Iwan Rudi Setiawan

Selalu terlambat, namun terus mengejar ketertinggalan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pengajaran terbalik

Pengajaran terbalik

Oleh Iwan Rudi Setiawan

Kemajuan Teknologi Informasi (IT) pada abad ini sudah tidak bisa terbendung lagi, apabila seseorang tidak mengikuti dan memanfaatkan kemajuan TI tersebut lambat laun akan tersisih dari lingkungan pergaulan social. Saat ini alatnya adalah sebuah benda kecil yang bisa dimasukan kedalam saku, yaitu bernama smartphone. Semua orang tahu apa itu smartphone alias handphone alias gawai alias gadget. Melalui alat tersebut akan dengan mudah terhubung kepada dunia.

Dunia Pendidikanpun saat ini telah dan amat terpengaruh dengan kemajuan Teknologi Informasi, termasuk Indonesia. Melalui Teknologi informasi ini telah mengubah wajah pendidikan di Indonesia, hampir semua pembelajaran diarahkan kepada penggunaan internet.

Kebutuhan akan keterampilan pada abad ke 21 ini, memaksa pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan-pengetahuan abad 21 (21st century knowledge-skills rainbow) (Trilling dan Fadel dalam Murti, 2013).

Sebagai guru di era 4.0 sudah menjadi suatu keharusan untuk bisa memanfaatkan media informasi tersebut agar dapat mendesain sebuah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa pada zamannya dan bukan pada zamannya kita.

Dalam pembelajaran tradisional siswa belajar materi pembelajaranoleh guru didalam kelas, melalui kegiatan Ceramah, Tanya jawab, membaca dan mengamati , kemudian mengerjakan tugas sebagai latihan, penguatan atau pengayaan di rumah berupa PR.

Memberi pekerjaan rumah kepada siswa adalah salah satu dari strategi kita sebagai guru dalam memotivasi siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah disampaikan. Aktivitas ini telah dilakukan oleh hampir semua guru sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu hingga saat ini.

Bagi sebagian siswa yang pintar, kegiatan ini memang dapat memotivasi atau menantang mereka untuk mempelajari kembali bahkan memperdalam (baca : Pengayaan) materi yang telah diberikan. Namun, tidak demikian bagi siswa yang kurang mampu. Kegiatan ini bisa jadi membuat mereka yang belum begitu memahami materi, akan bertambah bingung, bahkan stress, saat menemui kesulitan dalam mengerjakan PR tanpa adanya bimbingan dari orang lain. Jika hal ini terjadi, maka apa yang bisa dan biasa mereka lakukan?

Maka demi memenuhi tuntutan PR, yang sering terjadi adalah mereka akan mengambil jalan pintas dengan menyalin pekerjaan teman mereka sebelum dikumpulkan kembali untuk dinilai oleh guru. Jika demikian, maka tujuan guru memberi PR tidak akan pernah tercapai. Maka dari itu kita perlu strategi baru!

Marilah kita coba membalik tradisi di atas dengan tanpa mengurangi motivasi kita kepada siswa untuk belajar di rumah. Jika sebelumnya kita memberi pekerjaan rumah kepada siswa/i untuk mempelajari atau menjawab soal-soal dari materi yang telah disampaikan. Maka kita bisa mencoba memberikan tugas kepada mereka untuk mempelajari materi yang akan disampaikan sebelum tatap muka dilaksanakan. Dengan demikian, kegiatan tatap muka dengan siswa di kelas dapat kita isi dengan kegiatan berdiskusi , kuis, praktikum atau hal lain yang terkait dengan materi yang sedang dipelajari. Model pembelajaran seperti ini dikenal dengan flipped classroom.

Apakah flipped classroom itu?

Untuk menjelaskan pengertian flipped classroom atau pembelajaran kelas terbalik, kita dapat membandingkannya dengan pembelajaran tradisional yang sudah biasa kita lakukan, dimana guru memberikan pelajaran di dalam kelas dengan cara ceramah, Tanya jawab dan diskusi. Melalui Flipped classroom, justru guru menjadi fasilitatoir dalam pembelajaran. Siswa yang aktif menjelaskan kepada teman-temannya tentang materi yang sebelumnya belum dipahami.

Menurut Graham Brent (2013) Flipped classroom merupakan strategi yang dapat diberikan oleh pendidik dengan cara meminimalkan jumlah instruksi langsung dalam praktek mengajar mereka sambil memaksimalkan interaksi satu sama lain. Strategi ini memanfaatkan teknologi yang menyediakan tambahan yang mendukung materi pembelajaran bagi siswa yang dapat diakses secara online. Hal ini membebaskan waktu kelas yang sebelumnya telah digunakan untuk pembelajaran.

Flipped classroom adalah sebuah model pembelajaran di mana guru memberikan tugas / PR kepada siswa untuk aktif mempelajari terlebih dahulu materi yang akan disampaikan melalui media digital bisa berupa video atau permasalahan dalam sebuah materi pelajaran beserta beberapa instruksi tugas / latihan soal, sebagai bahan diskusi ketika kegiatan di dalam kelas (tatap muka). Teknis pelaksanaan model pembelajaran flipped classroom ini dengan menggunakan aplikasi classroom google adalah :

1. Guru menyiapkan dan memberikan sebuah media bisa berupa video pembelajaran / digital book yang akan ditonton atau dipelajari oleh siswa di rumah.

2. Siswa atau kelompok membuka google classroom dan mempelajari instruksi yang diberikan oleh guru melalui aplikasi classroom agar terlebih dahulu mengenal konsep dan materi yang akan diberikan pada pertemuan selanjutnya.

3. Di dalam kelas, siswa mempresentasikan tugas berdasarkan instruksi yang telah disampaikan sebelumnya baik melalui media digital atau tradisional, kepada teman-temannya.

4. Guru berperan sebagai fasilitator yang mendampingi siswa dalam mengerjakan tugas tersebut.

5. Diakhir kegiatan guru dapat menyepakati kesimpulan yang didapat dari kegiatan tersebut.

Model pembelajaran flipped classroom ini terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan keaktifan siswa pada sebuah proses pembelajaran. Model pembelajaran ini juga sangat bermanfaat bagi guru dan siswa, karena :

1. Siswa memiliki kesempatan penuh untuk mengerjakan tugas mereka dengan berbagai sumber yang didapat melalui internet

2. Guru dapat memastikan bahwa setiap siswa telah memahami konsep-konsep / materi yang disampaikan sebelum pindah ke materi berikutnya.

3. Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk berkolaborasi, berbagi ide dan projek bersama temannya.

4. Guru dengan mudah memiliki kesempatan untuk meninjau kembali rencana pembelajaran yang telah dilakukan. Sedangkan siswa dapat dengan mudah mempelajari kembali materi pembelajaran setiap saat, yang tersimpan di gawainnya.

5. Terjalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa.

Melalui google classroom , guru dapat memberikan tugas kepada siswa dan memberikan umpanbalik yang efektif dan efisien,guru tidak usah lagi memberitahukan tentang tugas yang diberikan karena di gadget yang dimiliki siswa sudah diberikan pemberitahuan secara langsung melalui email.yang dimiliki siswa, dan itu dapat menjadi laman landas yang bagus bagi siswa ketika mereka menavigasi tugas. Di awal pelajaran, guru dapat mengarahkan siswa ke tujuan penugasan, sasaran, dan instruksi di kelas. Kelas juga dapat digunakan untuk mendistribusikan teks digital pelajaran dan sumber daya lainnya.

Dalam pendidikan abad 21,bukan hanya siswa saja yang dituntut mampu memiliki ketrampilan abad 21, gurupun serta merta harus dapat mengimbangi kemampuan siswa dan selalu dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan jaman.

Salam abad 21.

Guru SMAN 1 BATUJAJAR Kab. Bandung Barat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

biasa ae pa hendra

15 Feb
Balas

Sae pisan p iwan

23 Nov
Balas

Sae pisan p iwan

23 Nov
Balas



search

New Post