Selesai pemakaman, satu bersatu sudah beranjak meninggalkan area pemakaman. Tinggallah aku bersama saudara dan keluarga terdekat yang masih enggan untuk beranjak. Aku terus mendekap gundukkan tanah yang masih merah itu. Saat itu aku ingin sekali menangis dan menumpahkan semua kesesihanku tapi entah kenapa air mata ini tak setetaspun keluar.

Kupandangan gundukkan tanah itu, aku masihbtak percaya kalau yang bersemayam di dalamnya adalah raga orang yang paling aku cintai. Tak terasa hari sudah mulai petang perlahan suami memegang pundakku dan mengajak untuk pulang. Dengan enggan aku bangkin. Kaki ini sangat berat untuk melangkah untuk meninggalkan unggukan tanah tetsebut.

Dengan tubuh yang masih lemah, suami dan mertua memapahku perlahan menjauh dari area pemakan. Sesampai di rumah orang masih rame berdatangan untuk menyampaikan ucapan belangsungkawa. Ditengah keramaian itu aku merasa sangat kesepian. Aku beranjak ke kamar papa dan mengambil selimut yang biasa ia pakai. Aku dekap erat selimut tersebut sambil menciumnya. "Pa...aku sayang Papa, aku rindu Papa". Aku bicara sendiri. Suamiku hanya diam mempeehatikan tingkahku.

Tiba-tiba ibu menghampiriku dan bertanya, "Nak...sudah mau masuk ashar, kok papa kalian belum pulang", ucap ibi dengan wajah linglungnya. Hatiku terasa seperti tercabik, jantungku berdegup kencang. Ternyata ibuku belum bisa menerima kalau papa sudah tiada. Aku bingung mau jawab apa, mau berkata jujur, aku takut tiba-tiba tensi ibuku naik.