuk di kelas. Kasihan ia terlalu capai tampaknya. Entah berapa lama acara dansa tadi berlangsung.

Kubuka kertas yang disisipkan seseorang yang iseng sewaktu dansa tadi. Sebuah tulisan tangan wanita.

“Gatot, aku yakin kau mencari-cari aku. Pandanganmu dapat kubaca dengan jelas. Baiknya kau tidak perlu tahu aku (atau pura-pura tidak tahu?). Semula aku akan menemuimu tetapi karena kau datang dengan wanita cantik, yang kata teman-teman adalah isterimu, kubatalkan niatku. Aku bahagia sekali kau telah dapat isteri cantik. Tentu isterimu baik hati bukan? Aku pun telah menikah. Sayang sekali suamiku tidak kuajak. Melihat isterimu aku merasa melihat potretku sendiri. Isterimu itu serupa benar dengan aku. Aku yakin. Itulah sebabnya aku jadi enggan menemuimu.” __Ninuk

Lama sekali aku terpaku di ruang depan. Mengingat-ingat. Jangan-jangan….Ah. ya! Kuhampiri isteriku yang telah tertidur. Kupandangi wajahnya lekat-lekat. Kukecup kening isteriku. Parfumnya lain dengan perempuan yang berdansa denganku. Betul. Mengapa aku tidak tahu? Ih bodohnya aku!

Malam pukul dua dinihari. Anggel sudah demikian pulas. Dalam tidur ia tersenyum. Entah tak bosannya kupandang wajah isteriku yang cantik. Betulkah Ninuk ada di situ? Aku mencoba membayangkan wajah Ninuk sewaktu SMA. Ya, mirip dengan Anggel mirip sekali kukira.

Kulepas jas pestaku. Kuganti dengan piyama, aku membaringkan diri di sisi Anggel. Biarlah Ninuk hilang dari pandangan indraku. Toh ada Anggel di sampingku. Mungkin betul kata Ninuk, wajahnya persis dengan isteriku. Mungkin juga Ninuk bercanda. Namun yang jelas aku merasa makin mencintai wanita yang pulas di sampingku ini. Dia isteriku. Dia yang akan memberikan keturunan buatku. Dia kucintai sepenuh hati. Terlepas dari sangkaan mirip dengan Ninuk atau tidak. Sekali lagi aku mencintainya. Sangat mencintainya! Kupeluk erat-erat Anggel dalam tidurnya. Sepanjang malam.

Jika isteriku tidak terlalu lelah mungkin akan terbangun. Ia pasti akan heran sekali. Melihat kelakuanku. Biar, aku tidak perduli. Aku akan menghadapi keheranan Anggel dengan senang hati. Aku memang tak pernah bosan memeluki orang-orang yang senantiasa kucintai.

SUATU ketika sepulang mengajar aku begitu terkejut ketika rumahku kedatangan tamu. Sepasang suami istri. Yang membuatku terkejut adalah, kemiripan laki-laki itu denganku. Persis dan mirip. Gayanya, cara berjalannya, cara bicaranya, cara merokoknya tidak berbeda. Laki-laki itu memperkenalkan diri sebagai suami Ninuk.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post