Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web
SAFIR CINTA (Part 1)

SAFIR CINTA (Part 1)

(Secara bersambung, insyaallah saya akan mengunggah naskah nvel saya SAFIR CINTA yang terbit tahun 2012 lalu.)

 

 

Prolog

 

 

Faradina masih melihat-lihat daftar tamu yang datang ketika sepasang tangan lembut menyentuh pundaknya. Sesosok wajah cantik yang menyapanya sambil melempar senyum manis membuatnya terpaksa mengakui bahwa perempuan yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya itu tidak hanya cantik, tetapi sangat memesona.  

Faradina membalas senyuman itu dan menerima uluran tangannya saat perempuan cantik itu menyapa dan mengajaknya bersalaman.

“Apa kabarmu, Dina? Selamat kamu telah jadi penulis hebat!” kata perempuan cantik itu sambil mengulurkan tangan.

Faradina, penulis buku motivasi yang hari ini sedang menggelar launching buku keduanya itu menatap perempuan cantik itu bingung. Ia tak percaya masih mampu mengenali tamu istimewanya itu, seperti sebagian besar teman-teman masa lalunya.

“Terima kasih, tapi… Mbak siapa, ya? Saya lupa nama Mbak.”

Perempuan cantik itu tersenyum. Faradina segera membetulkan kacamatanya yang sebenarnya tidak melorot, sekedar untuk menghilangkan perasaan gugup.

“Aku Reysa, Mbak. Masih ingat?”

“Reysa dari SMA 1?”

Perempuan cantik yang mengaku bernama Reysa itu mengangguk. Sebalinya, Faradina sedikit terkejut mendengar pernyataan Reysa yang menunjukkan bahwa tamunya itu masih mengingat namanya.

“Sudah kuduga kau pasti lupa. Aku bukan siapa-siapa...”

Faradina atau biasa dipanggil Dina mengenal Reysa waktu sama-sama menjadi peserta OSN (Olimpiade Sains nasional) SMA tingkat provinsi. Itu sudah hampir 7 tahun yang lalu. Dina masih  ingat ketika Reysa….

“Reysa... Reysa yang...”

Reysa mengangguk dan Dina tak jadi meneruskan kalimatnya. Reysa mengulurkan tangan dan keduanya pun saling berpelukan.

“Duh…. Lupa aku sama penampilanmu. Kamu berubah sekali, Rey,” katanya setelah melepaskan pelukan.

“Kamu yang hebat! Sudah jadi penulis terkenal. Serius aku menunggu kesempatan untuk bisa bertemu dengan penulis hebat seperti kamu.”

“Hahaha, bisa saja. Aku masih pemula. Belum banyak karyaku,” katanya sungguh-sungguh.

“Jangan merendah. Aku beli novelmu juga buku motivasi pertamamu. Bagus sekali,” kata Reysa sambil mengambil sebuah buku dari dalam tas. “Nah, sekarang aku bahkan bisa mendapatkan buku ini lengkap dengan tandatangan penulisnya,” katanya  sambil meminta Dina menandatangani cover dalam buku itu.

“Oh, ya, sekarang kamu tinggal di mana, nih?” tanyanya sambil menandatangani buku itu.

“Di Jakarta. Kebetulan ada tugas di Sidoarjo. Perusahaanku diminta ikut menangani kasus lumpur Lapindo.”

“Wah…. Jadi ceritanya baru dari bandara, ya?” tanya Dina yang akhirnya sadar bahwa tamu istimewanya hari ini pasti sedang kelelahan.

Reysa hanya mengangguk.

“Kalau begitu kita ngobrol di kamarku saja,” katanya sambil menggandeng tangan Reysa.

Rasanya memang akan lebih nyaman dan menyenangkan menerima tamu seorang kawan dari masa lalu di tempat yang lebih terjaga privasinya. Selain itu, Dina pun butuh istirahat. Keringat yang berkali-kali ia usap dengan tisu dari dahi menjadi sinyal bagi dirinya bahwa ia butuh ruangan yang sejuk dan segelas minuman segar. Maklum, Surabaya tak hanya panas karena terletak di dekat pantai, namun pabrik-pabrik dan kendaraan yang memenuhi hampir setiap ruas jalan, seperti juga kemacetan di ibukota, membuat hawa panas demikian akrab bagi warga Surabaya.

Di dalam kamar, Reysa merebahkan tubuh di atas ranjang.

“Wow!” pekik kecil Dina.

“Kenapa?” tanya Reysa tak mengerti.

“Kamu masih cukup menawan,” jawabnya sambil menatap tubuh Reysa.

Reysa tersenyum kecil. Dina bukan orang pertama yang memuji kemolekan tubuhnya. Di usia 35 tahun, tubuhnya nyaris tak berbeda dengan saat masih kuliah dulu. Seperti tubuh seseorang yang belum pernah melahirkan.

“Jadi gimana nih cerita suksesmu?” tanya Dina sambil menyajikan sekaleng minuman ringan.

“Cerita sukses apaan? Ya… cuma seperti inilah aku. Perempuan yang dikejar-kejar oleh pekerjaan,” kata Reysa sambil menerima sekaleng soft drink yang diulurkan Dina dan langsung menenggaknya sampai habis.

“Itu sih sukses besar, Nona! Lihat tampilanmu begitu beda.”

Dina benar. Ia pasti teringat dengan penampilan Reysa di masa lalu. Reysa yang culun dan lugu, dengan baju kucel dan tak modis. Dengan rambut panjang sebahu yang selalu hanya diikat dengan gelang karet, tanpa pita. Penampilan yang tentu sangat jauh berbeda dengan penampilannya kini.  Rambut Reysa kini tetap dibiarkan panjang tergerai, namun diubah jadi lurus dan rapi. Seminggu yang lalu ia merebondingnya di salon langganannya.

Kenangan Reysa melayang sekitar sepuluh tahun lalu. Kenangannya bersama Faradina dan beberapa temannya  yang lolos dalam kegiatan Olimpiade Sains tingkat Provinsi Jawa Timur. Malam itu di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, saat mereka bersama-sama mengikuti Olimpiade Sains, ia sempat membuat teman-temannya panik. Bayangkan, ia mengaku sakit perut lalu masuk ke WC. Tak tanggung-tanggung, hampir 1 jam ia berada di dalam. Nany, Dina, dan Tanty sampai  berteriak-teriak dan menggedor-gedor pintu WC. Takut sesuatu menimpa Reysa.

“Kenapa? Ingat aku pas di WC, kan?” tanya Reysa.

Kedua perempuan cantik itu langsung tertawa lebar. Akhirnya mereka larut dalam cerita masing-masing. Mereka juga banyak bercerita soal Nany dan Tanty.

“Din… sebenarnya aku menemuimu karena ingin minta tolong padamu,” kata Reysa  bersungguh-sungguh.

“Hey… jangan bercanda, ah!”

“Sungguh. Aku ingin kau menulis kisah hidupku!”

“Maksudmu?” Dina memandangku tak mengerti.

“Nggak tahu ya, Din, kadang-kadang aku merasa bahwa hidupku tinggal beberapa saat lagi. Bayangan kematian terasa begitu dekat dengan diriku. Aku ingin sebelum kematianku, ada seseorang yang mau menuliskan sejarah hidupku,” suara Reysa bergetar.

Ada kilatan kegelisahan yang maha dahsyat menampar batinnya. Hawa dingin mencengkeram kuduk Dina.   

“Aku sungguh-sungguh, Din!”

Kemudian Reysa mulai menceritakan awal mula keinginan itu muncul. Keinginan untuk menuliskan kehidupan pribadinya ini muncul sejak lama. Ia tahu setiap orang pasti memiliki sisi kehidupan yang berbeda dengan orang lain. Namun, tidak semua orang memiliki sejarah kehidupan yang sama kelamnya.

Bila pun sama-sama menderita, sama-sama miskin, Reysa yakin bahwa tidak semua penderitaan dan perjalanan hidupnya sama. Bisa saja semua orang pernah dicaci orang dengan kalimat cacian yang sama, namun masing-masing akan mengalami pengalaman batin yang berbeda.

“Jadi apa yang membuatmu yakin kisah hidupmu layak untuk kutuliskan?” tanya Dina akhirnya.

Reysa menarik napas panjang. Mendadak dadanya terasa sesak. Rasanya berpuluh-puluh buluh bambu melesat dan menusuk tepat ke pusat jantungnya. Membicarakan  kisah hidupnya dengan orang lain sama sekali belum pernah ia lakukan. Merenungkan kehidupannya selalu membuatnya tenggelam dalam sungai air mata. Namun, itu dulu. Umur dan tempaan hidup yang keras membuatnya kini telah tegar seperti batu karang. Kini ia tidak hanya tangguh menghadapi hidup, tetapi sebaliknya ia telah menjelma jadi karang tajam yang takkan segan-segan melukai siapa pun yang membahayakan kebahagiaan hidup yang ia perjuangkan.  

“Aku tidak tahu pasti, Din. Tapi aku ingin kau menuliskannya untukku. Setidaknya untuk diriku sendiri.”

“Ooo,” suara Dina tak sanggup menutupi kekecewaannya.

“Maksudku begini, aku akan menceritakan kisah hidupku. Kelak, bila memang kau anggap layak, tulislah menjadi sebuah buku dan terbitkan. Bila tidak, cukuplah kau tuliskan untukku agar bisa menjadi pelajaran bagi anak cucuku.”

Sampai di sini Faradina hanya mengangguk.

“Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Kamu juga pasti berpikir apakah cerita hidupku layak diangkat menjadi sebuah cerita. Tapi setidaknya izinkan aku memberi sedikit gambaran tentang hidupku. Kau akan tahu nantinya.”  

“Oke… kita lihat saja nanti. Aku yakin kalau kau memintaku melakukannya, tentu ada cerita istimewa dalam hidupmu,” putus Dina akhirnya.

Sekali lagi Reysa menyampaikan pada Dina bahwa dirinya tak memaksanya harus menerbitkan biografi itu secara luas. Bayangan kematian ahir-akhir ini selalu mendera Reysa, semacam firasat. Firasat itu terasa sangat nyata bahwa hidup Reysa tak akan lama. Entahlah, Reysa sendiri tidak tahu mengapa bayang-bayang maut itu demikian kuat menerornya akhir-akhir ini.

“Sesungguhnya bukan kematian itu sendiri yang kutakutkan, Din. Tapi catatan dosa-dosaku yang bertumpuk-tumpuk, pengkhianatanku pada orang-orang yang kucintai, dan semua kebencian yang membuat hatiku dipenuhi dendam kesumat seumur hidupku, membuatku kian gamang melangkah, Din. Sayangnya, aku tak memiliki cukup keberanian untuk meminta maaf pada orang-orang itu.”

Reysa membiarkan Faradina merenungkan penjelasannya. Reysa melihat Dina terdiam.

“Mungkin kau tak pernah tahu bahwa dalam hidup ini aku sama sekali tak mengetahui sejarah kehidupanku. Hanya ada Ibu dalam hidupku. Tidak ada bapak, juga tidak ada sejarah kakek nenek, apalagi om dan tante. Itulah start kehidupanku.”

Faradina mengangguk. Reysa tak tahu apakah ia menganggap cerita hidupku sebagai hal yang biasa saja atau sebaliknya.  

“Hm… lanjutkan,” katanya seperti tidak mau mengecewakan perasaan Reysa.

“Kamu tahu mengapa aku begitu lama di WC saat itu? Kau ingat ketika itu kau menjawab ledekan Tanty dengan kalimat ini, Tentu saja aku anak mama sama bapak. Kalau bukan, terus anak siapa? Kau tak tahu betapa kalimat itu sangat melukai hatiku,” Reysa mengusap titik air matanya.

“Maafkan aku, Rey, aku tak tahu.”

Entah mengapa tiba-tiba suara Dina bergetar. Mungkinkah ia sudah mulai larut dalam cerita Reysa? Reysa melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.

“Oh… maaf, Din. Sudah jam lima. Aku ada meeting dengan pimpinan proyek nanti usai maghrib,” pamit Reysa.

“Oke. Kita bisa lanjutkan lain kali, Rey. Kamu hubungi saja aku,” katanya sambil menyerahkan selembar kartu nama sederhana pada Dina.

Dina menerima kartu nama itu sambil menyerahkan kartu namanya sedndiri yang kalah jauh harganya. 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren...Bunda...tak sabar menunggu lanjutannya

19 Mar
Balas

Keren Bunda. Ditunggu lanjutannya.

20 Mar
Balas

Wow keren bunda...

20 Mar
Balas

Wow... Keren dialognya seperti air mengalir tak kehabisan ide... Subhanalloh luar biasaIngin melahap sampai habis isi ceritanya...

20 Mar
Balas

Wow... Keren dialognya seperti air mengalir tak kehabisan ide... Subhanalloh luar biasaIngin melahap sampai habis isi ceritanya...

20 Mar
Balas

Bagian prolog yang teramat memikat. Membuat penasaran pembaca meski sudah membaca novelnya.

19 Mar
Balas

Hmmm...bagai menyimak penutur aslinya, membuat penasaran. Selalu ada ilmu yang bisa dipetik setiap membaca tulisan Bunda.Ya jelaslah super kerren.

20 Mar
Balas

Hmmm...bagai menyimak penutur aslinya, membuat penasaran. Selalu ada ilmu yang bisa dipetik setiap membaca tulisan Bunda.Ya jelaslah super kerren.

20 Mar
Balas

Penasaran Bunda. Pasti cerita selanjutnya lebih seru.

19 Mar
Balas

Prolognya saja sudah membuai pembaca dengan kepingan kata yang indah.. Keren Bunda.. Pengen beli bukunya. Adakah Bunda?

20 Mar
Balas

Hmmm.... Kereeen.

19 Mar
Balas

Tak sabar menunggu kelanjutannya bundaa,,

20 Mar
Balas

Sudah selesai membaca novelnya, tapi tetap saja suka sama tulisan ini. Bunda memang keren.

19 Mar
Balas

Kalau pakarnya yang nulis, salut dah

20 Mar
Balas

Bagus, bu ceritanya. Jadi penasaran ingin tahu lanjutannya.

19 Mar
Balas

Hmm, pembuka yang menawan. Saya tunggu lanjutannya, Bun

19 Mar
Balas

Saya salut pada bunda Isti, giliran saya ingin merangkai novel tapi kok nggak bisa-bisa, mencoba sudah sih , tapi kurang menarik

19 Mar
Balas

Waaaah sepertinya asik nih baca cerpen dari seorang editor ternama di MGI di blog gurusiana lanjuuuut bund

19 Mar
Balas

Keren menewen...saya udah tuntas bacanya bu ibu....salut deh sama bunda isti...

19 Mar
Balas

Keren bunda! Bisa sebagai pedoman bagi kami dalam menulis novel. Ditunggu lanjutannya bunda!

27 Mar
Balas

Keren bunda! Bisa sebagai pedoman bagi kami dalam menulis novel. Ditunggu lanjutannya bunda!

27 Mar
Balas

Kisah yang sangat menarik Bunda.. keren sekali.. salam sukses buat Bunda.

19 Mar
Balas

Keren Bun. Tak sabar menunggu lanjutannya.

20 Mar
Balas

Keren bunda....penasaran kelanjtannya bunda

20 Mar
Balas

Larut... Keren bun

19 Mar
Balas

Tak sabar membaca kelanjutannya bunda. Sukses selalu.

20 Mar
Balas

Sudah tayang tuh part 2

20 Mar

Waaah, begitu menarik bunda, pengin bisa . Ditunggu kelanjutannya

19 Mar
Balas

Terimakasih bunda Istiqomah. Tulisan novel bunda sangat menginspirasi...saya peserta kelas menulis novel 3 bunda ...yang tulisan saya belum dimulai....hehe maaf

19 Mar
Balas

Ayo segera selesaikan

20 Mar

Luar biasa bu...keren ...salam literasi...

20 Mar
Balas

Masya Allah bunda, ingin sekali bisa menulis novel seperti bunda ni...tapi koq susah sekali merangkai kata ....

20 Mar
Balas

Keren, setia menanti...

19 Mar
Balas

Semoga bisa istiqamah mengunggahnya ya Bund. Doakan

19 Mar

Ditunggu kelanjutannya, Bunda. Keren.

20 Mar
Balas

Menanti kelanjutan kisah ini.

20 Mar
Balas

Keren, ide ide ceritanya luar biasa. Prolognya menarik sekali untuk lanjuut pingin .membaca berikitnya lagi bunda.

20 Mar
Balas

Jadi pengen bisa nulis novel kayak bunda. Keren ceritanya, Bunda...

19 Mar
Balas

Ikut kelas Menulis Novel yuk

19 Mar

Kata per kata tersusun dengan indah, seakan stok idenya tak kunjung habis.. mengalir bak aliran sungai yang terus bergulir tak kunjung henti. SubhanaAllah .. salut Bunda Isti

19 Mar
Balas

Mantab bunda Ceritanya. Saya sdh membeli Novel ini Bunda.

20 Mar
Balas

Keren Bunda jadi ingin tahu kelanjutan...

19 Mar
Balas

Salam literasi dan sehat selalu.

05 Apr
Balas

Sangat menarik.... Seperti seolah saya ada dalam cerita itu ...Terharu ...Dann sangat menanti ....next

22 Mar
Balas

Baru baca sudah terbawa suasana keren bunda ditunggu kelanjutannya

20 Mar
Balas



search

New Post