Ita Fauzia

Pengikut Muhammad SAW, Pengagum Al Fatih, Penggemar Sheilla On 7even, Penikmat Kopi, penyuka Rotiboy. Tidak pilih-pilih bacaan tapi pemburu buku diskonan ...

Selengkapnya
Navigasi Web

TBLS_3. PESAWAT KERTAS

Jam kosong setelah jam istirahat, kelas mulai riuh. Aku menenggelamkan diri di balik novel remaja pinjaman, “Fear Street”. Kupikir sekolah sebesar dan semahal ini tak ada jam kosong, ternyata sama saja. Bukannya aku tak suka hanya saja sebagai murid baru aku belum benar-benar terbiasa. Sebelumnya di desa, sekolahku hanya punya 25 murid, satu-satunya SMA di kecamatan W. Ah, tiba-tiba saja aku rindu desaku, sekolah lamaku, kawan-kawan kecilku dulu.

Semua bermula ketika Bunda mendapat izin pindah tugas ke kota S, kota kelahirannya, usai Ayah meninggal. Sebagai anak tunggal mau tak mau aku menurut, asal tahu saja ibuku wanita yang manipulatif. Meski berprofesi sebagai guru SMA namun Bunda tidak mengizinkan aku bersekolah di tempat tugasnya. Biar tidak manja katanya, padahal setahuku walau anak satu-satunya selama ini aku tak pernah manja.

Pilihan Bunda jatuh pada sekolah swasta Islam berbasis organisasi M, alasannya agar aku lebih banyak belajar agama. Walau single parent Bunda tak pernah mempermasalahkan besaran biaya sekolahku, malah katanya justru tambah semangat kerja. Sampai-sampai selepas maghrib Bunda masih menerima les sana-sini yang membuatku semakin jauh darinya. Pada akhirnya aku menjadi semakin menyendiri.

Aku mampu menyembunyikan diri di keramaian, seperti kali ini, sama sekali tidak terpengaruh polusi suara akibat jam kosong. Sekali dua aku agak tengganggu pada pesawat kertas yang mendarat di halaman novelku. Aku membuangnya ke sembarang arah namun pesawat kertas itu seolah terus kembali padaku hingga memaksaku menoleh.

Di ujung sana Zack nyengir sambil melipat kertas lain lalu meniup ujung pesawatnya seolah itu bisa membuatnya menukik. Seharusnya aku tahu itu ulahnya, tak kubalas kelakuan konyolnya itu dan kembali melahap bacaan horror remaja di tanganku. Merasa tak mendapat perhatianku, sedetik kemudian bocah tengil itu sudah duduk manis di sisiku, merampas novelku.

“Sini aku bantu bacain, sampai mana?” Tanyanya sok serius.

Aku masih tidak peduli, dia menerka-nerka saja lalu membacakan dua lembar halaman untukku. Aku setia mendengarkannya sambil menopang dagu, menikmati suaranya yang renyah.

Mendadak dia menghentikan bacaannya.

“Pohon Ek itu kayak apa sih.? Tanyanya

“Ga tahu, ga ada di sini. Pohon ek hanya tumbuh di daratan beriklim sedang.”

“Kenapa baca terjemahan, bukan novel lokal?”

Aku tidak tertarik berbincang-bincang dengannya, kuraih kembali novel itu dari tangannya namun genggamannya erat sekali.

“Zack, jangan bercanda.”

“Aku suka gaya bicaramu, khas. Suaramu juga enak didengar, kamu mau jadi penyanyi atau pembawa berita misalnya?”

Astaga anak itu benar-benar menyebalkan. Aku benar-benar tidak mood untuk ngobrol apalagi bercanda. Dengan ekspresi sebal aku mencoba kembali meraih novelku tapi tangan panjangnya terangkat tinggi. Entah datang dari mana tiba-tiba Guru Bahasa Arabku datang dan mengambil novelku. Sial!.

“Assalamualikum, Shobaakhul Khoir.” Ustadz Ridwan memberi salam sambil berjalan menuju meja guru.

“Shobaahunnuur yaa Ustadz.” Serentak seluruh kelas menjawab.

Aku betanya-tanya kenapa ustadz baru mengucapkan salam setelah berada di dalam kelas, lagi pula sudah jam 10 lebih apakah ini masih pagi? Atau bisa jadi beliau mengucapkan salam lagi karena kami tak menjawab salamnya saat masuk kelas tadi karena sibuk ngobrol sendiri-sendiri.

“Zacky, bukankah tidak seharusnya kamu duduk dengan perempuan?”

“Ya Ustadz.” Dia berdiri bersiap meninggalkanku

Rasanya aneh, ada rasa tak rela tapi aku tak tahu kenapa. Bukankah seharusnya aku membencinya karena novelku disita Ustadz ridwan?

“Kalau tidak kembali nanti kuganti.” Katanya sedikit berbisik sebelum benar-benar pergi ke deret seberang tempat dudukku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post