Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web

BOLEHKAH AKU BERPOLIGAMI? (1)

Suami : Bolehkah aku berpoligami?

Istri : Mengapa? Apakah itu harus?

Suami : Jika kau setuju.

Istri : Istikharahlah dulu di rumah. dan ijinkan pula aku i'tikaf di masjid selama tiga hari.

Apa yang akan terjadi? Kemungkinan pertama, jika suami punya anak, dia akan kerepotan mengurus rumah dan anaknya. Itu akan terjadi jika segala urusan rumah dan anak dilakukan oleh istri sendiri. Si suami bisa jadi mengurungkan niatnya untuk berpolgami karena beberapa sebab dan pemikiran. Kemungkinan kedua, suami akan biasa saja karena memang sudah terbiasa mengurus bersama sang istri. Si suami bisa saja tetap bersikukuh meminta ijin istri pertama. Tapi, kembali pada istri pertama memberi ijin atau tidak. Ada beberapa kemungkinan selanjutnya, jika sang istri menerima atau tidak. KUA dan Pengadilan Agama bisa jadi pilihan berikutnya.

Mari kita sama-sama menyimak paparan berikut ini.

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Annisa:3)

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (QS. Al Ahzab:50)

Dua ayat ini yang kuingat betul dari beberapa yang ditunjukkan Bunda Heru saat kami ngobrol di teras gedung Krakatau. Kami adalah beberapa peserta TOT Sasisabu di P4TK Batu. Saat itu seharusnya yang dibahas tentang tips cerdik buat mengajak teman guru dan siswa untuk menulis. Namun, bahasan pertama adalah buku, dan bu Annisah dari Pasuruan secara gamblang menceritakan bahwa bukunya tentang Poligami yang sudah selesai ditulis dan siap dicetak. Namun proses penerbitan itu harus mandeg karena tak ada ijin dari sang kakak sebagai sumber inspirasi tulisan. Bunda Heru pun bercerita panjang lebar sambil menunjukkan bagaimana dan untuk apa sebenarnya ayat tersebut diturunkan. Cerita demi cerita akhirnya mengalir indah dan penuh makna dari Bunda Heru dan Bu Annisah. Bahkan tak sedikit kami tersenyum dan tertawa mendengar kisahnya.

Kasus pertama, sang istri sendiri yang memutuskan agar suaminya menikah lagi dengan seorang perempuan teman sekolah suaminya. Kenapa? Suaminya sedang ada proyek di kota tempat tinggal sang perempuan. Pekerjaan itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama. Kesempatan untuk bertemu meski awal hanya saling sapa, bisa jadi malapetaka. Sang suami ditakutkan jatuh hati dan terjebak dalam zina. Untuk menghindarinya, maka sang istri menyarankan sang suami menikah lagi. Penolakan dan pertentangan datang bertubi dari keluarga dan kerabat. Tapi apa jawab sang istri? “Sudahlah, aku yang menjalani. Inshaallah, ikhlas.” Kehidupan berjalan normal dan masyarakat melihat baik-baik saja. Artinya, sang istri pertama sangat menjaga kendali hubungan dengan suami dan madunya.

Kasus kedua, sang istri menyetujui si suami menikah lagi meski awalnya keberatan. Demi mempertahankan ikatan pernikahan yang bagi banyak orang sangat sakral, maka “wayuh” tetap bisa dilakukan. Kekuatan sang istri pertama adalah anak-anak dan kerabat yang mendukungnya meski tak sedikit caci yang secara tidak langsung “membodohkannya” karena memberi ijin si suami. Jawabnya apa? Sama dengan kasus pertama. “Aku yang menjalani. Inshaallah aku ridho. Jika pun ada niat tak baik, maka biarlah kukembalikan pada sang penguasa.” Tak ayal lagi, setelah beberapa tahun berlalu, harta yang dimiliki berangsur habis, kesehatan si bapak juga menurun. Namun, puncak konfliknya, si madu masih bisa bermain hati dengan ipar si suami. Ya, ipar suami yang juga sudah berkeluarga. Lalu, apa yang terjadi?

Sedekah enam puluh hari.

Aku sebenarnya belum pernah mendengar istilah ini. Tapi pernah dengar amalan serupa, tanpa jumlah tertentu. Baik dalam sholat dhuha hingga sedekah harian. Sedekah seorang istri yang tergoda oleh madu iparnya sendiri dilakukan dalam waktu enam puluh hari dengan enam puluh bungkus nasi setiap hari tanpa putus. Niatnya adalah untuk menjauhkan suami dari godaan. Aku memaknainya mirip seperti nadzar. Doa dan permintaan yang sungguh-sungguh dengan harapan terkabulnya sebuah harapan. Baik atau buruknya dari sebuah permintaan merupakan bukti bahwa Allah selalu menguji hambanya dengan berbagai cara, baik melalui keluarga, sahabat, juga harta. Singkat cerita, sang istri dari suami yang berpoligami ini akhirnya meninggal dunia. Sang suami menyusul empat puluh hari kemudian. Allah menunjukkan bahwa sesungguhnya niat buruk akan berbuah buruk pula. Sebagai kerabat yang sangat perhatian dan peduli dengan keluarga, sang tante sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diprediksi akan terjadi sepeninggal ayah atau ibunya. Sertifikat rumah tanah dan berkas pensiun almarhum/ah kakak dan ipar telah diamankan.

Kasus ketiga, kejadiannya sederhana dan lucu. Tak perlu dijabarkan panjang lebar. Intinya, sang istri mengijinkan si suami berpoligami dengan satu syarat. Mendapat ijin saja tentu si suami sudah senang. Lalu apa syaratnya? Sang istri yang mencarikan calon madu. “Ya aku yang carikan?” “Gimana orangnya?” “Ya cantik sih, tapi tetap aku yang lebih cantik, wong koyo nangka ditugel kok.” Mendengar Bunda Heru bersemangat menirukan ungkapan si istri yang juga sangat dekat dengan beliau, aku ikut tertawa sambil membayangkan wanita pilihan sang istri pertama. Seperti buah yang dipotong dua, buka dibelah lho.

Kasus terakhir, sepasang suami istri belum juga dikaruniai momongan. Sang istri pun memiliki niat untuk memberi ijin si suami untuk berpoligami. Namun, demi mendapatkan momongan, sang istri memilih sahabatnya sendiri untuk menjadi madu. Ya, kebetulan sahabatnya masih single. Lalu, apa respon sahabatnya? Marah besar. Underestimate, bahwa si sahabat tak laku. Akibatnya? Niat baik mempoligamikan suami dapat merusak persahabatan.

Kesimpulannya, kita harus introspeksi diri. Terutama bagi pasangan yang sudah berkomitmen dari awal untuk bersama-sama mencipatakan keluarga yang “samara”. Jika seorang suami ingin berpoligami, alasan apa yang dia gunakan untuk meyakinkan istri agar memberi ijin? Atau jika si perempuan sebagai istri memberi tanggapan, alasan apa yang dipilih sebagai benteng pertahanan untuk menguatkan hati dan mengijinkan suami berpoligami? Semoga alasannya bukan hanya mengikuti sunnah Nabi. (bersambung, masih ada kisah lain lagi)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Barokallah, ini tulisan yang luar biasa, mudah-mudahan itu bukan dialog yang terjadi di rumah tangga bu Isna,

14 Jan
Balas

Alhamdulillah, terimakasih. Dan ini bukan di rumah saya pak.

14 Jan

Wow seru nih Bund. Ditunggu lanjutannya

14 Jan
Balas

Siap, terima kasih Bu.

14 Jan



search

New Post