GURU DIBILANG HEBAT KALAU PUNYA KARYA
Seorang rekan guru yang baru pulang dari mengikuti Lomba Guru Berprestasi tingkat Nasional di Jakarta menceritakan pengalamannya. Menurutnya, para guru berprestasi tingkat nasional (yang berhasil meraih juara 1, 2, dan 3) memiliki (paling sedikit) sebuah karya berupa buku yang ditulis secara perorangan (buku solo) ataupun tim (buku antologi). Tidak harus buku pelajaran yang ditulis, buku lain (fiksi dan nonfiksi) juga mendapat poin besar pada proses seleksi. Adu ketrampilan dan kelengkapan administrasi mengajar menjadi hal yang pokok sesuai tugas pokok seorang guru. Tentu saja, berbagai strategi pembelajaran dan inovasi yang ditampilkan para guru peserta lomba turut dinilai.
Sebenarnya, hal tersebut (karya tulis berupa buku fiksi dan nonfiksi) sudah pernah disampaikan oleh guru lain yang juga pernah mencapai babak final lomba guru berprestasi tingkat nasional pada tahun sebelumnya. Namun, karena rekan guru tersebut belum memiliki satu buah bukupun sehingga merasa maklum jika tidak berhasil meraih gelar juara. Setelah itu dia bertekad harus memiliki sebuah karya tulis berupa buku, baik buku pelajaran, fiksi, atau nonfiksi. Meskipun tidak untuk mengikuti lomba kreativitas guru (berprestasi), paling tidak buku tersebut akan mendapat poin angka kredit untuk usulan kenaikan pangkat/golongan selaku guru ASN.
Penulis telah dua kali mengikuti kegiatan Temu Nasional Guru Penulis (TNGP) yang diselenggarakan oleh MediaGuru Indonesia secara offline pada tahun 2022 dan 2023 di Jakarta. TNGP menjadi ajang penganugerahan penghargaan kepada para guru pegiat literasi dalam berbagai kategori, misalnya penulis buku solo terbanyak. Peluncuran buku solo karya para guru (Gurusianer) dan siswa anggota Sasisabu dilakukan di halaman gedung Perpustakaan Nasional yang sangat megah dan ikonik untuk berfoto selfie ataupun bareng komunitas.
Penulis sepakat dengan para guru (peserta TNGP) pada umumnya, jangan bangga telah mengikuti acara TNGP berkali-kali jika belum pernah namanya dipanggil dan disilakan naik ke panggung untuk menerima sebuah tanda penghargaan dari MediaGuru. Menjadi lebih hebat jika dalam satu acara TNGP naik ke panggung lebih dari satu kali untuk menerima tanda penghargaan yang diserahkan langsung oleh CEO MediaGuru (Mohamad Ihsan) dan Pemimpin Redaksi MediaGuru (Eko Prasetyo). Penulis berpendapat: Guru dibilang hebat kalau punya karya.
Bagi para guru (ASN-PPPK), untuk mengajukan usul kenaikan pangkat/golongan harus memiliki sejumlah poin angka kredit sesuai dengan golongannya. Misalnya untuk naik ke golongan IV/c, seorang guru harus memiliki angka kredit sebanyak 700 dari unsur utama dan penunjang. Meskipun unsur utama memiliki nilai lebih dari 700, tidak akan dapat dinaikkan pangkatnya jika unsur penunjang (pengembangan profesi, publikasi ilmiah, dan karya inovatif) kurang dari 12.
Banyak guru yang enggan mengajukan usulan kenaikan pangkat/golongan karena terbentur pada unsur penunjang yang tidak terpenuhi. Termasuk penulis, bertahan di golongan IV/a sampai 15 tahun sebelum naik ke golongan IV/b (tahun 2019). Penyebabnya? Tidak membuat laporan penelitian tindakan kelas (PTK), tidak memiliki artikel yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah, dan tidak mempunyai karya tulis (kategori karya inovatif) berupa buku ataupun artikel ilmiah populer yang dimuat di media cetak, digital, atau media online.
Penulis sangat bersyukur telah berkenalan dengan Gurusiana - MediaGuru Indonesia. Berkat ajakan rekan guru (Ida Nurul Kifayati, S.Pd., M.Pd.) yang lebih dulu mengenal Gurusiana, gairah menulis (bakat?) yang telah lama menghilang dapat muncul kembali. Mengikuti tantangan Gurusiana 365 hari menulis tanpa jeda, lomba (bulanan) menulis MediaGuru, kelas menulis Sagusabu, dan Majalah Literasi sangat menambah pengetahuan dan keterampilan menulis.
Keberhasilan beberapa rekan Gurusiana (guru ASN) naik pangkat ke golongan IV/c telah memotivasi penulis untuk mengikuti jejak mereka. Berbekal beberapa karya inovatif (buku solo, antologi) dan publikasi ilmiah (artikel jurnal dan esai/opini Majalah Literasi Indonesia) penulis mengajukan usul kenaikan pangkat ke IV/c.
Rupanya sang Dewi Fortuna belum berpihak dan rezeki belum dapat diraih. Menurut hasil perhitungan mandiri, DUPAK (Daftar Usulan Penilaian Angka kredit) berdasarkan berkas/bukti fisik yang terkumpul sudah lebih dari cukup (>700). Ternyata hasil penilaian angka kredit (HPAK) yang dikeluarkan oleh Tim Penilai Angka Kredit Pusat (Ditjen GTK Kemendikbud Ristek) belum mencukupi. Setelah penulis cermati hasilnya, ternyata PI-KI (lomba menulis MediaGuru dan artikel Majalah Literasi Indonesia) tidak ada nilainya (nol). Lebih tragis lagi, piagam penghargaan Satya Lencana Karya Satya (SLKS) XXX tahun yang ada tanda tangan Presiden Joko Widodo juga tidak dinilai. Mengapa? Yang menilai orang lain, penulis bukan guru yang hebat meskipun punya karya.
Rangkasbitung, 20 November 2023

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah, bs gitu ya? Tp pasti ada hikmahnya. Smg nnt bisa nak pangkat dgn mudah.
Tetap semangat menulis meski belum diakui. Semoga segera naik pangkat ya Pak.