Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web

Tak Bergambar

"Bu, kita pindah saja"

Suara parau bapak membangunkan lamunan ibu. Sejak nenek sering kambuh sakitnya, ibu semakin tak jenak beraktifitas. Tinggal nenek satu-satunya tetua keluarga ibu di Kediri.

"Anak-anak gimana pak? Semakin jauh jaraknya dari Jember. Ibu ga bisa sering jenguk mereka."

"Ga papa, Bu. Mirta sekarang kan sudah kuliah. Harus belajar mandiri, tak selalu bisa minta waktu manja ke ibu." Aku pun angkat bicara. Sekiranya pendapatku bisa diterima dan bisa meringankan kegelisahan ibu.

Amri belum tentu mau pindah. Dia terlalu banyak kegiatan yang bisa jadi alasan kuat menolak kepindahan ini. Magang di bengkel, klub vespa, touring yamaha rx hanya beberapa jadwalnya setelah lulus SMK. Bermacam barang, spare part, aneka jenis motor hilir mudik di rumah.

"Masalah Amri, biar bapak yang bicara."

"Pasti dia tak mau, Pak. Dia akan pilih pulang pergi demi ketemu nenek. Nenek juga maklum itu."

"Iya, Bapak juga tahu, Bu. Anak-anak juga harus tahu bagaimana kita harus menghargai dan menemani nenek di masa tuanya."

"Hanya caranya, Pak. Anak-anak punya cara sendiri menunjukkan sayangnya ke neneknya."

Perdebatan bapak dan ibu masih berlanjut sampai masakan untuk makan siang itu siap. Aku sendiri heran, bagaimana ibu bisa tenang berdebat sambil masak tanpa salah ambil dan masukkan takarannya dengan pas.

"Pak, Bu. Gini aja. Bila Bapak dan Ibu berkeras pindah dan temani nenek, biar Mirta nanti yang rutin pulang dan bersihkan rumah. Giliran dengan Amri. Dia harus mau karena banyak barangnya yang penuhi rumah. Nanti Mirta ajak rundingan dulu."

"Makan dulu. Isi dulu perut kita biar bisa berpikir baik." Bapak menengahi.

"Betul itu. Logika tak jalan jika logistik tak terpenuhi"

****

Percakapan itu menjadi kenangan terakhir yang terekam di memoriku. Kerasnya kemauan ibu merawat nenek menjadi jalan terindah menjemput hari indahya di surga.

Dua tahun setelah keputusan bapak dan ibu pindah ke rumah nenek, aku pun kembali ke habitatku di kampus. Meski tak lagi kuliah, sudah bisa buka usaha fotocopy sambil bantu ngajar di kampus alumni, aku selalu sempatkan tiap Sabtu pulang.

Amri juga berkutat dengan otomotifnya. Dia juga dampingi kelola usaha bapak ibu. Usaha ternak bapak dipercayakan kepada kang Pur sebelah rumah. Usaha laundry ibu juga diserahkan ke yu Win, istrinya. Bukan hanya tetangga tetapi mereka sudah seperti keluarga sendiri. Dari awal buka usaha setelah bapak pensiun dari pabrik pakan ternak di Sidoarjo, kang Pur dan yu Win yang ikut terlibat semuanya. Bahkkan saat ikut pelatihan pengawinan dan pembibitan, kang Pur yang berangkat sendiri. Kala itu nenek masuk rumah sakit mendadak.

"Mir, pulang ke rumah nenek ya. Ibu sakit." Suara bapak dari seberang telpon mendadak membuatku bergetar. Tak lama setelah itu, Amri mengirim pesan bergambar. [Mbak ini fotoku sama ibu kemarin lusa waktu ibu mau ke pasar. Aku berangkat pulang] Foto tak bergambar jelas itu seakan punya kekuatan yang menarik mata batinku. Aku terduduk lemas. Sadar, aku langsung baca Al Fatihah, kusebut nama ibu. Air mata mulai menganak sungai. Segera kuambil ransel lalu berangkat ke terminal menuju Kediri.

"Sabar, Mir. Semua seakan sudah firasat ibu, mau dekat nenek di waktu-waktu terakhirnya."

"Iya, Pak. Mirna ngerti kenapa Ibu teguh sekali pendiriannya untuk merawat nenek. Biar kami tahu bagaimana Mirna dan Amri kelak merawat Bapak. Yang pasti menemani bapak berbincang tanpa kesepian."

"Kapan kapan kita foto bareng sama bapak di peternakan Mbak. Biar kita bisa kenang senyum bapak lewat foto."

"Apa kamu sudah lupa ibumu karena tak ada fotonya yang bagus dipajang di dinding rumah?"

"Ya ga lah, Pak. Tanpa foto ibu, Amri selalu ingat semuanya."

"Kenangan itu tak tergambar di atas keetas, Pak. Semua terpatri dalam hati."

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post