Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membuat Narasi dalam Naskah Fiksi (Novel dan Cerpen) (Satu lagi trik membuat tulisan menja
Trik Menulis Novel dan Cerpen

Membuat Narasi dalam Naskah Fiksi (Novel dan Cerpen) (Satu lagi trik membuat tulisan menja

Narasi dalam Cerita Fiksi

Tulisan saya tentang cara membuat tulisan jadi kriuk sejatinya termasuk salah satu trik menulis cerita fiksi seperti cerpen dan novel. Meski sebenarnya dapat juga digunakan dalam penulisan memoar. Dalam tulisan kali ini saya akan menuliskan tentang pentingnya variasi antara narasi, aksi, dan dialog agar tulisan fiksi yang kita buat makin kriuk.

Beberapa teman penulis pemula ada yang menulis memoar, cerpen, dan novel nyaris berisi narasi semua. Dialognya sangat minim. Bisa dihitung dengan jari. Satu buku hanya berisi narasi itu sangat melelahkan pembacanya. Membosankan. Pembaca jadi seolah-olah didongengi, diceramahi. Ada juga yang naskahnya terlalu banyak dialog. Minim narasi. Tak ada variasi aksi di antara dialog-dialognya.

Narasi adalah salah satu cara penulis menyampaikan isi cerita kepada pembaca selain aksi dan dialog. Melalui narasi pembaca dapat mengetahui seting tempat, peristiwa, pikiran tokoh, renungan-renungan tokoh (kontemplasi), dan flashback cerita sehingga pembaca dapat lebih memahami alur cerita dan dapat menikmatinya. Aksi berupa tindakan fisik yang dilakukan tokoh. Contohnya, Ia berjalan sambil sesekali bersiul-siul ringan. Untuk dialog, pasti pembaca sudah tahu. Karena dituliskan dalam bentuk kalimat langsung.

Narasi dengan Penggambaran Seting

Tokoh : suami dan istri

Tempat : taman

Peristiwa : istri lupa membawa kantung belanjaan

Waktu : siang hari

“Ya ampun, belanjaannya tertinggal, Mas.”

Jerit kecil Laila menghentikan langkah Bram.

“Kau selalu begitu. Biar kuambil. Tunggu di sana!” kata Bram sambil menunjuk sebuah bangku di bawah pohon tabebuya. Persis di pojok taman kota, tempat mereka berhenti saat itu.

Laila menunduk. Ada perasaan bersalah yang tak bisa ia sembunyikan. Ia biarkan suaminya segera berlalu menuju supermarket tempat mereka tadi berdua belanja. Tidak terlalu jauh memang. Hanya enam ratusan meter.

Tapi udara panas siang itu cukup menyengat. Tak banyak orang berkunjung di taman saat siang hari di musim panas. Beberapa pohon meranggas. Daun-daun kering melayang berjatuhan. Angin yang panas dan kencang menerbangkan debu-debu dan daun kering.

Hanya sesekali orang lewat dengan berjalan bergegas. Seolah ingin segera mencari tempat berteduh.

Sepasang laki-laki perempuan tua berhenti sejenak di dekat Laila. Keduanya menatap Laila sejenak. Laila tersenyum.

“Boleh kami duduk?” Tanya sang istri.

Wajah perempuan itu memerah. Panas matahari yang menyengat benar-benar membuat kulitnya terbakar. Topi bulat lebar yang ia pakai seolah tak mampu menahan sengatan panas matahari. Sang suami menuntun istrinya dengan lembut.

“Silakan,” kata Laila sambil bergeser.

Dari jauh ia melihat suaminya telah membawa dua kantung belanjaan. Ia segera berdiri dan melambaikan tangan kea rah suaminya.

Narasi dengan Kontemplasi (Perenungan)

Seringkali para penulis pemula hanya menuliskan apa-apa yang tampak dan terdengar. Padahal para tokoh dalam ceritanya, seperti juga manusia dalam kehidupan sesungguhnya, pasti dalam benaknya banyak lintasan-lintasan pikiran. Biasanya berupa perenungan atas peristiwa yang sedang atau telah terjadi.

Tokoh : aku dan bapak

Seting tempat: kamar

Seting suasana: sedih, ibunya sedang sakit

Ayah menyentuh telapak kaki ibu. Wajahnya tampak sudah pasrah dengan kondisi ibu yang semakin lemah.

“Bimbing ibumu, Nak,” seru ayah padaku. “Kaki ibu sudah dingin.”

Sambil menahan air mata, kubisikkan kalimat thayyibah di telinga ibu.

“La ilaha illallah.”

Tiba-tiba ibu mengangkat tangannya pelan. Ia letakkan jari tangannya di bibirnya seolah mengatakan pada kami agar tidak bersuaara.

Kulihat bibir ibu terus mengucap kalimat thyayibah. Tanpa suara. Tetapi aku dapat melihat dengan jelas gerakan bibir dan lidahnya. Sama persis seperti apa yang ia lakukan setiap hari saat ibu akan berangkat tidur. Ibu nyaris tak pernah berhenti berzikir sebelum benar-benar lelap dalam tidurnya.

Aku terus melafalkan kalimat thayyibah dengan lirih. Ya Allah, bimbing hati dan lisan ibuku agar terus melafalkan kalimat thayyibah. Jauh di dalam hatiku, aku tak hanya berdoa, aku yakin ibu akan meninggal dengan khusnul khatimah. Semoga ibu akan terus ‘ingat’ kepada Allah di detik-detik kehidupannya. Ibu, perempuan sederhana yang selalu menjalankan ajaran thariqat yang ia ikuti, memang seorang ahli zikir. Bibirnya nyaris tak pernah lepas dari kalimat thayyibah. Apalagi bila menjelang tidur.

“Nduk, Ibu sudah pulang,” bisik bapak mengagetkanku.

Air mataku tumpah. Tak bisa kutahan lagi.

“Jangan menangis. Insyaallah ibu khusnul khatimah,” kata bapak sambil memeluk pundakku.

Aku tak memedulikan lagi kata-kata bapak. Kupeluk ibu sambil menahan agar air mataku tak menetes. Ya Allah, telah Engkau ambil kembali perempuan mulia di hadapanku ini. Aku yakin ia khusnul khatimah. Aku masih melihat bibir ibu bergerak-gerak dan terdengar kata 'Allah', meski lirih. Semoga Allah benar-benar mewafatkan ibuku dengan khusnul khatimah. Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘la ilaha illallah’, maka dia akan masuk surge.” (HR. Abu Dawud)

Narasi dengan Flashback

Flashback atau menggambarkan masa lalu juga dapat digunakan untuk menggambarkan narasi dengan baik. Flash back membantu pembaca memahami ‘benang merah’ cerita yang terjadi, akan terjadi, dengan yang sudah terjadi di masa lampau, tetapi belum terceritakan sebelumnya. Gaya penceritaan seperti ini membuat cerita lebih menarik daripada menceritakan peristiwa secara urut waktu semua. Bukankah dalam kehidupan, seringkali pikiran kita atau saat kita bercerita, selalu akan kita munculkan peritiwa masa lalu?

“Lian?” Sebuah suara mengagetkanku dari belakang.

“Iya, siapa ya?” tanyaku pada sosok pri gagak berpakaian mewah yang dengan sok akrab memeluk pundakku dari belakang.

Ada rasa risih menghinggapi benakku. Meski ini suasana reuni, tapi tak pantas juga bila ada pria yang bersikap terlalu akrab padaku.

“Ya ampun Lian, ini aku. Dave! Kau lupa?”

“Dave? Kau Dave?”

Sungguh-sungguh aku tak percaya bahwa pria di hadapanku ini Dave. Teman sebangkuku selama duduk di bangku SMP. Bagaimana mungkin cowok culun, kurus, berkulit kusam yang pemalu itu tiba-tiba menjelma menjadi pria gagah dan memikat seperti ini?

“Kau tak percaya? Butuh lihat KTP-ku?”

Aku tersenyum lebar. Sedikit malu. Bagaimana mungkin aku dapat melupakan senyum dan gigi taring kirinya yang gingsul itu? Benar-benar berbeda 180 derajat.

“Duduk di sana yuk,” ajak Dave. Lagi-lagi dengan tanpa risih ia membimbingku. Ia meraih tanganku dan mengajakku berjalan ke kursi kosong. Melewati beberapa teman yang berulang kali menyapa dan melempar senyum.

“Hai-hai, CLBK nih ye,” goda Bastian sambil tersenyum jenaka pada kami berdua.

Pikiranku melayang pada kejadian 12 tahun yang lalu. Saat Dave dituduh mencuri uang Andrean. Uang iuran untuk kegiatan karya wisata. Tak ada satu pun yang membela Dave yang miskin dan dekil. Saat itu sekolah akan mengadakan karya wisata. Semua harus membayar sejumlah uang. Sebelumnya, dalam rapat kelas di awal tahun Dave memang sempat bertanya apa ia boleh absen, tidak mengikuti kegiatan tersebut. Baginya, biayanya terlalu besar. Orang tuanya tak akan mampu membayarnya. Maka ketika pagi itu tersiar kabar Dave telah melunasi biaya karyawisata dan Andrean kehilangan uangnya, tuduhan itu jatuh pada Dave. Bahkan, para guru pun mempercayai laporan Andren dan teman-temannya. Aku tak percaya Dave melakukan itu. Aku tahu persis ia anak yang sangat taat beribadah. Setiap Minggu ia selalu ke gereja. Beda dengan sebagian kami yang lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermain-main di taman atau bermalas-malasan di rumah.

Saat kutanyakan kebenaran tuduhan itu, Dave menatapku dengan pandangan sayu.

“Semua itu tidak benar, kan Dave?”

“Hanya kau sahabatku,” jawabnya dengan suara lembut.

Aku hanya dapat menggenggam tangannya. Berharap ia kuat menghadapi semua itu.

“Aku harus merelakan hasil kerjaku dua bulan ini dan gagal ikut karya wisata,” bisik Dave mencoba tegar.

“Jadi? Bukan kamu kan pelakunya?”

“Aku masih tetap Dave yang dulu. Dave sahabatmu ini tak mungkin melakukan tindakan sehina itu,” katanya sambil menggenggam erat tanganku.

Thak! Kakiku tersandung. Karena asik melamun, aku tak melihat ada tanjakan kecil di depanku. Beruntung dave dengan sigap memegangi tanganku. Kalau tidak, mungkin aku sudah terjerembab. High heel dan panjang gaun yang kupakai cukup merepotkanku. Ditambah pikiranku yang jauh melayang ke masa lalu benar-benar membuatku ceroboh.

“Jangan melamun ya. Nanti saja usai acara,” bisik Dave sambil mengerling padaku.

Nah itu dulu ya. Besok kita lanjut dengan bagaimana membuat aksi!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Makasiiiih Bunda. Luv u full. Hehehe..

24 Jan
Balas

Matursuwun..Bu

24 Jan
Balas

Terima kasih, Bunda. Semoga bisa...

24 Jan
Balas

keren.... terimakasih iilmunya..

24 Jan
Balas

Bun...pesen buku ini...

24 Jan
Balas

February yaaa

24 Jan

Barakallah bunda Istiqomah, selalu keren ilmunya. Jazakillah Khoiron katsir

24 Jan
Balas

Hebriing bu istiii..Kapan dibukukan ? Sy pesan ya

24 Jan
Balas

Sabaaar yaaa. Insyaallah segera dengan tambahan detail lainnya

24 Jan

Terima kasih ilmunya Bunda. Sangat bermanfaat. Apalagi saya masih penulis pemula.

24 Jan
Balas

Ilmu yang sangat bermanfaat. Terima kasih Bunda Istiqomah. Ditunggu novelnya ya .. Sukses selalu Bunda. Barakallah

24 Jan
Balas

Harus dipraktikkan nih, ilmunya. Barrakallah.

24 Jan
Balas

Saya masih belajar

24 Jan
Balas

Alhamdulillah trimakasih Sharing Ilmunya semoga selalu barokh Bunda Isti...

25 Jan
Balas

Terimakasih ilmunya Bunda, sangat bermanfaat. Barakallah...

24 Jan
Balas

Makasih sharenya Bunda, semoga bisa menulis kriuk

24 Jan
Balas

Terimakasih bu...Insya Allah..bismillah dibuku saya selanjutnya.Barokallah fiik

24 Jan
Balas

Terima kasih atas ilmunya, Bu.

24 Jan
Balas

Wah, keren, bun. Terima kasih untuk ilmunya. Barakallah

25 Jan
Balas

Keren Bund dan selalu bertambah ilmu setiap membaca tulisan Bunda. Sukses selalu ya Bund.

24 Jan
Balas

Bun... baru aku baru tahuTerimakasih buanyak bun

24 Jan
Balas

Alhamdulillah

24 Jan

Wuihhh... Senangnya dapat ilmu gratis dr sang mentor.. Mksh pencerahannya bu isti.

24 Jan
Balas

Makasih bu isti. Sangat bermanfaat krn saya sedang senang2nya menulis skr.

24 Jan
Balas

Keren sekali Bi ,variasi antara narasi,dialog dan aksi.

24 Jan
Balas

Terima kasih bu Isti, sangat membantu sy sebagai penulis pemula.Barakallah

24 Jan
Balas

Makasih Bu atas ilmunya..

24 Jan
Balas

Terimakasih Bunda ilmunya, luar biasa keren dan inspiratif

24 Jan
Balas

Alhamdulillah....mksh infonya bunda Isti....

24 Jan
Balas

Terima kasih bu isti, saya sedang menulis novel,jadi sangat membantu.

24 Jan
Balas

Selamat mencoba.

24 Jan

Terima kasih ibu...semog saja untuk tulisan berikutnya lebih baik

24 Jan
Balas

Kereeen abiiiizzz

24 Jan
Balas

Kereeen

24 Jan
Balas

Selamat mencoba

24 Jan

Terimakasih bunda atas pencerahannya!

24 Jan
Balas

Terimakasih bunda Isti tuk ilmunya,harus langsung praktek nih supaya nempel

24 Jan
Balas

Terima kasih ibu. Ilmunya sangat bermanfaat.

24 Jan
Balas

Keren bunda Istiqomah Ilmunya , tentu sangat bermanfaat.Terima kasih bun triknya. Menambah wawasan untuk kami.

24 Jan
Balas



search

New Post