iyon maryono

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Si Anak Gembala Jadi Sarjana

A. MASA KECIL

Alkisah, di sebuah desa kecil pelosok Jawa Bagian Barat, tepat di bawah Kaki Gunung Ciremai ada sebuah keluarga kecil yang sangat sederhana mereka tinggal disebuah gubuk reyot yang menurut kasat mata sangat jauh dari kata layak untuk ukuran sebuah tempat tinggal namun ternyata tak sedikitpun terlihat rona kecemasan dan putus asa dari wajah mereka yang terpancar justru rona kebahagiaan penuh harapan masa depan yang lebih baik. tepat pada suatu pagi yang cerah di hari senin sang istri yang bernama Musitoh saat itu tengah hamil tua mengeluh rasa sakit dan mules-mules di bagian perutnya.

Masitoh :” pak’ aduh mules perut, pak!

Habrowi :” kenapa mah?

Masitoh :” Mules pak, kayaknya mamah mau melahirkan, sakit pak!

Habrowi :” iya-iya, ntar bapak manggil ma berang (dukun beranak)

Masitoh :” ya cepat pak!

Habrowi :” iya, sambil langsung pergi meninggalkan sang istri yang sedang merintih menahan kesakitan hendak melahirkan, tidak lama kemudian sampailah ke rumah ma berang (dukun beranak), sambil terengah-engah mengetok pintu

Habrowi :” tok-tok-tok (pintu ma berang di ketuk) sambil mengucapkan salam, assalamu alaikum, ma berang….

Ma Berang :” walaikum salam, ada apa?

Habrowi :” ma berang, tolong. ma berang tolong

Ma berang :” tolong apa ?

Habrowi :” istri saya mau melahirkan!

Ma berang :” O, ayo kita berangkat ke rumah mu

Habrowi :” ayo, mari ma berang. tak lama berselang mereka berdua sampailah di rumah dan ma berang langsung menangani proses lahiran. tak lama kemudian mendengar suara tangisan bayi yang cukup kencang

Ma berang :” Alhamdulillah, sudah lahir dengan selamat dan sempurna seorang anak laki-laki yang mungil.

Habrowi :” Alhamdulillah anak yang aku idam-idamkan sudah lahir dengan selamat, sehat, sempurna. seraya sujud syukur

Ma berang :” wi ini anakmu sudah lahir, selamat ya!, siapa namanya?

Habrowi :” saya kasih nama Natirudin Sapari karena lahir tepat di bulan sapar. lengkaplah sudah kebahagiaan keluarga itu dengan kehadiran seorang anak laki-laki yang mereka inginkan. hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tepatlah anak itu berusia satu tahun. diusianya yang baru satu tahun anak itu mengalami gangguan yaitu gak mau makan, minum, bahkan nyusu pun gak mau, mulailah orang tuanya goncang, cemas, takut, haru campur raduk jadi satu. lalu :

Habrowi :” mah kenapa anak kita selama dua minggu ini kok gak mau makan, minum, bahkan nyusupun gak mau?

masitoh :” iya pak! mamah takut, cemas, khawatir, mana kita gak punya uang lagi untuk memeriksakan ia ke dokter?

Habrowi :” udah, sekarangmah kita akukan saja ke orang lain, karena kata orang tua kalau anak sakit-sakitan maka harus di akukan ke orang lain!

Masitoh :” terserah bapak aja, yang penting anak kita sehat, panjang umur, banyak rezeqi.

Habrowi :” mah bapak berjanji jika anak kita ini panjang umur, sehat, bapak mah tidak akan menyuruh ia untuk bekerja kasar kayak bapak di sawah, biar ia kelak kerja di tempat yang halus dan beresih.

Masitoh :” iya pak mudah-mudahan Allah mengabulkan doa kita, atau ganti aja namanya pak siapa tahu nama itu gak cocok buat ia

habrowi :” boleh, kira-kira siapa nama yang pantas buat anak kita. tak lama terdengar suara ketukan pintu depan dan ternya ia adalah seorang pemuda yang biasa main dan berkunjung di rumah, dengan suara lirih ia berkata “ ada apa?”

Muhidin :” kenapa anak itu sakit-sakitan terus, mungkin gak cocok namanya. ganti aja namanya dengan nama “Niyo Miono” bagus kan.

Habrowi :” ya udah mulai hari ini anak ini di panggil Niyo Miono.

tahun berganti tahun akhirnya sampailah pada usia enam tahun, bapaknya yang seorang pengembala kambing meminta Niyo untuk ikut didaftarkan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang setara dengan SD dan ia pun sekolah di sekolah tersebut.

B. MASA SEKOLAH DASAR

walaupun hidup ditengah himpitan ekonomi bukan berarti ia berkecil hati dan putus asa. ia tetap menjadi anak yang tegar rajin sekolah serta memilki cita-cita yang luhur. ia berangkat sekolah tiap pagi walaupun orang tuanya jarang bahkan tak pernah memberi ia uang jajan seperti halnya anak orang lain. untuk memenuhi kebutuhan jajan ia sehari-hari ia berangkat sekolah sambil membawa barang dagangan diantaranya es yang terbuat dari bubur kacang ijo, bahkan setiap jam 5 pagi setelah ia mengaji ia menyempatkan diri jualan makanan pembuka sarapan seperti nasi kuning, lontong, kue ba’wan, gorengan, serta sorabi. ia berjualan keliling kampung dengan membawa sebuah baskom yang didalamnya barang dagangan berupa cemilan sarapan. selesai jualan baru ia beres-beres perisapan berangkat sekolah. kegiatan itu ia lakukan setiap hari dengan ikhlas dan penuh kesabaran dengan harapan kelak ia menjadi orang sukses dan bercita-cita ingin membahagiakan kedua orang tuanya. di samping berdagang makanan setiap pagi setiap hari, sepulang ia sekolah selalu membantu bapaknya menggembalakan kambing atau memotong rumput di sawah, maklum bapaknya selain seorang buruh tani juga memelihara hewan ternak kambing sebagai penghasilan tambahan. Niyo setiap hari selasa dan jum’at memandikan kambing jantan yang ia miliki serta menggembalakan yang lainnya. pekerjaan tersebut ia lakukan sampai ia masuk SMP. selain sekolah Niyo juga rajin mengaji di pondok pesantren setiap hari setelah shalat magrib, isya, dan subuh. tak ayal ia terbentuk sebagai pribadi yang rajin beribadah, mengaji, mandiri, dan pekerja keras. setiap hari ia selalu ditanya oleh bapaknya sudah ibadah shalat belum? sudah berapa ayat Al-qur’an yang kamu hafal? dan sudah dikerjakan belum PR dari bapak guru kamu?. setiap hari tiga pertanyaan itu selalu terlontar dari bapaknya dan jika ada yang kelewat sudah dapat dipastikan telinga akan dipelintir serta kaki dapat pukulan. itulah kerasnya didikan orang tua yang sangat sayang sama anak-anaknya. tepat pada tahun 1996 Niyo pun menamatkan sekolahnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) PUI dan ia siap melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

C. MASA SMP

Tepat tahun 1996 Niyo melanjutkan pendidikannya ke sekolah lanjutan tingkat pertama atau juga disebut SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). sikap kerja keras dan kemandiriannya tetap terjaga yaitu tambah giatnya ia mengurus ternak kambing seperti ngambil rumput ke sawah, mandiin kambing, ternak ayam, sehingga pada suatu hari kambing-kambingnya itu ia jual kemudian digunakan membeli kolam, sawah, dan keperluan sekolah. ada yang unik dari kehidupan ia selama sekolah di MTs yaitu ketika orang lain berangkat melalui jalan utama, ia malah berangkat melalui jalan sawah begitu pula waktu pulangnya. ketika di Tanya kenapa selalu melalui jalan pinggir sawah? jawabanya sederhana yaitu mencari ketenangan dan ketentraman jiwa. Ternyata ketika orang berangkat sekolah melalui jalan utama maka di sepanjang jalan ketemu banyak orang sehingga dipastikan bakal ketemu dengan komentar banyak orang. tapi sebaliknya ketika melewati jalan pesawahan maka yang ditemui adalah hamparan sawah yang menghijau dan rerumputan yang melambai-lambai seolah mengiringi langkah jejak orang yang berangkat sekolah. ketika berada di sekolah lagi asyik ngobrol dengan teman-temanya tiba-tiba gurunya menghampiri dan mengucapkan bahwa kelak kamu akan menjadi guru, karena dilihat dari penampilan kamu pantas jadi seorang guru! aamiin. jawabnya lirih. seperti halnya anak-anak lainya ia pun memilki sahabat-sahabat dekat, dan sekarang mereka sudah sukses di bidangnya masing-masing seperti ada yang jadi kepala desa, wartawan media cetak, dosen, pengusaha, bahkan ada juga yang menjadi guru. pada tahun 1999 ia menyelesaikan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

D. MASA SMA

Sejak tahun 1999 – 2002 ia menamatkan sekolah di Madrasah Aliyah (MA) Al-Ittihad. di sinilah cerita uniknya dimulai, bagaimana tidak unik? ia sekolah di sekolah pinggiran kampung yang segalanya serba kekurangan, baik dari segi fasilitas belajar, tenaga pengajar, gedung tempat belajar yang mulai rusak, bahkan jumlah guru dan siswanya pun dapat dihitung dengan jari. satu sekolah siswanya hanya ada 25 orang dan gurunya hanya ada 3 orang. jika di sekolah-sekolah lain waktu normal belajar mulai jam 07.00 pagi hingga jam 12.00 siang bahkan sampai sore hari, maka lain halnya dengan sekolah yang ada di Madrasah Aliyah Al-Ittihad di mana waktu belajar mulai jam 08.00 pagi dan jam 09.00 pagi para siswa sudah pulang karena alasannya utamanya adalah guru-gurunya tidak ada. bagi siswa yang minat belajarnya tinggi maka mereka sampai datang ke rumah sang guru dengan membawa buku untuk belajar, hingga pada akhirnya banyak orang yang memberi sebutan dengan sekolah 8-9 (berangkat jam 08.00 dan pulang jam 09.00 pagi). Ketika di Madrasah Aliyah inilah ucapan sang guru sewaktu di Madrasah Tsanawiyah mulai terkuak yang konon katanya kelak ia akan jadi seorang guru dan rupanya itu menjadi doa baginya. hal ini terbukti ketika masuk di Madrasak Aliyah maka ia diminta oleh pimpinan yayasan untuk mengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) yang waktu itu di pimpin oleh Hj. Masturoh, tiga tahun lamanya ia menjadi guru Madrasah Diniyah dan ternyata hal itu mengasah kepribadian ia untuk kemudian menjadi guru.

selama ia sekolah di Madrasah Aliyah yaris tidak membebani orang tua nya karena ia selalu dapat beasiswa dari Yayasan Orbit yang di kelola oleh keluarga Persiden Ri ke 2 Soeharto ditambah lagi ia rajin memelihara ikan emas di kolamnya setelah besar ikan itu ia jual, memelihara ayam, menetaskan telor bebek sehingga sampailah waktu ujian nasional maka ia berangkat ke kota untuk mengikuti ujian nasional.

tepat di tahun 2002 ia selesai study di MA Al Ittihad ia di panggil oleh kepala sekolah, sesampainya di kantor maka kepala sekolah bertanya, apakah kamu mau dan berminat kuliah? sontak ia menjawab mau…! kalau kamu mau ntar bapak daftarkan ke Cirebon. persaanku campuraduk antara sedih, gundah, gembira, takut semua jadi satu, sedih karena tahu diri hanya seorang penggembala kambing masa berkeinginan untuk kuliah. karena kebanyakan orang yang kuliah itu hanya orang-orang berada atau anak pejabat atau pegawai pemerintah. gundah karena bayangan diri sudah berada di kampus seperti halnya orang lain kuliah. gembira karena ternyata aku diberi kesempatan untuk belajar lebih lanjut dan tinggi. Takut karena namanya juga hanya anak seorang gembala kambing, takut mogok di tengah jalan, takut di caci, di cemooh, dihina sama orang karena jangankan untuk kuliah biaya untuk makan saja pas-pasan orang bilang pagi bubur sore nganggur. tapi semangatnya untuk terus belajar tetap berkobar hingga akhirnya kepala Madrasah Aliyah memanggilnya ke kantor dan menyatakan bahwa nama saya sudah didaftarkan ke salah satu kampus di Cirebon tinggal menunggu waktu pengumuman untuk wawancara. dan tepat di tahun 2002 si anak gembala itu berangkat ke Kota Udang Cirebon Berintan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Pak Yon. Ditunggu lanjutan autobiografinya.

10 Oct
Balas

Alhamdulillah, siap lanjutkan

10 Oct



search

New Post