Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web

Membaca Kehadiran Perempuan Kedua dalam AIR MATA KENANGA Karya Endang Dwi Haryanti

Apa yang terlintas dalam benak saat membaca judul sebuah novel, Air Mata Kenanga? Kata air mata selalu membawa imajinasi kita pada sederet penderitaan entah karena kemiskinan, pengkhianatan, atau peperangan. Kenanga adalah bunga. Bisa membawa imajinasi kita pada perempuan cantik dan menarik. Kenapa? Karena kenanga adalah bunga yang wanginya khas. Karena tak salah pula bila Anda pun membayangkan ada aroma-aroma mistik terkait dengan frasa Air Mata Kenanga.

Novel cinta bersegi-segi ini, hehehe karena menceritakan kisah cinta tokoh utamanya yang berliku-liku, membuat saya tidak menyebutnya sebagai cinta segit tiga. Sepertinya, dalam dunia novel para penulis Media Guru Indonesia, kisah cinta segi tiga tak lagi rumit. Yang rumit dan bikin julid, eh salah, bikin pembaca gemes, ikut mewek, bahkan terkadang meweknya berseri. Kisah cinta dalam novel ini tak berbentuk. Ya, tak berbentuk karena gak jelas segi berapa. Apa memang begitu ya realita kehidupan cinta di era digital ini? Entahlah.

Nah, balik ke novel Air Mata Kenanga. Dilihat dari judulnya saja Anda pasti sudah menebak bahwa ini novel cinta yang bakal memeras air mata. Soal endingnya, happy, sad, atau open, saya tak hendak membocorkannya pada Anda. Silakan baca sendiri. Nikmati perih getirnya Kenanga, tokoh utamanya, bila perlu siapkan sebungkus tisu untuk mengelap air mata Anda.

Kenanga cantik, tentu khas stereo type novel-novel Indonesia, yang mengusung kisah cinta sedih tokoh utamanya. Namun kecantikan wajahnya tidak secantik kisah cintanya. Ia menjadi korban perkosaan hingga tumbuh janin dalam rahimnya. Bukan hanya ayah biologis si janin yang membuat nasibnya seperti pabrik air mata, si janin pun kelak menjadi penyuplai air matanya. Tragis. Saya tak sanggup membayangkan bila kisah ini benar-benar ada dalam kehidupan.

Ada satu bagian yang sangat menggelitik dalam novel ini yang saya suka. Kesediaan Kenanga melepas orang yang dicintainya pada perempuan lain. Bayangkan, di tengah maraknya berita bahkan video tentang keheroikan para istri melabrak dan memberi 'pelajaran' fisik dan sosial pada para pelakor, kok ya masih ada, perempuan (baca penulis) yang memilih mengalah.

Kita coba melihat, mengapa perempuan 'mengalah' dalam artian bersedia melepaskan lelaki yang dicintainya pada perempuan lain. Ada banyak kemungkinan bila hal ini terjadi.

Pertama, karena ia sudah kehilangan kepercayaan pada lelakinya. Baginya, sekali seseorang berbohong, berkhianat, selamanya tidak bisa dipercaya. Dalam masyarakat Jawa, laki-laki yang suka main perempuan bahkan dituduh "ritong", marine lek wes digotong. Sembuhnya perilakunya yang menyimpang ini baru akan terjadi saat mayatnya digotong dengan keranda. Kematian. Membayangkan akan mengalami luka yang sama di masa depan, ia sudah tak sanggup. Lebih baik berpisah. Jadi, melepaskan lelaki yang telah mengkhianatinya, membagi cinta pada perempuan lain. Meski rasional, tetapi tetap saja sisi emosi lebih mendominasi. Bentuk cinta sejatikah? Mungkin. Saat putusan ini diambil, ia tak peduli siapa yang memulai, siapa yang menggoda. Baginya, saat pengkhianatan terjadi keduanya bersalah. tak mungkin ada aksi tanpa reaksi. Bila tidak ada reaksi, aksi pun takkan berarti.

Kedua, melepas berarti mencintai. Perempuan atau laki-laki yang melepas pasangannya pada orang lain, tidak serta merta dapat diartikan tidak mencintai lagi. Terkadang, langkah itu ia ambil karena ia tak tega melihat pasangannya hidup menderita dengan dirinya (yang ternyata bukan orang yang dicintai pasangannya). Bukankah seseorang yang mencintai adalah orang yang rela melakukan apa saja agar orang yang dicintainya bahagia. Jangan terbalik. Mereka yang ingin memiliki, hidup bersama dengan orang yang dicintai tidak selalu memiliki cinta sejati saat .... Saat ia hanya mengutamakan kebahagiaan dirinya. Saat baginya kebahagiaan itu membuat pasangannya menderita. Bila pasangan kita harus hidup menderita karena hidup bersama dengan orang yang tidak dicintai; tersiksa batinnya karena tak bisa memiliki dan hidup bersama dengan orang lain yang dia cintai; saat itulah cinta sejati Anda diuji. Mempertahakan dia tetap di sisi Anda dan berarti si dia akan terus menderita? Saya meragukan cinta sejati Anda. Namun, jangan khawatir dulu, masih ada harapan. Bukankah tresno jalaran saka kulina? Bukankah cinta dapat hadir karena biasa. Biasa kita perlakukan dengan baik, biasa kita buat selalu bahagia, biasa kita sediakan diri kita menjadi sosok yang selalu siap sedia setiap saat untuknya. Bayangkan, hati mana yang takkan terkiwir-kiwir bila Anda menemukan sosok seperti ini? Hati siapa pun pasti rontoklah! Apalagi, faktanya dalam kehidupan rumah tangga, cinta itu wujud dan rasanya tak lagi sama dengan cinta asmara sepasang remaja. Ada banyak elemennya, termasuk tanggung jawab dan ketercukupan materi.

Jangan bicara soal matre. Gak haram kok. Buktinya, Nabi Muhammad pun memasukkan masalah harta sebagai salah satu hal yang dapat dijadikan dasar pemilihan calon istri. Pernah kan baca hadis Nabi Muhammad saw berikut.

"Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung, (HR Bukhari).

Nah, gak haram kan menikahi wanita karena kekayaan, kecantikan, atau keluarganya, (tentu juga berlaku bagi perempuan dalam memilih suami)? Saran saya sih, cari yang memiliki keempatnya. Minta saja pada Allah. Jangan minta tolong pada Mak Comblang.

Kalau tidak mau melepas pasangan yang tak mencintai Anda, yakin Anda akan bahagia hanya memiliki fisik tanpa hati? Wwkwkwkw ... apa gak lebih baik beli boneka aja?

Ketiga, melepas karena yakin masih ada yang lain di luar sana yang mencintai dan dapat membahagiakannya. Ya, perempuan optimis, yang tak mau lagi disakiti, yang yakin kebahagiaannya 'tidak semata tergantung pada pasangannya (yang kebetulan tidak setia),' akan dengan percaya diri memilih untuk berpisah. Baginya, hidup bersama dengan pasangan tak setia hanya akan membuatnya sakit hati. harga dirinya yang tinggi membuatnya tak bisa menerima. Ia percaya diri. Ia percaya masih ada orang lain yang disediakan Tuhan untuk kehidupannya di masa mendatang. Lebih baik memulai dengan yang baru, daripada menyongsong hari depan penuh ketidakpastian.

Salahkah? Egoiskah? Tentu tidak, Dalam Islam, Allah pun menghalalkan perceraian, meskipun membencinya. Karenanya, perceraian berarti 'masa berjodohnya mereka; sudah habis. Takdirnya berhenti sampai di situ.

Keempat, tara...! Saya tak hendak membagikannya pada Anda. Anda harus baca Air Mata Kenanga dan menemukan sendiri jawabannya kenapa perempuan 'terpaksa' bersedia melepas pasangannya.

Btw, ada satu 'rahasia' besar yang sengaja saya bocorkan kecil pada pembaca. Penulis novel ini, Ibu Endang Dwi Haryanti, seorang Pengawas Madrasah di Kemenag Jakarta, harus menghadapi pisau bedah editing saya. Beliau, termasuk beberapa di antara penulis keren yang mampu menulis novel dengan jumlah halaman yang lumayan tebal sebagai seorang penulis pemula, terutama dibandingkan penulis Media Guru lainnya. Bagi saya, novel terbitan Media Guru di atas 200 halaman cetak buku itu luar biasa. Termasuk napas panjang. Artinya, daya imajinasi penulisnya cukup luas.

Namuuun, eh tulis enggak ya. Bentar, ada suara tokek enggak? Yaaah, karena tokeknya enggak bersuara, saya yang 'iya' bersuara. Ya, seperti juga beberapa penulis novel keren di MG, sebut saja MBak Lili Arliza dengan novel SESAL dan Pak Lisata dengan novel "Menyemai Cinta Korona", mereka terjebak di lubang yang sama. Padahal tidak ada yang menjebak maupun menggali lubang. Ya, keinginan mereka menulis novel yang romantis dan memikat pembaca, kadang merusak bangunan indah dan bernilai dalam novelnya. Apa itu? Adegan vulgar. meskipun sedikit, ketiga penulis di atas agaknya sedikit tersesat pada adegan vulgar pada beberapa bagian cerita saat tokohnya sedang menjalani takdirnya: menikmati kebahagiaan cinta bersama pasangannya. Offcourse, tidak sangat-sangat vulgar seperti naskah nonislami.

Saat menemukan bagian itu, hal yang pertama saya mengajukan pertanyaan pada penulisnya: yakin gak malu menampilkan adegan kayak gitu? atau yakin, novel islaminya yang keren bakal rusak dengan adegan itu? Adegan mesra suami istri itu tak harus digambarkan dengan vulgar, dengan adegan yang mampu membangkitkan syahwat pembacanya.

Lalu bagaimana caranya agar adegan yang konon merupakan bagian integratif (hehehe) dari keseluruhan isi cerita itu dipertahankan. Jelas ada caranya, yang pasti, tidak vulgar. Bermain diksi. Kalau saja, kalau saja ... novel yang ditulisnya tidak mengangkat moralitas Islam di dalamnya, apalagi latarnya juga banyak yang khas Islam, ya monggolah. Akhirnya, demikianlah Air Mata Kenanga hadir di tangan pembacanya tak hanya menghibur, mengiris hari, tetapi juga 'meninggalkan makna' bagi pembacanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap novelnya plus ada ulasan dari sang editor

27 Aug
Balas

Alhamdulillah, sangat banyak ilmu yang saya dapatkan setelah diedit oleh Bunda. Next, ga lagi Bunda....Maaaf dan Ampuuun .

22 Aug
Balas

Hahahaha iyaaaaaa. Ingaaaaaaaat, tanda bacanya dibenahi juga. Jangan bikin mata tua saya kelelahan mengedit tanda baca dialogmu yang masih belepotan.

22 Aug

Alhamdulillah ....akhirnya keluar juga ulasan yang saya tunggu tunggu . Terimakasih bu Isti ulasan untuk novel ketiga saya "Airmata Kenanga". novel yang sempat di bredel sebagian karena adegan yang sedikit syur .... haha. Ulasan novel ini sarat dengan ilmu, banyak yang bisa saya pelajari. Sekali lagi terimakasih sudah menjadi guru saya dalam menulis. Ketiga novel saya mendapat sentuhan dingin tangan bu Isti. "Tahajud Rinduku" judul pemberian bu Isti, "Mutiara di Padang Gersang sinopsisnya editan bu Isti dan "Airmata Kenanga "ini adalah hasil editan bu Isti ....semoga saya bisa terus belajar dari penulis yang multi talent ini ....sukses terus untuk bu Istiqomah Almaky .... Bravo ....

22 Aug
Balas

Silakan dishare Bun untuk bahan promo

22 Aug

Kereeem ulasannya, Bunda Isti. Seperti sy sudah membaca novelnya. Sukses selalu, Bunda. Salam literasi

22 Aug
Balas

Salam literasi balik. Bener kan novel itu keren? hehehe

22 Aug

Ulasan yg kereen

22 Aug
Balas

Siap Ibu. Saya menunggu kiriman buku teman2 yang siap saya bedah

22 Aug

Mantap sekali ulasannya...sebagai promo plus menarik simpatik untuk melirik buku... terima kasih sudah berbagi ilmu dan cerita.. salam semangat.

26 Aug
Balas

Mantap, ada beberapa poin yang menjadi pembelajaran untuk saya pribadi..bagaimana resensi buku novel juga ditulis. Air mata Kenanga, .terkadang judul tidak mewakili isi, pastilah sad ending, ..luar biasa..trimakasih

26 Aug
Balas

Salut bunda

30 Sep
Balas

Keren bunda...sukses tuk kelas menulis novel nanti..

27 Aug
Balas



search

New Post