Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web

TALK LESS DO MORE

Tantangan Menulis di Gurusiana Hari ke 2

"Siapa sih bagian perlengkapan? Besok sudah mulai lomba tapi ruangan belum disiapkan. Maka yang bagian lomba perempuan semua, masa angkat-angkat kursi sendiri. Bu Diah, coba lihat SKnya, mau lihat siapa-siapa aja orangnya." Teriak salah satu anggota seksi lomba eksternal. Beliau agak kesal karena merasa tidak ada teman guru dari seksi perlengkapan yang mau membantu.

Peringatan HUT sekolah di tempat Andina mengajar tahun ini sepertinya heboh. Bukan heboh acaranya karena bersamaan persiapan serangkaian ujian praktik kelas 9, tapi heboh panitianya. Entah apa yang membuat kepala sekolah memilih beberapa orang yang menurut Andina sendiri seem like to exaggerate all things. Yang pasti, dari setiap penunjukkan itu selalu ada pesan yang disampaikan. Kali ini menurut Andina sendiri pesannya cukup singkat, yaitu

"Talk less do more"

"Bukankah itu iklan rokok?" Icha teman seangkatan guru bantu di sekolah itu mengernyitkan dahi.

"Iya. Memang ga boleh dikutip untuk kasih pesan ke kita-kita? Bukankah kita sering menemukan kalimat mutiara di status orang-orang yang sebagian besar yang mengambil dari quote orang-orang besar, misalnya ulama, ilmuwan, sastrawan, bahkan enterpreuner. Sah-sah aja, yang penting kalo itu bukan kalimat sendiri atau bila tidak disadur lebih baik tulis pula sumbernya."

"Ah ribet juga kalau mau nulis sumbernya." Icha membantah.

"Itu mah plagiasi kalo ga mau jujur kalo itu kutipan. Sumbernya ya memang dari google. Sekarang kan jaman canggih, serba internet. Tapi, setidaknya dengan menulis nama yang menciptakan itu berarti menghargai karyanya, sekecil apapun." Terang Andina tak kalah tegas.

"Bolehkah hasil karyanu diakui orang lain tanpa menyebutkan bahwa pencipta pertama adalah namamu?" Icha menggeleng. Meski sudah tahu sifat Andina, terkadang Icha dibuatnya terkejut dengan ucapan-ucapannya yang cukup menohok, to the point.

"Iya dech. Lalu, bagaimana kelanjutan mereka yang persiapan lomba?"

"Biasa aja. Cuma kurang enak aja mendengar ada yang ribut karena tak ada yang bantu persiapan tadi. Kegiatan ini rutin setiap tahun. Seharusnya, meski bukan panitia di seksi lomba, setidaknya mereka pernah tahu sedikit tentang persiapan. Malu bertanya sesat di jalan, kesimpulanku begitu. Mereka merasa senior mungkin mereka malu untuk tanya ke yang lain yang sudah pernah terlibat ribetnya pelaksanaan lomba meski mereka lebih muda, bahkan masih guru honorer."

"Ihh...aku jadi merasa tersinggung nih. Aku kan masih honorer juga." Icha merendahkan suaranya, tetap dengan senyumnya yang cerah.

"Siapa yang tak kenal Icha, diminta antar surat berangkat, diminta siapkan berkas dan lainnya, siap. Bahkan rela harus balik ke sekolah malam hari karena salah ketik SK juara lomba. Loyalitas itu tak diragukan lagi. Kukira yang lain juga mengakui."

"Terima kasih, kak." Icha memang biasa memanggil Andina dengan sebutan "kakak", karena merasa akrab. Andina sendiri bisa berbaur dengan siapa saja.

"Besok, kita lihat saja seperti apa sibuknya mereka. Minta tolong kamu juga ikut bantu apa yang bisa dibantu."

"Siap, Kak."

Pengalaman adalah guru yang paling baik dalam hidup. Baik atau buruk pengalaman yang kita dapat akan memberikan pemahaman yang lebih baik, karena kita sebagai individu tidak hanya mendengar cerita, tetapi mengalami sendiri. Begitu pula dengan teman teman Andina yang terpilih dalam seksi sibuk. Dengan melakukan persiapan mulai dari awal hingga akhir pelaksanaan mereka akan belajar banyak hal. Tugas yang diberikan bukan untuk dikomentari, melainkan dilaksanakan. Berat atau ringan sebuah tugas bergantung pada pola pikir masing masing. Bila kita berpikir tugas itu ribet atau sulit, maka pada saat mengerjakan akan merasakan hal yang dipikirkannya. Namun, bila kita berpikir dan meletakkan niat yang baik saat memulai, yakin tugas itu akan terlaksana dengan baik. Mengerjakan sesuatu dalam diam pun akan lebih baik, karena konsentrasi lebih terjaga. Namun, saat bekerja diiringi dengan keluhan yakinlah rasa lelah akan cepat menyapa.

Keesokan harinya...

"Haduh...ternyata sudah siang. Sejak pagi tadi berkutat menyiapkan berkas lomba, padahal cuma duduk kok tiba tiba sudah jam sepuluh. Pantesan haus dan lapar. Istirahat dulu ah." Seloroh seorang panitia.

"Iya, padahal cuma begini saja. Kayak kurang aja waktunya." Balas yang lainnya.

Di tempat lain, Andina tak sengaja mendengar salah satu sedang komplain tentang anggaran di teras.

"Ini, anggaran lomba kurang lho. Pesertanya saja melebihi anggaran. Belum pendamping dari masing masing sekolah, ada yang dua lagi. Masa uang pendaftaran ga bisa diambil. Apa panitia ga dibelikan minum? Aku juga pesan makanan untuk mereka yang bekerja."

"Kelola anggaran sesuai posnya. Kalo untuk snack, cek dulu berapa tambahan pesertanya. Anggaran pembelian snack itu sudah dilebihkan, memang sudah diantisipasi jika membludak. Dari pos yang lain, misalnya fotocopi soal, sisanya bisa dialihkan ke pengeluaran lain yang tak terduga."

"Iya, paham, tapi untuk makan bagaimana?"

"Selama persiapan lomba itu dilaksanakan di pagi hari saat jam kerja, kita tidak perlu menyiapkan uang lembur. Lha panitia ini tidak ada honornya. Makan? Kan sudah ada uang makan selain gaji. Kalaupun mau pesan silakan, sesuaikan dengan kondisi, berapa yang perlu disiapkan. Kalo saya ga perlu, lha saya bawa bekal setiap hari. Abaikan saja." Ketua panitia menyanggah anggota sksi sibuk yang sedang komplain anggaran.

Andina yang mendengar sayup sayup perdebatan itu dalam hati pun berharap bahwa teman teman yang baru merasakan menjadi panitia paling sibuk setidaknya belajar banyak hal. Untuk melakukan sesuatu, yang perlu dipikirkan adalah kelancaran kegiatan, bukan makan. Kerja sama sangat diperlukan. Tetapi, kerja ikhlas lebih diutamakan. Yakinlah, setiap kerja ikhlas ada balasan yang senilai denga yang dilakukan. Bahkan Allah pun menjanjikan bahwa setiap perbuatan yang diniatkan kebaikan akan mendapat balasan minimal sepuluh kebaikan yang lain.

Mengeluh boleh, tetapi sewajarnya. Pimpinan memberi tugas kita pasti sudah dipertimbangkan dengan baik bahwa kita mampu. Bekerja dengan riang gembira menjadi kuncinya. Bukankah dengan tersenyum saja kita sudah menabug pahala?

Semangat berkarya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post