isnan adi

Saya bekerja sebagai pengajar di SMA Negeri 1 Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah. Selain bermusik, kegiatan yang saya sukai adalah membaca dan menulis....

Selengkapnya
Navigasi Web
Predikat Sekolah Favorit Tidak Perlu Dihapus   
Gambar: lasak.id

Predikat Sekolah Favorit Tidak Perlu Dihapus  

Akhir-akhir ini, polemik tentang sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang mendukung kebijakan ini, tapi tidak sedikit pula yang menentang. Pihak kontra merasa kebijakan ini merugikan. Di Jawa Timur, sistem PPDB ini dihentikan sementara karena protes keras masyarakat yang mendapati sistem pemeringkatan dalam sistem PPDB di wilayah mereka mengalami kekacauan. Di Jawa Tengah, Gubernur Jateng merasa kuota yang diberikan untuk siswa berprestasi terlalu kecil. Bahkan, di Indramayu, sebayak 28 murid dari satu sekolah tidak diterima oleh SMP manapun. Tidak sedikit yang menganggap bahwa PPDB online dengan sistem zonasi "belum siap". Perlu adanya penyempurnaan di berbagai sisi. Lebih ektrimnya, ada yang meminta kebijakan ini dihapuskan, tidak tanggung-tanggung Mendikbudnya pun diminta untuk turun dari jabatannya.

Zonasi Untuk Mengahapus Predikat Sekolah Favorit

Tidak bisa disangsikan, paradigma sekolah favorit melekat erat masyarakat. Setiap daerah pun pasti memiliki sekolah yang selalu menjadi incaran calon peserta didik baru. Setiap tahun pelajaran baru, calon peserta didik berbondong-bondong untuk mendaftar di sekolah yang dianggap favorit. Sekolah yang dianggap tidak favorit pun akhirnya hanya menjadi pilihan kedua. Tidak jarang, banyak sekolah yang dianggap tidak favorit kesulitan untuk mendapatkan siswa baru. Gejala tersebut juga mengakibatkan banyak sekolah tidak favorit merasa yang “dianaktirikan”.

Terlepas dari sisi teknis dalam PPDB tahun ini yang menimbulkan pro dan kontra, sebenarnya tujuan dari PPDB dengan sistem zonasi sangat bagus yaitu pemerataan pendidikan dan mengahapus predikat sekolah favorit. Dengan sistem zonasi, predikat sekolah favorit perlahan berusaha dihapuskan. Pada sitstem zonasi, calon peserta didik akan diarahkan ke sekolah yang terdekat dengan alamat rumahnya. Patokan yang digunakan adalah jarak kelurahan calon peserta didik yang bersangkutan dengan sekolah yang dituju. Dengan demikian, sirkulasi peserta didik baru akan merata di setiap sekolah.

Semua Sekolah Bisa Jadi Favorit

Sebenarnya, predikat sekolah favorit tidak perlu dihapuskan. Bahkan, semua sekolah harus memiliki predikat favorit. Selama ini, sekolah favorit identik dengan kelengkapan sarana dan prasarana, manajemen sekolah yang baik, kualitas guru yang memadai, dan lulusannya banyak diterima di perguruan tinggi negeri. Beberapa kriteria tersebut pun tidak mustahil dapat dimiliki oleh semua sekolah.

Agar semua sekolah memiliki predikat favorit, pemerintah perlu melakukan peningkatan sumber daya yang terlibat dalam bidang pendidikan. Dimulai dari yang paling mendasar yaitu pembenahan infrastruktur dan kualitas tenaga pengajar. Hal tersebut didasarkan pada realita yang ada pada dunia penididikan di Indonesia. Saat ini, masih dapat kita jumpai sekolah-sekolah "negeri" yang tidak dapat berkembang karena infrastrukturnya kurang memadai seperti bangunan sekolah yang tidak layak, sumber belajar yang tidak lengkap, atau ketidaklengkapan sarana dan prasarana yang lain.

Kualitas guru pun sangat menentukan perkembangan sebuah sekolah. Tidak jarang saya mendengar celotehan "Gurunya saja tidak pintar, bagaimana dengan muridnya?" atau "Buat apa kerja keras? “gaji guru” sedikit, untuk hidup sehari-hari saja sulit." Mana mungkin sekolah akan berkembang jika sumber dayanya tidak memadai? Pemerintah mungkin menyadari hal tersebut, namun upaya yang telah dilakukan selama ini dirasa kurang maksimal.

Menilik beberapa fenomena tersebut, fokus utama pemerintah saat ini seharusnya adalah melakukan pemerataan infrastruktur, pemerataan kualitas, dan pemerataan hak guru agar setiap sekolah dapat berkembang dan menjadi sekolah favorit. Perkembangan sebuah sekolah pasti akan diketahui oleh masyarakat. Paradigma masyarakat pun akan berubah sendirinya tanpa "dipaksa". Tidak ada lagi paradigma sekolah favorit dan tidak favorit, tapi semuas sekolah adalah favorit. Barangkali sebuah PR yang berat mengingat persoalan yang dihadapi negeri ini begitu kompleks. Akan tetapi, jika semua pihak yang terkait memiliki komitmen yang kuat pasti akan terwujud.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yang favorit tetap menjadi serbuan. Sepertinya sekolahku belum menjadi favorit. Salam literasi.

03 Jul
Balas

Iya. Di daerah saya pun demikian. Yang "favorit" sudah terlanjur "favorit", yang belum "favorit" jalan di tempat. Salam literasi.

03 Jul



search

New Post