irti mahmud

Seorang ibu dari 4 anak sekaligus guru madrasah di Kabupaten Semarang yang berkeinginan untuk menjadikan dunia tulis menulis sebagai bagian indah dari hidupnya...

Selengkapnya
Navigasi Web
Surat untuk Ferguso (Tantangan Menulis Gurusiana#32)

Surat untuk Ferguso (Tantangan Menulis Gurusiana#32)

Ferguso, apa kabarmu di hari ketiga puluh ini?

Aku bersyukur pada akhirnya berhasil melewati tantanganmu: menghitung hari sambil membayangkan perjumpaan denganmu. Meski sempat harus mengulang dan menganggap hilang tulisanku yang terkorup, tapi bagaimanapun aku bersyukur karena itu terjadi di awal kesepakatan kita. Jadi aku tidak terlalu kecewa dan putus asa. Bagaimana jika tulisan yang hilang itu di tengah perjalananku, Ferguso? Entahlah, aku pun tak yakin dengan tekad diriku sendiri. Sebab nyatanya di sela-sela tiga puluh hari itu, kau selalu berhasil mengaduk emosiku untuk tidak menyerah minimal sebelum tiga puluh hari!

Ferguso yang sekarang entah di belahan Bumi mana keberadaanmu,

Sore ini hujan masih setia menemaniku. Sepertinya ia mampu sedikit menghiburku dari rasa kesal kepadamu. Memang, kadang aku berpikir, kenapa dahulu aku harus menyanggupi perjanjian ini? Kenapa aku mesti jumawa akan mampu menulis tanpa henti dalam tiga puluh hari? Tahukah, Ferguso, saat itu yang ada dalam benak pikiranku hanyalah keingingan untuk mendapatkan piagam biru, seperti janjimu. Ya, biru. Sebab aku memang menyukai warna biru. Maka aku tidak terlalu peduli dengan warna perak atau emas sekalipun. Ha ha, alangkah naifnya! Tapi tidak ada kamus begitu bagi seorang pecinta, bukan?

Ferguso yang baik,

Pada akhirnya tantangan ini menyadarkanku bahwa untuk berhasil pada suatu tahap itu butuh konsistensi. Percuma jika hanya ada semangat membara di awal, tapi melempem di tengah perjalanan. Itu bahkan dikatakan hangat-hangat tahi ayam. Jelek sekali, kan? Percuma pula jika ada banyak teori tapi miskin aplikasi. Tak ada gunanya juga, sebab itu ibarat orang yang banyak obral janji tapi miskin bukti. Bukankah orang sekarang sudah mulai teramat sangat bosan dengan janji?

Ferguso,

Aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka yang dianggap tukang obral janji. Karena itulah aku menguatkan tekad untuk memenangkan tantanganmu ini. Kini setelah aku sampai di sini, aku mencoba menengok kembali jejak perjalanku. Ada banyak hikmah yang aku petik, Ferguso. (Semoga kau juga menyetujuinya, ya!)

Aku jadi memiliki banyak kawan seiring sejalan. Aku jadi mengenal berbagai genre tulisan. Aku jadi memahami beratnya perjuangan. Dan juga, aku menyadari satu hal yang luar biasa yaitu bahwa jika aku tidak konsisten dalam perjalanan ini, maka akan banyak orang lain di luar sana yang akan meneruskannya. Jadi masih adakah tempat untuk segala jenis kesombongan dan anak turunnya? Bukankah di atas langit masih ada langit?

Ferguso,

Terimakasih, kau mengajariku untuk bijak memahami kesulitan orang lain tanpa harus banyak bertanya. Kau mengajariku untuk memaknai pentingnya konsistensi dalam arti yang sebenar-benarnya. Kau mengajariku untuk mengerti bahwa yang banyak pasti dimulai dari yang sedikit. Kau mengajariku bahwa untuk sampai di atas pasti dimulai dari bawah. Tak ada sesuatu yang instant di dunia ini. Semua butuh proses, dan kita tidak berhak menilai proses mana yang paling baik berjalan. Sebab tugas kita hanya menjalani proses itu dengan sebaik-baiknya. Sebab setiap orang punya keterbatasan, juga kelebihan. Maka tak adil jika kita harus memberlakukannya sama. Biarlah semua berjalan sebagaiman yang seharusnya. Bukankah keindahan nada juga terlahir dari alat-alat musik yang berbeda?

Ferguso yang baik,

Sekali lagi terimakasih atas pembelajaran yang berharga ini. Mudah-mudahan kita nanti dapat bertemu kembali. Sementara ini, aku harus kembali, menyimpan harapku untuk terus bersamamu. Ada beberapa hal yang harus aku jalani terlebih dahulu. Aku harus memilih, Ferguso. Sebab tenagaku tak sekuat dulu lagi. Energiku tak sebanyak yang kau miliki. Aku harus tahu diri. Tetapi Ferguso, izinkan aku untuk diam-diam mengintip tulisan yang dikirimkan teman-teman kepadamu, ya. Sungguh itu akan menjadi penyemangatku, untuk kembali menulis bersamamu. Kali ini, aku pamit dulu. Semoga nanti kita bisa bertemu, untuk sebuah kenangan yang lebih indah dari warna piagam biru. Ya, semoga!

#Salam hangat untuk tim MediaGuru (Ferguso, Marimar, Bety, Olif, Suneo, dkk) wkwkwk..

#Terimakasih untuk keindahan cinta yang telah diberikan selama ini..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya sependapat dg bu irti... Sudah bnyak jg yg saya pelajari dsini, walaupun belajar mandiri, hehe... Saya blm 30, tp insyaallah sdg berusaha kesitu...Btw, Olif n suneo jg disebut2 bu... Haha...Barokallahu fiik bu irti...

15 Feb
Balas

Hehe iya, Ferguso n his gangs, kalo perlu panggil juga Bramakumbara, Gotawa, Mantili, dll Ramairamai bermunculan, Bu . Kayak anggota media guru, wkwkwk

16 Feb

Mantap. Salam sehat dan sukses. Barakallahu

30 Mar
Balas



search

New Post