Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web

Mawar Biru: Mengais Kisah Masa Lalu

“Benar ini Hanum? Aku Dhama. Masih ingat kan? temanmu SMP,” kalimat itu terucap tiga kali kalau Hanum tak salah dengar. Hanum hanya bisa jawab iya dan iya meski kepalanya lambat loading untuk mencari tahu sebab datangnya telepon itu.

“Kasih tahu alamat kosmu ya, lusa aku jemput. Ada acara Pedang Pora di Surabaya.”

“Maaf, Angga, kamu ga salah pencet nomor nih?” Spontan Hanum masih menyebutnya Angga. Ya, Dhama Anggara, itu nama yang akrab di telinganya sejak mereka sama-sama duduk di bangku SMP. Mereka jarang bertegur sapa meski sering bertemu di kantin atau di gerbang sekolah. Hanum juga tak banyak tahu tentangnya, kecuali sikapnya yang cuek, lebih angkuh menurutnya.

“Ga salah, Num. Jika namamu Hanum, berarti aku ga salah. Nanti aku jelaskan saat ketemu. Ini aku masih sibuk bantu persiapan acara. Tolong ya. Siap-siap aja, kalo ada yang perlu kamu tanyakan, nanti sms balik ke nomor ini.”

Telpon itu seperti mimpi. Dan semudah membalik telapak tangan Hanum mengabaikannya.

Beep…beep.

Nada SMS masuk mengagetkan konsentrasi Hanum menyelesaikan artikel thesisnya.

“Cek emailmu, please.” Sebaris pesan dari nomor Angga yang belum tersimpan di kartu Hanum masuk memaksa tangannya mengalihkan cursor dan buka Yahoo Mail. Benar, ada satu pesan masuk dengan beberapa lampiran doc dan jpg.

“Masih ingat Ravita, teman sebangkumu? Dia yang banyak cerita tentang teman SMP, termasuk kamu. Tak sengaja aku ketemu dia saat aku antar ibu ke pasar saat libur dan pulang kampung tahun lalu. Sejak itu, aku berusaha mencarimu. Maaf aku tak bisa menemuimu, aku pun tak beri kabar jauh sebelumnya.

Aku bermohon kamu bersedia menemaniku di acara Pedang Pora temanku. Jujur aku tak tahu siapa yang akan aku mintai tolong selain kamu. Jika kamu ada acara lain, aku juga bermohon atur waktunya agar kamu bisa hadir di Surabaya bersamaku. Aku memilihmu, karena aku yakin kamu mau membantuku. Aku akan segera antar kamu balik ke Malang setelah acara selesai, meski sudah larut.

Sekarang Ayah dan Ibuku juga di Malang sedang menjenguk adikku yang kuliah di kedokteran UMM. Mungkin kamu juga tak tahu tentang itu. Besok saya berangkat ke Malang selepas Ashar. Kita bisa bertemu mungkin setelah Maghrib, sekalian saya kumpul dengan teman alumni di Malang yang berencana berangkat bersama. Aku mohon pengertianmu.

Oiya, dresscode acara lusa biru. Jika kamu belum siap, aku bersedia menemanimu untuk mencari atau membelinya, aku yang tanggung semua biayanya. Tolong jangan menolak meski aku tahu kamu pasti mampu. Benar kan, bu dosen?

Okay, ini ada beberapa foto persiapan acara lusa. Ada pula fotoku. Mudahan kamu masih bisa menebak seperti apa aku sekarang. Aku pun berharap tak salah panggil jika ketemu kau besok.

Sekali lagi, aku bermohon akan kesediaanmu. “

Hanum termangu, tak bisa balas apa-apa. Dia kembalikan konsentrasinya ke artikel yang tinggal edit sistematika penulisan saja. Sepuluh menit kemudian dia menyelesaikannya dan membuat salinannya dalam CD. Akan tetapi saat menutup file, email dari Angga masih bertengger di layar laptop di depannya. Hanum pasti tak menutupnya setelah membuka dan membacanya tadi. Perlahan dia geser ke lampiran jpg. Setelah beberapa detik muncul wajah yang tak asing baginya. Ya, Angga teman SMPnya dulu.

“Kalau memang sudah jodoh, kau tolak dengan cara apapun, Allah pasti akan mendekatkannya. Kamu juga, memang usiamu sudah tak muda lagi. teman sebayamu tak banyak lagi yang membujang, kecuali yang laki-laki. Jika ada yang serius ya jangan langsung diusir, beri sedikit waktu setidaknya untuk menyampaikan maksudnya. Kamu sudah S2, jika mereka melihat pangkat, derajat, mereka akan berpikir dua kali untuk mendekatimu. Yang mendekatimu tentu orang yang berani dan lebih dari serius.” Pesan ibu Hanum yang satu itu sering terngiang dan mengganggunya.

Dan memang benar, banyak teman SD dan SMPnya yang sudah berkeluarga. Setiap dia pulang berkunjung, minimal dia bertemu atau sekedar berselisih dengan temannya yang sedang momong anak di halaman. Ada juga teman yang belum lulus studi S1nya tapi memilih berkeluarga sambil tetap lanjut kuliah.

Hanum benar-benar tak bisa berpikir jernih semalaman. Hingga larut matanya sulit terpejam, bahkan saat lampu sudah dia padamkan.

“Num, ayo bareng.” Seru Angga.

“Ga, aku tunggu selesai ja.” Hanum yang kaget menolak dengan halus. Akan ada bisik-bisik tetangga jika dia mau ikut Angga yang terkenal sok itu. Apalagi Hanum, dia bukan teman dekat Angga.

“Kesorean nanti, mendung tebal sudah mau turun hujan.”

“Duluan ja.” Pak Min tukang tambal ban samping SMP tersenyum mengiyakan. Tapi Hanum masih bertahan di bangku menunggu. Angga pun melambaikan tangan. Baru selesai Pak Min menambal ban, gerimis mulai turun. Hanum tak membawa mantel. Alamat dia akan menunggu sampai hujan reda atau seragamnya basah dan besok tak bisa berangkat ke sekolah.

“Num, cepet, hujan mulai deras.” Hanum hanya melongo melihat Angga menyerahkan mantel kepadanya.

Wis ndang bali, Mbak. Mundak kewengen mangke.” Pak Min mengingatkan.

“Ayo, Num.” Hanum terbangun kaget mendengar panggilan nyaring itu. Mata Hanum hanya melihat gelap. Sayup-sayup terdengar suara orang mengaji di masjid. Tangannya bergerilya mencari saklar lampu. Dilihatnya jarum panjang jam dindingnya masih di angka 9. Tentunya belum Shubuh.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow cerita yg asyiiiik. Barakallah

18 Oct
Balas

Terimakasih ibu....

25 Oct



search

New Post