Dapat menulis naskah bagi seorang guru yang disibukkan dengan kegiatan penunjang. Sunguh amatlah istimewa. Bagaimana tidak seharian di sekolah bersama peserta didik. Kegiatan belajar mengajar seharian, menerapkan pembiasaan, menanamkan karakter kebaikan, tangung jawab yang besar dan bukan pekerjaan sambilan. Tingkah polah peserta didik yang unik, yang menggemaskan, yang menjengkelkan dan yang yang jelas mereka adalah titipan orang tuanya sebagi anak yang membanggakan.

Sore sampai rumah tentulah sudah disambut dengan pekerjaan membereskan rumah. Jarangkan guru mempunyai asisten rumah tangga. Emang gajinya cukup buat gaji asisiten (curhat nih). Dari masuk rumah bisa jadi tas masih disandang, tangan sudah bergerilya menyingkirkan sampah, atau pot bunga yang letaknya berubah. Luar biasa. Anak merengek lauknya habis, mainan rusak, adalah suara merdu tiap hari di rumah.

Bagaimana guru mau menulis kata, kalimat, apalagi buku. Sepertinya hanya cita-cita yang ntah kapan bisa terlaksana. Seperti menunggu jatah keberangkatan haji yang belum kunjung tiba. Mana lebih pasti ?. kesempatan sangat mahal. Masih lagi guru dituntut dengan ujian ini itu. Nah ini kapan pula mau baca buku. Bukankah mau menulis juga harus rajin baca buku? Bagaimana cara memulai, hah… susahkah, susah kan ?. kita balik pertanyaannya “susahkan ?”, “susahkah”.

Kujawab,”bukan susah, waktu yang sempit…tidak susah, kita manfaatkan waktu yang sempit, sebisanya, sejadinya.

Menulis buku, (boro-boro), menulis naskah, artikel tentu saja menjadi barang atau kesempatan yang mahal. Kapan lagi,com. Kata seorang kawan. Pulang mengajar sudah lungkrah badannya, ditambah malam lembur pekerjaan rutin rumah tangga. Dari menyuci baju sampai setrika. Memasak dari ceplok telur sampai rendang. Belum lagi isi kulkas yang segera minta diisi. Semua wajib. WAJIB dikerjakan. Urusan tidur? itu lupa, lupa ketiduran di sofa jadilah. Itulah rizeki istirahat. Belum lagi masih menerima telepon dari wali murid yang tidak pernah sempat ke sekolah. Masih bagus kalau bukan komplain, tapi menanyakan kegiatan atau perkembangan anaknya. Luar biasa.

Terus kapan guru menulisnya ?

Sekarang!

Tulislah apa yang ada di benakmu.tulis saja.

Layak baca ?

Malu ah!

Layak, baca sendiri saat ada waktu longgar. Saat ada kesempatan.sambil minum teh atau kopi. Jangan lupa bawa pena atau pensil. Nanti akan senyum-senyum sendiri saat baca tulisan sendiri. Disinalah peran kedua, menjadi editor tulisan sendiri, mana kata yang layak, mana kalimat yang tak berkenan, mana kalimat atau kata yang tidak nyambung. Buang, susun lagi, pindah edit sana, edit susun pindah sini. Merevisi tulisan sendiri. Haha..

Jadi pendek dong tulisannya kalau ada kata, kalimat dibuang ?

Ah, biar saja, yang penting tulisan kita singkat, padat, sidet, semox, sintal bahenol kayak artis india. Daripada panjang-lebar menggelambir sana-sini, heheh…akan membosankan yang membaca. Iya kan ?

Jadi bagaimana manjangin tulisannya ?

Ya… nulis lagi, baca lagi, edit lagi, revisi lagi, susun lagi. Begitu seterusnya. Ada ide mau menulis apa?

Banyak siiih, tapi pertamanya susah mau nulis apa?

Nah itu dia…, tulislah apa yang kau pikirkan, yang kau lihat, mengapa halnya, kapan kejadiannya, di mana adanya, siapa yang terlibat dan bagaimana kisahnya.

Nah itu kuncinya…

Tul…betul. Yok mulai. Bismillaah.

………………………………………belajarlagi, sept 2017……………………

Salam buat pak nasiruddin, guru jurnalistik smam muntilan, free land Koran masa kini di jamannya. Semoga sehat selalu.