irfan azis

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mau Jadi Apa?

Mau Jadi Apa?

Pertanyaan tersebut hampir pasti muncul di setiap kepala kita. Terutama para remaja. Lalu, para guru seringkali memberi nasehat supaya kita berani bermimpi. Kita harus memiliki cita cita yang tinggi. Kita tak boleh putus asa, kehilangan harapan, apalagi bunuh diri. Lalu para guru memberi contoh kisah kisah keteladanan orang orang sukses. Lalu Ketika kita nakal, malas, dan berperilaku negatif lainnya para guru kerapkali mengeluarkan mantra andalannya itu kepada kita, "Mau Jadi Apa Kamu?"

Sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab karena mereka tidak sedang betul betul mencari tahu apa sebenarnya keinginan kita.

Tapi kita perlu menjawabnya untuk diri kita sendiri. Sebenarnya kita ini maunya jadi apa, sih?.

Tentu saja keinginan kita berbeda beda. Setiap orang normal pasti punya keinginan. Bahkan keinginannya banyak tak berbilang. Tiap saat keinginan baru bermunculan. Sementara keinginan yang lama belum juga hilang.

Para guru pasti juga punya keinginan. Keinginan mereka juga tak terhitung jumlahnya. Baik keinginan pribadi(onal), sosial, regional, nasional, bahkan internasional hingga keinginan eskatologis /akhirat(onal).

Keinginan keinginan kita itu ada yang rasional dan ada pula yang tidak rasional. Adalah rasional jika sebagai anak bangsa Kita menginginkan negeri kita aman, damai, maju, modern, kuat, disegani bangsa lain, tak punya hutang, dan seterusnya. Sebaliknya adalah tidak masuk akal jika ada di antara anak bangsa yang justru bercita-cita menghancurkan bangsanya sendiri.

Kembali ke soal pertanyaan "mau jadi apa"?

Kemarin, tanggal 30 november 2017, bioskop kita (secara serentak?? ) merilis filem berjudul "Mau Jadi Apa?"

Sebuah filem yang diangkat dari kisah nyata salah satu sutradara dan pemeran utamannya yaitu mantan jurnalis yang sekarang beralih profesi jadi komedian. Soleh solihun namanya selanjutnya kita singkat jadi (SS).

Aku baru melihat sinopsisnya jadi tak berkompeten untuk menilai atau mengomentari filem yang katanya bergenre komedi itu. Tapi apa yang dialami SS bisa jadi juga dialami oleh sebagian atau bahkan semua kita. Kita semua sedang mencari dan akan terus mencari sampai kita menemukan jati diri kita. Profesi adalah salah satu yang kita cari. Kita butuh pekerjaan. Persoalannya adalah apakah ketika kita sudah punya profesi berarti kita telah menemukan jati diri?

Tampaknya tidak selalu begitu. Sebab ada banyak orang yang tidak baangga dan bahagia dengan profesinya. Pada dasarnya pekerjaan apapun netral sifatnya. Tidak ada pekerjaan yang tidak mulia dengan sendirinya. Dan tidak ada pekerjaan yang mulia dengan sendirinya. Niat dan motivasi lah yang akan menentukan sebuah pekerjaan itu baik atau tidak.

Motivasi? tentu kita tahu makhluk apa itu. Hari ini motivasi telah jadi sesuatu yg bisa dijual. Kita menyaksikan bahkan rela membayar mahal para motivator. Apa yang kita dapat dari mereka? Tepat sekali, kita memperoleh motivasi. Kita membeli motivasi dari motivator. Terkadang kita juga mendapatkannya secara gratis. Tapi pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kita mendapatkan sesuatu kita pasti akan kehilangan sesuatu. Kita dapatkan pekerjaan baru kita kehilangan waktu. Begitu juga ketika mendapatkan ceramah para motivator pada saat yg sama kita sedang kehilangan waktu.

Motivasi adalah dorongan dari dalam diri tiap manusia. Begitu kata prof. Imam suprayogo yang membedakan motivasi dengan niat dalam sebuah artikelnya.

Jawaban dari pertanyaan "Mau jadi apa" tentu tidak terlepas dari dorongan dalam diri kita yang umumnya selalu menginginkan kekayaan, kekuasaan,dan kepuasan seksual.

Dan semua itu sah. Semua itu baik jika niat kita baik. Kita mau jadi apapun sah dan baik selama kita bisa meluruskan niat kita.

Pertanyaanya adalah apa itu niat?

Bicara niat maka bicara sesuatu yang transenden. Itu menurut Prof. Imam Suprayogo juga. Transenden adalah sesuatu yang terkait dengan Tuhan. Tuhan adalah antitesis dunia. Niat dengan demikian adalah sejauh mana kita melibatkan Tuhan di dalam aktifitas kita. Di manakah Tuhan kita posisikan dalam seluruh kegiatan kita. Ibadah2 murni seperti salat, sedekah, haji, dan seterusnya belum tentu diterima jika niat kita bukan lillahi ta'ala. Apalagi jika semua itu disertai riya atau dorongan hati ingin pamer, ingin dipuja. Bisa saja nol nilainya bahkan minus jai dosa.

Sebaliknya, amalan amalan sederhana rupa menyingkirkan batu dari jalan raya, membantu menyeberangkan lansia, menanam pohon di hutan gundul, dan sebagainya bisa jadi bernilai tinggi karena bagusnya niat kita.

Oleh karenanya niat harus selalu kita asah, kita jaga, kita perbarui setiap waktu. Bahwa niat itu selalu dipengaruhi oleh keadaan hati kita, apa yang menjadi fokus hati kita: Tuhan ataukah Dunia?

Mau jadi Apa Kita?

Mau jadi apapun, mau melakukan apapun yang penting bagaimana kualitas niat kita.

Wallahu a'lam

Salam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post