Isti Yogiswandani

Just write when desire is coming, writting is a free way to ekspress........

Selengkapnya
Navigasi Web
Kidung lereng wilis part 4
Pesona gunung beruk

Kidung lereng wilis part 4

Larasati menceraikanku," lelaki itu berbisik lirih, tapi mampu membuat Candramawar terkesiap dan mengacaukan imaginasinya yang penuh tanya.Belaian lembut angin di Gunung beruk berasa topan yang menerjang dadanya. Candramawar nyaris shock.

"Dia sudah menikah lagi," lelaki itu, Panji melanjutkan kata-katanya, terdengar getir meski diucapkan dengan nada datar. Candramawar menatap tak mengerti pada lelaki yang pernah sangat dicintainya. Bahkan sampai detik ini rasa itu masih setia membayanginya. Candramawar menatap lelaki itu tepat di manik matanya. Lembut tapi tajam. Mata yang pernah membangkitkan gemuruh ombak di dadanya itu kini terlihat lelah dan tak berdaya. Ingin rasanya menghalau kabut yang menyelimuti luka di matanya. Seribu kata ingin diucapkan tapi bibirnya kelu, tak menyangka pertemuannya dengan lelaki itu setelah sekian lama terpisah terbungkus luka justru menciptakan luka baru yang lebih dalam.

Ajisaka menikmati thiwul krawu berlauk peyek teri. Makanan sederhana itu terasa nikmat di lidahnya. Sejuknya angin pegunungan membuat perutnya terasa lapar. Gemericik air di grojogan kecil menyuarakan kedamaian. Sesekali ekor matanya melirik Candramawar bersama lelaki itu. Lelaki yang istimewa sepertinya, tapi Candramawar hanya berkata ingin bertemu teman kuliahnya dulu. Ajisaka mereguk kopi panasnya yang mulai menghangat. Ia tak ingin memaksa gadis itu untuk menjelaskan siapa laki-laki itu. Kedekatan mereka akhir-akhir ini semakin intens, mereka mulai mencoba untuk saling memahami, agar tercipta chemistry yang selaras. Ia tak ingin merusak keakraban yang mulai terjalin. Sebagai lelaki dewasa yang matang, Ajisaka terbiasa bersikap tenang dan hati-hati. Tapi ia tak mengerti mengapa Candramawar mengajaknya menemaninya menemui lali-laki itu, apakah ini pertanda Candramawar telah menerima dirinya sebagai bagian dari hidupnya? Ajisaka setuju meski dia berterus terang kalau tidak ingin mengganggu pertemuan Candramawar dengan lelaki itu. Candramawar mengiyakan ketika Ajisaka memutuskan untuk menunggu di kejauhan.

Ajisaka menjumput potongan-potongan tempe yang baru disajikan Ibu pemilik warung, sedikit terbersit cemburu ketika dilihatnya Candramawar semakin akrab dan menikmati kebersamaannya dengan lelaki itu, tapi dirinya yakin akan komitmen gadis itu padanya. Candramawar tak mungkin goyah, batinnya meyakinkan diri sendiri.

Candramawar berusaha menenangkan gejolak hatinya, ditata perasaannya,

"Apa yang terjadi Mas?"

Akhirnya Candramawar berhasil mengeluarkan kalimat itu, setelah sekian lama mencoba merangkai kata yang tepat untuk menunjukkan empatinya pada Panji.

"Larasati tidak bersalah, dia berhak meraih impian dan kebahagiaannya," suara Panji terdengar mengambang, antara terluka dan tidak ingin menyalahkan Larasati.

Candramawar merasa benci pada perempuan itu, yang telah mencampakkan lelaki di depannya. Ah...kenapa dulu Panji tidak menikahinya saja. Candramawar malu dengan pikiran yang terbersit di otaknya. Tiba-tiba dia jadi benci semuanya. Benci Panji, Larasati, dan Ibunda Panji yang telah memisahkan dirinya dan lelaki sopan yang patuh pada ibunya, tapi tak punya kesetiaan pada kekasihnya. Candramawar merasa tercampakkan dan nelangsa. Tapi sudut hatinya begitu lemah untuk mengusir lelaki itu dari kehidupannya. Lelaki yang selalu terlihat sempurna di matanya,seolah apapun kesalahannya, tak akan pernah menggoyahkan kesetiaannya. Tapi itu dulu. Duluuuu sekali sebelum Panji meninggalkannya untuk menikahi Larasati.

"Sudahlah, semuanya sudah berlalu. Tak perlu kita membahas itu lagi, " suara Panji terdengar mulai tenang.

"Tapi tak seharusnya Larasati memperlakukan Mas Panji seperti itu, dan kenapa Mas Panji tidak mempertahankannya?"

"Sudahlah, Mawar. Aku sudah ikhlas menjalani takdirku. Panji terdengar pasrah. Tapi Mawar tidak rela Lelaki itu dicampakkan, meski dia sendiri pernah dicampakkan lelaki itu.

" Tidak, Mas. Itu sungguh tak adil. Candramawar sedikit emosi. Ia benci pada Larasati yang telah melukai orang yang pernah dicintainya. Awalnya dalam pertemuan ini, Ia ingin mengabarkan keseriusan hubungannya dengan Mas Ben, di lain sisi juga menginginkan Panji telah berbahagia bersama Larasati. Tapi kini lelaki itu sedang terluka, Candramawar tak ingin semakin memperdalam lukanya. Pertahanannya goyah, ingin rasanya mengembalikan kebahagiaan lelaki itu, mungkin dengan merajut kembali impian mereka yang telah hancur.

"Tidak Mawar, aku memang layak menerima semuanya" Panji kembali menunduk, Mawar menatapnya penuh rasa sayang dan simpati.

"Aku mandul,"

Candramawar terlonjak kaget.

"Aku laki-laki tak berguna," Panji melanjutkan kata-katanya. Tapi Candramawar sudah tak mendengar kata-kata Panji, terlalu banyak hal-hal mengejutkan yang dialaminya. Bisa kembali bertemu lelaki itu saja sudah membuatnya merasa menemukan keajaiban, kebetulan yang sangat diharapkan ketika dirinya merasa telah siap untuk bertemu. Panji, lelaki yang pernah menjadi bagian dari episode kehidupannya, kenangan indah sekaligus sayatan luka yang tak pernah hilang.

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post