ISNA AINA HIDAYANTI

Guru ndeso yang berasal dari ndeso yang bangga dengan ndesonya, bercita-cita dadi guru yang bermanfaat buat sesama. Dinantikan kehadirannya, diharapkan keb...

Selengkapnya
Navigasi Web

Penjual Yang Tidak Ramah

#Tagur365_21

Penjual Yang Tidak Ramah

Sabtu ini aku berniat ke pasar. Biasanya yang ke pasar adalah ibuku. Namun, semenjak beliau sakit kegiatan ke pasar tak pernah beliau lakukan. Aku biasanya cukup memesan apa yang akan dimasak pada tukang sayur yang mangkal di perumahan. Aku tulis di WhatsApp apa saja yang aku butuhkan, siangnya dia akan mengantar ke rumah, dan uangnya aku titipkan sama ibu karena beliaulah yang ada di rumah full day.

Dua minggu sebelum lebaran, pesan belanjaan kepada Mbak sayur pun berhenti total hingga usai lebaran. Karena nyaris aku ga ada di rumah. Aku fokus menungguin ibu yang harus mondok di rumah sakit selama sepuluh hari. Sehingga untuk makan anak-anak terkadang beli. Jika harus mengolah sendiri, tentunya yang instan, seperti telur, bakso, sosis, nugget, atau apa yang instan. Sedangkan untuk buka puasa dan sahur aku di rumah sakit terkadang beli lewat online atau minta anak untuk membelikan ketika mereka bezuk ke rumah sakit. Terkadang juga ada yang baik hati memberikan aku berbuka dan sahur. Sungguh nikmati yang patut disyukuri karena berada di circle orang-orang yang berbaik hati.

Hari ini, setelah sekian lama tak menginjakkan kaki di pasar, aku berencana mau ke pasar. Rencana mau buat lauk yang awet untuk dibawa si kembar ke kostnya. Berangkat ke pasar bareng si abang ketika mengantarkan si bocil ke sekolah, aku turun tepat di depan pasar. Langsung menuju ke penjual sayuran. Entah yangaku beli harganya mahal atau tidak aku kurang tahu. Yang jelas tanpa aku tawar aku bayar sesuai harga yang disebut sam asi penjual.

Akhirnya dapatlah belanjaan satu kantong plastic besar yang berisi tahu, tempe, bayam, kool, wortel, kentang, dan cabai. Dengan menahan beban berat, aku keluar dari pasar. Inget sama pesanan si kembar untuk beli bumbu racik nasi goreng. Aku pun mampir ke salah satu toko yang ada di dalam pasar. Sayangnya, bumbu yang aku maksud habis.

Selanjutnya aku segera melangkah keluar, nanti kalau terlalu lama di dalam, bisa-bisa mata ini jelalatan. Bisa bahaya. Lantas aku segera menuju toko yang paling dekat dengan pintu keluar. Seorang ibu-ibu yang sedang menulis. Aku diam menunggu si ibu itu melihatku baru aku bilang mau beli bumbu racik nasi goreng. Anehnya di ibu itu hanya melihatku sekilas. Aku tunggu si penjual itu selesai dan melihatku. Ketika dia melayaniku, ketusnya bahasanya minta ampun. Aku bilang bumbu racik nasi goreng sudah bicara dengan sangat jelas, tapi dia ngegas. Ah, sungguh ga enak banget belanja ketemu sama penjual yang tak ramah seperti itu. Dalam hati aku pun tak mau lagi belanja di toko itu.

Jadi mengapa seringnya aku belanja di swalayan, yak arena itu, jika menemui penjual yang tak ramah dan tak segera mengambilkan apa yang kita pesan padahal gak ada pembeli lainnya. Kapok.

Purwoadi, 21 Maei 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi

21 May
Balas



search

New Post