Trauma itu masih meninggalkan bekas. Dampaknya sangat luar biasa, selama seminggu hati bu Diah berada dalam kegalauan dan terkadang ber urai air mata. Sedihnya sudah pasti, takut apalagi, yang lebih beratnya lagi ada rasa bersalah karna tak mampu menjaga harta yang paling berharga, titipan Allah yang yang Ibu Diah punya. Semenjak kejadian itu ada rasa takut pergi sendiri membawa anak- anak tanpa ada keluarga yang mendampingi.

Liburan yang dinanti- nanti telah tiba. Biasanya setiap liburan Si Kakak mengisi liburannya ke rumah tahfizh, berkumpul dengan teman- temannya yang berasal dari tempat lain untuk menghafal Al-Qur`an. Tapi karena sesuatu Hal liburan kali ini si kakak dirumah saja.

Pada suatu pagi si kakak mendekati ibunya, dan berkata ,

“bu, kita jalan jalan yuk ? “

tanpa menoleh , karna sedang asyik dengan laptopnya bu Diah menjawab sekedarnya saja, “ jalan- jalan kemana ?”

“kemana aja buk, yang penting kita jalan-jalan dan ada tempat mandinya juga, kakak bosan nih dirumah terus”.

“Nanti kalau kakak hilang lagi gimana ? Kata bu Diah “.

Kalau bu Diah berkata seperti itu, si kakak langsung ngambek “ ibu terus itu- itu saja yang ibu katakan, kakak kan sudah pintar, sudah dewasa juga bu, kalau kakak hilang, kan kakak bisa pulang sendiri”.

“Ajak ayah ya nak ? kalau ayah mau , ibu akan bawa kakak dan adik pergi jalan-jalan “ kata buk Diah.

Mendengar ibunya berbicara seperti itu, si kakak senang sekali.

“Horeeeee... terima kasih bu ? kata kakak sambil jingkrak –jingkrak karena senang “.

Hari yang ditunggu- tunggu pun datang. Kakak, uni dan adik sangat senang. Tapi tidak dengan bu Diah. Diraut wajahnya ada rasa takut . Takut kalau anak- anaknya lepas dari pengawasannya. Bersyukur suami bu Diah juga ikut, rasa takut itu sedikit berkurang. Singkat cerita si kakak senang , uni dan adik juga ikut- ikutan senang.