Kemendikbud membuat aturan waktu mengajar guru yang semula 24 jam menjadi 40 jam selama lima hari. Artinya selama lima hari guru berada di sekolah dari mulai pukul 7.00 sd pukul 15.00. Tentu saja itu hitungan berada di sekolah. Sebenarnya jika dihitung dari perjalanan pergi dan pulang jika dihitung dua jam, maka guru mulai berangkat jam enam pagi sampai di rumah menjelang sore.Tiba di rumah tentu saja guru sudah lelah. Di tengah kelelahan itu guru harus pula menyediakan waktu untuk bercengkrama dengan keluarga serta melakukan aktivitas pribadi lain. Di tengah waktu yang semakin sempit itu kesempatan guru untuk membaca sudah semakin sulit. Padahal membaca itu penting untuk meningkatkan profesionalismenya. Ini akan menambah alasan guru untuk tidak membaca. Demikian halnya dengan menulis, tak ada waktu tersisa. Sebagai warga masyarakat, kesempatan guru untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar semakin berkurang. Padahal biasanya dalam kehidupan bermasyarakat, sosok guru sangat penting . Di tengah masayarakt guru ada yang mengisi aktivitasnya dengan kegiatan sosial, seperti menjadi pengurus RW atau RT, menjadi pengurus DKM , dan organisasi sosial lainnya. Dengan sisa waktu yang ada guru tentu lebih memprioritaskan waktu dan tenaganya untuk keluarganya sendiri.Kebijakan penerapan jam pelajaran yang lebih banyak waktu di sekolah menyebabkan guru menjadi asing di tengah masayarakat. Tak mengherankan apabila kelak guru menjadi tokoh yang ekslusif, tokoh yang kurang dikenal di masyarakat atau bahkan menjadi orang yang terkucil di masyarakat.Sebagian guru mungkin jadi guru "gelap". Guru yang berangkat saat hari masih gelap dan pulang menjelang gelap.***