Sesaat aku termangu melihat kepergian kapal laut yang membawa lelakiku ke tanah Jawa, meninggalkan aku di Ranah Minang. Tergiang olehku janji manis yang diucapkannya tadi malam sebelum berangkat. Lelaki itu adalah uda Zainal akan segera meminangku setelah dia sukses di rantau. Aku dengan berat hati terpaksa melepas kepergiannya dan berharap dia akan secepatnya pulang untuk melamarku. Hanya sebuah selendang biru pemberiannya sebelum pergi, kujadikan pelipur hatiku

Hari-hari kulalui dengan kesepian dan rasa rindu. Hanya surat yang datang sebagai pengobat rinduku pada uda Zainal. Setiap hari aku selalu melihat dan memeluk selendang biru darinya. Bertahun sudah uda Zainal di rantau. Terakhir aku menerima surat darinya yang bercerita tentang keadaannya yang sudah berhasil di rantau dan akan segera pulang ke Ranah Minang. Sungguh hatiku sangat bahagia mendengar kabar itu. Aku sudah tidak sabar menanti kedatangan uda Zainal.

Akhirnya hari yang dinanti tiba, aku berdandan secantik mungkin dan memakai pakaian terbaikku. Kupandangi pantulan wajahku dicermin, sungguh aku sangat cantik bisik hatiku. Setelah yakin aku berjalan keluar, tak lupa kubawa selendang biru dari uda Zainal dan pergi ke pelabuhan teluk bayur. Kulihat uda Zainal dari kejauhan turun dari kapal diantara penumpang yang berjubel. Aku tak sabar segera berlari mendekatinya, langkahku terhenti melihat seorang wanita cantik disebelahnya. Wanita itu dibimbing oleh uda Zainal, perutnya yang buncit dibelai dengan mesra oleh lelakiku. Tak sadar selendang biru yang aku pegang terjatuh dan terbang di tiup angin.