Menunggu adalah pekerjaan membosankan. Begitu orang banyak bilang. Bila tak ada hal lain yang bisa dilakukan, waktu menunggu akan habis sia-sia. Tentu hal ini bertentangan dengan kalimat bijak bahwa waktu adalah uang.

Safira, salah satu siswa di madrasah, tak sabar menunggu buku perdananya tiba. Begitu juga teman lainnya. Menulis cerita pendek bukanlah minatnya.

Safira dan teman-temannya gabung di klub bahasa Inggris di madrasahnya. Dia aktif menggunakan bahasa Inggris. Dia juga ikut kursus di luar sekolah. Klub Bahasa Inggris menjadi tempat untuk melatih kemampuan komunikasinya selain di tempat kursus.

Awalnya, Safira dan teman-teman memdapat tugas untuk kegiatan storytelling. Setiap siswa bebas memilih cerita yang mereka suka. Panjang pendeknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan menghafal mereka. Storytelling memang perlu siswa menghapal dulu, baru setelah itu merekamemahami dan menerapkan. Kesempurnaan dapat dicapai dengan praktik dan latihan.

Sama dengan kegiatan menulis. Tawaran menulis ini pun diberikan oleh guru mereka di klub bahasa Inggris. Awalnya, karena bosan praktik bercerita, miss Isna, pembimbing kegiatan menawarkan untuk menulis cerita. Singkat, Safira dan teman-teman mendapat pelatihan sederhana bagaimana mendapatkan ide, menuliskan ide menjadi cerita lalu bersama-sama menerbitkannya.

Safira dan teman-temannya sangat gembira saat memdapat kabar buku sudah selesai cetak. Hari berikutnya, Safira menanyakan kembali kapan buku itu tiba. Tak hanya Safira, teman-temannya juga.

Saat tiba buku di kota, saat buku sudah di tangan mereka, tentu rasa senang dan bangga yang akan mereka punya. Tetapi satu yang harus mereka ingat, buku itu baru awal kerja mereka.