Dalam dua kali kelas Pelatihan Menulis Novel, Angkatan 1 dan Angkatan 2, saya menyampaikan kepengarangan beberapa penulis terkenal. Dari mulai merangkak di awal karir kepenulisannya sampai kemudian berjaya dengan karya-karyanya. Banyak yang harus berdarah-darah. Tak hanya belasan kali ditolak penerbit. Ada yang puluhan bahkan hingga ratusan kali. Mereka punya semangat untuk maju terus mencapai impiannya: menjadi penulis.

Bagi mereka, menulis jelas bukan lagi sekadar hobi atau aktivitas pengisi waktu luang. Mereka telah memilih menulis sebagai profesi. Butuh keberanian untuk mewujudkannya. Banyak pesaing. Karya yang bagus tak selalu diterima penerbit, juga pasar. Pasti soal ini kita sering menjadi saksi. Misalnya, novel-novel karya para sastrawan yang bernilai sastra tinggi, banyak yang kalah dibandingkan novel populer yang sering dinilai kurang berbobot sastra. Jelas memang, seperti juga komoditi lainnya, barang berkualitas bagus, tidak selalu laris manis. Banyak variabel lain yang memengaruhinya.

Ada hal lain yang juga menarik dalam perjalanan karir mereka selain itu. Karya-karya mereka sebelum terkenal, sebelum ada karya mereka best seller, ternyata pada akhirnya mengikuti jalan nasib penulisnya. Seiring tenarnya nama penulis, seiring larisnya salah satu karyanya, buku-buku lama karya mereka pun diburu. Laris manis. Buku yang dulu ditolak atau diterbitkan, tetapi kurang laku, pada akhirnya ikut-ikutan laris.

Apa yang dapat kita petik dari pengalaman itu? Jangan hopeless. Jangan berprasangka buruk atas takdir karya kita. Teruslah berkarya, memperbaiki tulisan-tulisan kita. Kelak, ketika Allah sudah membukakan pintu kesuksesan untuk karya Anda, melejitkan nama Anda, saat itu, karya-karya lama Anda perlu digali lagi. Mereka menjadi harta karun yang dapat Anda gali dan munculkan kembali. Tentu saja, sebaiknya Anda membaca ulang dan melakukan revisi agar naskah tersebut tetap upto date. bahkan, dengan keterampilan menulis Anda yang telah meningkat jauh, Anda dapat memperbaiki naskah Anda menjadi karya luar biasa.

Bismillah. Sebagai trainer menulis novel, saya merasa punya kewajiban moral untuk mencoba. Bukan hanya bercerita, tetapi membuktikan. Karena itu, saya menerbitkan ulang novel saya yang pernah terbit tahun 2011 dengan judul yang sama. Bedanya, tentu saja ada revisi agar cerita tetap up date. Selain itu, dalam terbitan baru saya gunakan nama asli saya, Istiqomah. Beda dengan terbitan pertama saya memakai nama pena saya, Faradina Izdhihari, yang merupakan nama putri saya.

Bagaimana hasilnya? Alhamdulillah, novel Seputih Cinta Hawna edisi revisi ini baru selesai cetak Senin, 26 Oktober 2020 sore hari. Alhamdulillah, rabo sore ini sudah lebih dari 50% terjual. Alhamdulillah. Artinya, pengalaman para penulis hebat itu pun terbukti pada karya saya, meski saya belum sehebat mereka dan buku saya belum selaris mereka. Bismillah, saya tetap husnuzan pada Allah, Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

Apa yang dapat kita petik? Saat ini, bila buku Anda belum selaris yang Anda harapkan, jangan putus asa. Teruslah berkarya. Asah terus keterampilan menulis Anda. perbanyak baca. Dengar dengan hati terbuka kritik dan masukan atas karya-karya Anda. Jadikan semua modal untuk meningkatkan kualitas karya Anda. Insyaallah, haqqul yaqin, Allah tak pernah salah dalam berhitung. Man jadda wa jadda. Selama Anda bersungguh-sungguh, insyaallah Allah akan membalas dengan balasan yang setimpal. Bahkan bisa jadi berlipat-lipat. Melimpah ruah.

Nah, balik ke novel Seputih Cinta Hawna, ini bocorannya ya.

Bismillah. Siapa cepat, dia dapat. Novel edisi revisi ini siap dipesan. Cetak terbatas. Tinggal 42 eksemplar sejak Senin malam 26 Oktober 2020. Buruan pesan ke 081334231701.

Ini bocorannya.

Judul : Seputih Cinta Hawna

Edisi : Revisi

Penulis : Istiqomah

Kelas : Resolusi 2020

Editor : Alfiah Nurul Aini

Tebal : vi + 280 halaman.

Harga Rp 80.000,00

Pemesanan: WA di no 081334231701

Sinopsis

Tak ada yang dapat dilakukan Hawna saat Najwa menyesali semuanya. Setelah bertahun-tahun menuduh mamanya tak setia, buku harian mama mengungkap semua. Ini bukan soal cinta atau kesetiaan. Ini tentang takdir, yang sering dipandang kejam saat mata buta tak sanggup membaca hikmah.

Hawna hadir karena ketidaksabaran. Ia dihadirkan sebagai pelengkap. Beda dengan Najwa, buah kesabaran yang terabaikan. Kejamnya kehidupan pada ibunya, tak sekejam perlakuan ayahnya. Ia jadi penyebab kehancuran rumah tangga kedua orang tuanya.

Hawna-Najwa saling menyayangi. Tak ada keinginan yang lebih besar selain menyatukan kembali kedua orang tuanya. Di saat yang sama, keduanya jatuh cinta pada pria yang sama. Akankah tangan akan terus bertaut atau berpisah jalan?