Irwanto

Nama jawa, yang punya orang minang. Mengajar matematika, setiap hari mengarang. Irwanto, guru matematika asal Pariaman Sumatera Barat. Bagi saya masalah i...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jangan Pergi, Rif!
Tagur hari ke-1040

Jangan Pergi, Rif!

Jangan Pergi, Rif!

Mentari senja masih memancarkan indahnya. Cahayanya menembus pohon pelindung di jalan yang sedang kulewati. Daunnya berguguran dan kicauan burung menyentuh hati setiap orang yang lewat. Di taman ini dan di bangku ini, seorang gadis yang bernama Rif pernah meragukan diriku yang tak akan mungkin kembali.

Lembayung senja menemani jalanku dengan setia. Sama persis seperti tiga tahun yang lalu saat aku berjalan berdua dengan Rif, gadis yang selalu menjelma dalam tidur dan sepiku.

Kini aku kembali. Aku kembali untuk menepati janjiku padanya. Tapi apakah ia masih tetap setia, seperti aku yang selalu menutup pintu hati, pada lain wanita?

Tidak mungkin Rif berpaling dariku, karena ia pun sudah berjanji akan tetap setia. Begitulah keyakinanku sehingga aku bertekad akan mencari Rif dan membawanya serta ke Negeri Jiran.

Betapa senangnya hati ini. Tanpa susah payah, langkah kikiku menuntun ke tempat keberadaan Rif. Mataku menangkap wajahnya yang tak mungkin aku lupa dan ia pun membolakan matanya karena pastinya tak menduga. Aku dan Rif berada di tempat yang sama dengan urusan yang hampir sama pula. Aku dipertemukan dengan Rif di ruang bangsal rumah sakit penyakit dalam. Aku sedang menungggu adikku yang sudah lepas dari koma sedangkan Rif menunggui kakak perempuannya yang sedang dirawat di ruang yang sama.

Sepertinya bukan sebuah kebetulan, tapi ini adalah rencana Tuhan. Tuhan yang sudah mengatur keadaan. Aku diminta datang oleh ibu untuk membezuk adiku karena tumor ganas yang menyerangnya sedangkan Rif menjaga kakaknya yang menderita penyakit kanker rahim. Kami berada di bangsal yang sama dan ruang yang sama pula.

Namun rasa senangku berobah jadi kegalauan, Rif sepertinya tidak menghendaki aku datang. Ia berusaha mengelak dan lebih banyak duduk di balik kain pembatas antar pasien. Seribu tanda tanya menyerang kepalaku sehingga aku kehabisan cara untuk mengajaknya bicara denganmu. Rif sepertinya, benar-benar tak ingin bertemu denganku.

“Tunggu!,” kataku berusaha menghentikan langkah Rif yang tergesa-gesa. Rif ingin pulang ke rumahnya setelah suami kakaknya datang untuk menggantikannya.

Tapi, Rif tak menyahut panggilanku. Bahkan langkah kakinya dipercepat . Sedikitpun ia tidak mau menoleh pada aku yang berusaha mengejarnya.

“Tungu, Rif. Mengapa kamu lari?” kataku yang berhasil memegang pergelangan tangan Rif dan berdiri menghadang di depannya.

“Maaf Bram, aku buru-buru,” jawab Rif tanpa mau menatap mataku dan berusaha melepaskan pegangan tanganku.

Tapi aku tidak akan membiarkan dia berlalu begitu saja. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk menahan rasa rinduku untuk berjumpa.

“Untuk apa kau mencari aku lagi, Bram? Bukankah kau telah mengambil keputusan untuk pergi?” kata Rif seolah menyalahkan aku.

“Tapi sekarang, aku kan sudah kembali. Tidak ada yang berubah pada diriku, Rif.”

Aku berusaha member penjalasan pada Rif agar dia mengerti, tapi Rif sama sekali tidak menghiraukannya. Bahkan, dengan kasar ia berhasil melepaskan tangannya dari genggamanku dan setegan berlari ia meninggalkanku.

“Jangan pergi, Rif…?” ucapku dengan nada menghiba.

****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post