Irwanto

Nama jawa, yang punya orang minang. Mengajar matematika, setiap hari mengarang. Irwanto, guru matematika asal Pariaman Sumatera Barat. Bagi saya masalah i...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kenopsia
Tagur Hari Ke-1099

Kenopsia

Kenopsia

Irwanto

Ramainya lalulalang di ibukota, kurasakan biasa-biasa saja. Bahkan aku tak terusik pada sekawanan pemuda yang melarikan kendaraannya sampai memekakkan telinga. Yang kurasakan hanya hening, sepim dan sunyi. Apakah aku kenopsia?

Kinim aku tak lagi merasa bising di tengah keramaian. Bagiku sama saja. Sendiri atau bersama, menikmati hari-hari di ibukota, akan selalu terasa sepi. Bahkan rasa sepi menyeruak menjadi ingatan akan dirimu yang pernah member harapan padaku. Apakah karena aku terlalu mengagungkan dirimu, hingga ingatan yang kuyakini adalah rindu, terus menyeruak di hatiku yang pilu?

Bagiku, kau adalah kelip bintang di langit malam. Kupeluk dan kubelai dalam angan. Kucumbu dalam hening dan diam. Kutancapkan semua rasa, mengumpul tepat di dada. Hingga mengalirlah cinta dihatiku sepenuh jiwa.

Aku sendiri tidak tahu, kenapa kerinduan ini seperti genangan air yang terus menyegarkan ingatanku tentang kamu. Rasa yang tak pernah bosan untuk selalu kureguk, kala dahaga melanda dibatinku yang terpuruk.

Pada bulan yang berdiri terpaku di tengah malam, kutitipkan cita-cita dan harapan. Semoga kita akan diparsatukan dalam takdir Tuhan.

Pada embun pagi aku bertanya, adakah rasa rinduku ini sama dengan yang kau punya?

“Yang, rindukah kau padaku? Tak inginkah kau duduk disampingku? Kita bercerita tentang laut biru. Disanaah harapan dan impian,” ucapku menirukan tembang lawas yang menemani kesendirianku.

Mendung di luar mungkin cepat berlalu, tapi mendung dalam hati ini entah mengapa lama menghilangnya. Apa mungkin dia tengah menunggu, sampai aku menemukan tulang rusukku yang hilang satu?

Terkadang aku berharap, seandainya nasib buruk menimpa, biarlah aku tenggelam bersama kapal yang kutompangi. Hanyut dalam kelam, agar kisah piluku segera menghilang.

Bintang memiliki malam dengan cahaya terang. Namun tetap saja diriku masih tak bisa berkata-kata, selain keinginan untuk memiliki dirimu seutuhnya.

Seandainya sang bulan bisa kuajak berbicara, pastilah aku bertanya, mengapa dirimu dan diriku harus terpisah, padahal kita memiliki rasa yang sama.

Kini, kau tak lagi menjadi mimpi indah malamku. Kau bukan lagi cairan yang menetes dalam darahku. Menyatu dalam cumbu dan rayu, adalah sesuatu tak mungkin. Merajuk dan bermanja bersamamu, adalah suatu yang mustahil. Karena, kau telah berdua dan membiarkan aku bersanding dengan angan di pelaminan sukma tanpa asa.

Puaskah kau yang telah menjadikan aku kenopsia?

Pariaman, 30 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Pak. Salam literasi

30 Jan
Balas

Keren pak, ungkapan kekecewaan dalam diksi yang manis...salam literasi

30 Jan
Balas



search

New Post