Ismiati Irzain

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerpen Guruku

GURUKU

Ismiati Irzain

Disekolah Taman Kanak-kanak (TK) disebuah desa terpencil pada tahun 1985. Sayup-sayup terdengar nyanyian legendaris bagi anak-anak TK. Dipimpin oleh seorang kepala sekaligus guru TK satu-satunya. Bu guru berambut keriting, berkulit putih bersih mengenakan rok berwarna dongker dan baju bermotif bunga-bunga. Dengan memainkan giring-giring ditangan kanan dan kiri secara bergantian anak-anak ikut bernyanyi dengan riang bersama bu guru. Anak-anak memanggilnya ibu heriza.

TK anggrek merupakan salah satu TK yang baru didirikan oleh bupati. Terletak disalah satu desa yang sudah mulai padat penduduknya. Karena belum semua desa memiliki TK. Ibu Heriza ditugaskan berdasakan SK bupati. Meski jarak rumah beliau dengan sekolah hanya sekitar 30 km, beliau memilih untuk kos dirumah penduduk setempat. Tahun 1985 yang memiliki kendaraan masih terbatas. Listrik belum ada, untuk menghidupkan TV yang masih hitam putih menggunakan accu. Listrik baru ada di desa tersebut sekitar tahun 1988.

Pagi itu upik bersama teman-teman kembali belajar bernyanyi bersama bu heriza. Pelangi-pelangi alangkah indahnya

Merah kuning hujau dilangit yang biru

Pelukismu agung siapa gerangan

Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan

Semua anak-anak bersemangat mengikutinya, meski jumlah siswanya baru sekitar 15 orang. Anak-anak pun disuruh bernyanyi secara bergantian. Karena malu dan tidak berani anak-anak tidak ada yang mau tampil. Akhirnya bu heriza mengulangi lagi nyanyiannya secara bersama-sama supaya anak-anak kembali hafal. Upik salah seorang murid TK anggrek sebetulnya sangat hafal dengan nyanyi pelangi-pelangi, tapi karena tidak berani upik hanya diam.

Sebetulnya upik adalah anak yang ceria dan pemberani. Tapi karena sering diejek dengan panggilan “upik hitam” karena memiliki kulit lebih hitam dari 5 bersaudara upik selalu di ejek oleh keluarga. Ejekan itupun akhirnya beredar dimasyarakat. Sehingga teman-teman juga ikut mengejek memanggil dengan sebutan “upik hitam”. Akibatnya upik menjadi tidak percaya diri dan pendiam. Dalam keluarga upik setiap anak mendaptkan panggilannya sesuai kondisi sang anak. Seperti kakak tertua karena temok di panggil tembam. Kakak kedua karena banyak kutu dan ceroboh dipanggil bak butun, yang berarti tempat berkumpulnya ampas. Sedangkan saudara keempat karena selalu pipis ditempat tidur kalau malam hari dipanggil pokiah. Dan sibungsu satu-satunya laki-laki karena manja dan cengeng sering menangis dipanggil jang awuang.

Upik adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ayah upik seorang guru PNS yang baru diangkat saat upik dalam kandungan ibunya. Ayah upik ditugaskan didaerah terpencil, sehingga upik hanya bisa bertemu dengan ayah saat libur sekolah. Upik tinggal bersama nenek dari pihak ayah. Saat ibu melahirkan adik upik, saat itu dia baru berumur 22 bulan. Dengan kondisi upik yang masih kecil dan selalu ingin tau selalu menuju jalan raya tempat kendaraan lewat. Ibu sangat khawatir jika nanti tidak bisa memantau upik karena sudah memiliki adik.

Saat ibu mertua datang menjenguk ibu, beliau menceritakan ke khawatirannya tentang upik. Dengan senang hati nenek dan kakek menawarkan diri untuk menjaga upik. Tanpa banyak bujukan upik pun mau mengikuti kakek dan nenek tinggal bersama beliau di desa yang berbeda. Jarak rumah nenek pihak ayah dengan rumah nenek pihak ibu tempat keluarga upik tinggal sekitar 2 km. Saat itu transportasi masih sulit untuk saling mengunjungi hanya dengan jalan kaki.

Akhirnya upik tinggal bersama nenek. Setelah ibu kuat ayah membawa adik upik dan kakak-kakaknya ketempat beliau bertugas. Kakak tertua dan kedua sekolah di Sekolah Dasar (SD) ditempat ayah mengajar. Upik tinggal bersama nenek, sedangkan sibungsu yang nomor 5 lelaki satu-satunya belum lahir.

Dirumah nenek upik selalu ditakut-takuti oleh paman. Saudara ayah yang bungsu yang masih remaja. Saat malam dia sering mengejutkan upik dengan teriakan ada hantu…ada hantu pik teriaknya. Upik pun berlari ketakutan ketempat nenek. Sehingga upik sampai dewasa pun masih dapat julukan penakut. Karena memang rasa takut tersebut seakan selalui menghantui.

Nenek sangat suka bercerita, sehingga menjelang tidur upik selalu minta nenek untuk menceritakan apa saja. Saat nenek bercerita tentang kisah hidup “ramun pamenan” yang penuh perjuangan upik pun terisak-isak menangis. Nenek selalu bercerita dengan penuh ekspresif sesuai dengan tema cerita. Saat ramun pamenan menangis sambil berbicara suara beliau pun seperti orang yang menangis. Sehingga upik pun menangis menghayati cerita nenek. Keadaan ini membuat nalar upik mulai berkembang.

Nenek adalah salah seorang Jemaah musholla terdekat. Beliau sangat rajin sholat subuh berjamaah. Jarak musholla dengan rumah nenek sekitar 150 m. dengan diterangi lampu cogok biasanya nenek pergi ke musholla menjelang azan subuh. Upik yang masih kecil biasanya beliau tinggalkan dirumah ditemani saudara nenek yang juga sudah tua. Kalau upik terbangun biasanya langsung pindah ketempat saudara nenek.

Saat upik sudah berumur 4 tahun upik pun mulai mengikuti nenek untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Sebelum subuh sudah bangun bersama nenek. Kemudian berjalan menuju musholla meski masih dini hari. Karena bersemangat upik tidak merasakan kantuk. Saat bulan romadhan upik pun ikut melaksanakan sholat tarwih sampai witir. Meski nenek tidak pernah memaksa tapi upik tetap ingin melaksanakan sholat tarwih dan witir meski terkadang dalam kondisi mengantuk.

Upik belum belajar bacaan sholat tapi dia tetap ingin melaksanakan sholat seperti neneknya. Semangat itulah yang membuat upik selalu menjaga sholatnya, meski saudara upik yang lain ada yang malas melakukan sholat. Upik kembali berkumpul bersama saudara yang lain saat berumur 6 tahun. Saat itu upik akan sekolah di TK anggrek yang terletak didekat rumah ibu.

Saat sudah dewasa nenek sering bercerita tentang masa kecil upik yang selalu menangis jika diejek dengan sebutan “upik hitam”. Pernah suatu ketika nenek dan upik akan pergi baralek. Maka upik pun ikut bersama nenek. Warna kesukaan upik adalah warna merah meski kulit berwarna hitam. Saat itu upik pun memilih baju warna merah. Baru keluar rumah teman nenekpun memuji sambil mengejek “cantik baju upik hitam” soraknya sambil menahan tawa. Upikpun langsung menangis dan tidur dijalan yang ada genangan air berwarna kuning keruh karena hujan semalam. Akhirnya nenek pun kembali pulang mengganti baju upik dengan warna pink.

Nenek selalu mengikuti kesukaan cucunya, termasuk saat memilih aksesoris rambut dan anting nenek menyerahkan pilihan kepada upik. Yang lucunya saat memilih anting imitasi yang dibelikan nenek. Upik memilih anting yang paling besar dengan permata berwarna hijau. Cocok untuk emak-emak tapi upik memilih anting tersebut. Nenekpun membelikannya meski terlihat lucu dipakai cucunya.

Untuk menyiasati cucunya nenek menjelaskan kulit berwarna hitam itu menarik. Karena ada nyanyi sihitam manis. Saat itu lagu legendaris si hitam manis pun sudah ada. Nenek menyanyikannya dengan senang hati. Di radio-radio dan televisi tetangga juga sering terdengar nyanyi “hitam manis, sihitam manis. Hati tak jemu-hati tak jemu memandang dirimu” nenek pun menambah dengan pantun “hitam-hitam kereta api, hitam-hitam banyak yang menanti” cerita beliau. Meski tidak paham tapi upik mulai merasa senang.

Untuk pemanggilan “upik hitam” oleh teman nenek pun diganti dengan panggilan “putih kuali”. Upik sangat senang sekali karena dipanggil dengan sebutan putih meski kuali pun pada prinsipnya juga berwarna hitam. Karena sering mendengar nyanyi sihitam manis upik pun tidak mempermasalahkan warna kulitnya.

Nenek sangat menyayangi upik. Bahkan untuk makan pun upik selalu disuapi oleh nenek. Perlakuan beliau mungkin melebihi seorang ibu terhadap anak bungsunya. Upik selalu dibawa kemana-mana. Nenek selalu punya program jalan-jalan setiap habis lebaran idul fitri. Upik pun selalu dibawa “raun-raun” istilah diminangkabau untuk pergi jalan-jalan bersama rombongan. Dengan mencarter mobil bersama Jemaah musholla beliau pergi mengunjungi objek wisata yang ada di Sumatera Barat. Kegiatan tersebut biasanya seharian. Kemudian kembali ke rumah. Tapi itu membuat upik bertambah wawasan dan membuka matanya untuk selalu bersemangat melihat hal-hal baru.

Saat melihat perumahan yang tertata di daerah yang sudah maju, upik pun bercerita kepada nenek jika sudah besar nanti dia akan membelikan nenek rumah yang bagus. Cita-cita itupun terwujud setelah upik berkeluarga melalui program pemerintah dan perjuangan suami upik nenek dapat memiliki rumah permanen bantuan bagi anggota veteran yang belum memiliki rumah permanen. Untuk menyempurnakannya upik dan suami juga membantu sampai rumah nenek siap huni. Saat melihat guru Sekolah Dasar dekat rumah nenek sering diperhatikan upik, diapun bercerita kepada nenek jika setelah besar nanti upik akan menjadi guru. Nenek pun menceritakan cerita cucunya kepada ibu guru di SD tersebut. Sang ibu guru pun mengaminkan. Sekarang upik pun menjadi ibu guru sesuai dengan cita-citanya dulu.

Saat berumur 6 tahun upik pun kembali berkumpul bersama keluarga besar. Karena ayah upik sudah pindah ke daerah yang lebih dekat dengan rumah. Meski berjarak sekitar 30 km dari rumah ayah upik memilih untuk berulang dari rumah setiap hari. Dengan mengendarai kendaraan bermotor ayah upik berangkat subuh pulang sore hari, karena kondisi jalan yang belum lancar.

Saat sekolah TK ini upik mulai dididik untuk berani. Dengan bekal didikan nenek yang super protektif upik menjadi tidak mandiri. Karena selalu di ejek upik pun tidak percaya diri tapi banyak yang positif yang didapatkan oleh upik. Selalu diberi kebebasan untuk memilih sehingga upik tidak pernah merasa tertekan. Lebih rajin sholat karena selalu diajak nenek ke musholla untuk sholat berjamaah. Dan nalar upik bisa berkembang dengan baik karena nenek suka bercerita.

Maka disaat guru TK bertanya “siapa yang mau tampil kedepan untuk bernyanyi?”. Dengan perasaan campur aduk, cemas, khawatir, malu dan takut. Upik hanya diam sambil menikmati detak jantungnya yang kian cepat dagdikdug bunyinya. Akhirnya ibu guru tidak kehilangan akal. Dengan senyum manis ibu heriza kembali memotifasi siswanya dengan menawarkan hadiah, “siapa yang berani tampil, nanti akan ibu kasih hadiah” teriak bu heriza.

Jantung upik semakin tidak keruan, akhirnya pancingan ibu guru mengena. Upik mengumpulkan keberanian dan langsung mengangkat tangan. Suara tepuk tangan pun bergema. Upikpun mulai menyanyi dengan semangat, hebatnya dengan penuh ekspresi dan tangan kiri kanan ikut mengiringi nyanyian pelangi-pelangi. Meski bernyayi tidak tampil sempurna karena cemas, tapi itu sudah hal yang sangat luar biasa saat seorang guru berhasil membuat siswanya mau tampil kedepan. Selesai bernyanyipun tepuk tangan kembali bergema.

Meski hari itu upik satu-satunya siswa ibu heriza yang mau tampil beliau sangat bangga. Hingga upik dewasa saat bertemu ibu heriza masih mengenalnya yang menurut beliau pemberani dan luar biasa. Sedangkan bagi upik itu perjuangan yang luar biasa untuk berani tampil. Apa yang terjadi setelah upik tampil? Upik tertidur dimejanya mungkin karena saking banyaknya energi yang dikeluarkan untuk berani tampil kedepan. Saat akan pulang ibu heriza pun membangunkan dengan belaian kasih sayang.

Bagi upik pengalaman tersebut membuat dia juga belajar untuk kembali memotifasi dirinya untuk berani tampil meski selalu tidak percaya diri. Catatan kecil bagi upik saat sudah menjadi seorang guru “ternyata peran reward/hadiah sangat penting meskipun kecil” semoga upik pun bisa mengamalkannya. Karena sudah banyak penelitian tentang reward dan punishmen karena cukup efektif untuk meningkatkan motifasi belajar.

Kondisi inipun sesuai dengan teori mendidik karangan Dorothy Law Nolte yang aslinya berjudul “ Children Learn What They Live” “Anak Belajar Dari Kehidupan”

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh keprcayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyayangi dirinya

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

BIO

Ismiati Irzain, lahir di kabupaten Sijunjung 28 oktober 1979, sumatera barat. Sijunjung terkenal dengan julukan kota “lansek manih”. Berangkat dari hobi suka membaca, menulis buku diary dan mempelajari hal-hal yang baru. Wanita ini selalu bersemangat untuk terus belajar, termasuk dibidang menulis. Meski sudah berusia 41 tahun penulis juga terus berusaha mencoba dan berbenah untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post