Jamal Passalowongi

penulis adalah guru di SMAN 6 Barru Sulawesi Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web
ANAKKMU ANAKKU JUGA

ANAKKMU ANAKKU JUGA

Sepertinya inilah hari paling sial yang dialami Ibu Prita. Maksud hati ingin mendidik, kini berakhir dengan urusan Polisi. Surat panggilan Polisi ditangannya digengam erat di sana tercantum namanya Prita Lorina, S.Pd. sebagai terduga pemukulan atas nama Aspi Muliani Siswa SMA Negeri Lajulo, siswanya sendiri di kelas XI. Laporan ini diteruskan atas keberatan oleh Ayah Aspi Muliani bernama Drs. Muhiddin. Kini Bu Prita tenggelam dalam air mata sambil ditenangkan oleh teman-teman gurunya.

Salah seorang guru muda Pak Irfan menunjukkan kegeramannya, katanya inilah persoalan yang selalu menjadikan guru sebagai korban, padahal kita hanya mengajar dan bermaksud menunjukkan jalan yang benar. Ini keterlaluan kata Pak Amir Guru bahasa Indonesia, masalah seperti ini seharusnya diselesaikan di sekolah, mengapa Ia dan orang tuanya langsung ke Polisi, rasanya menghina kita yang ada disini. Lapor balik saja Bu, meluncur dari mulut Pak Sadali guru Olahraga, ini juga bisa perbuatan tidak menyenangkan buat kita.

Dinginnya AC ruang guru, rasanya tidak mampu mengurangi panasnya diskusi guru-guru di dalam ruangan itu, semua ini karena masalah Bu Prita begitu memprihatinkan mereka. Tapi ini juga harusnya menjadi instrospeksi diri kita, dari garis meja belakang terdengar suara berat, semua orang berbalik tak terkecuali Bu Prita, di sana duduk dengan buku ditangannya Pak Adi guru PKn, semua mata kini tertuju padanya. Mengetahui semua mata tertuju padanya Pak Adi denga tenang menjelaskan bahwa masalah itu tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, selalu harus dilihat dari dua arah, karenanya kita juga membutuhkan Bu Prita menjelaskan apakah memang yang dilakukannya tidak bertentangan dengan aturan, kita kan semua bisa khilaf. Tentu saja pernyataan Pak Adi langsung disambut dengan cercaaan dan sikap sinis dari kawan-kawan guru lainnya.

Para guru berpendapat bahwa apapun, yang dilakukan guru di sekolah itu adalah proses mendidik,tidak bisa dihukum. Dan coba liat anak-anak sekarang semunnya sudah melewati batas, kalau tidak diterapkan hukuman keras mana bisa mereka berhasil.

Pak Sadali mencontohkan mereka semua yang ada di ruang guru ini adalah hasil didikan yang keras, orang tua mendidik dengan keras, di sekolah juga demikian, dan rata-rata semuanya berhasil, ada jadi guru, teknokrat, bahkan anggota dewan. Pak Irfan juga dengan suara sedikit keras mengatakan bahwa boleh jadi semua presiden kita dididik secara keras sehingga jadi presiden. Ibu Sarifah yang dari tadi cuma menjadi pendengar setia, kini angkat suara, katanya coba lihat kita sekarang ini, kita yang pernah merasakan pahit getirnya cambukan, jeweran, bahkan tendangan kaki serta tempelengan tangan sudah berhasil melalui hidup dan mencapai cita-cita masing-masing.

Semua guru kini berpaling ke langsung ke Pak Adi, sikap mereka jelas menunjukkan ketidaksetujuan pendapat Pak Adi. Merasa dihakimi sedemikian, Pak Adi angkat bicara dengan suara tenang. Dia berusaha menjelaskan asal muasal pendapatnya, dan meminta para guru menyadari bahwa pendidikan sekarang ini berbeda dengan pendidikan masa lalu yang mereka lalui, bahkan para presiden lalui. Kini anak-anak hidup pada zaman yang benar-benar tantangannya sangat hebat, tentu saja pendidikan harus mengikuti minimal mengantisipasi masalah yang akan timbul pada zaman mereka ini.

Pendidikan sekarang kata Pak Adi tidak bisa dilihat dari satu kacamata saja, semua kacamata harus digabungkan menjadi satu teropong besar masalah pendidikan. Pendidikan sekarang berada di tengah gempuran globalisasi yang maha dahsyat. Anak-anak belajar dengan teknologi, mereka telah menjadi budak teknologi, bahkan kita semua yang ada diruang guru ini. Teknologi adalah benda mati, dia hidup karena kita yang menghidupkannya, “man behind the gun” siapa yang berdiri di belakang senjata. Penggunanyalah yang harus dididik menggunakan teknologi, penggunanyalah yang harus memiliki perilaku atau karakter baik. Disanalah pendidikan kita memulainya, kita tidak bisa menghilangkan teknologi pada hidup kita, tetapi kita bisa menundukkan teknologi dengan sikap dan perilaku baik kita, peran guru dalam membangun karakter siswa menjad

Pak Adi terus saja berceloteh panjang lebar mengingatkan para guru tentang pendidikam zaman sekarang, tentang undang-undang perlindungan anak yang wajib para guru ketahui, bahwa undang-undang itu bukan untuk menjerat para guru, tetapi dapat menjadi penolong bagi anak bangsa tumbuh menjadi anak tanpa kekerasan fisik dan psikis. Dan perlu diketahui oleh para guru bahwa undang-undang ini lahir bukan karena guru yang selalu menghukum anak didiknya, tetapi karena keadaan bangsa Indonesia yang mengalami krisis moral, anak mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan psikis (bullying) sangat mengkhawatirnya masa sekarang ini. Jadi ini untuk melindungi anak-anak kita, anak-anak bangsa calon pemimpin masa depan.

Tetapi undang-undang itu banyak menyebabkan guru dipolisikan seperti Bu Prita sekarang ini, tiba-tiba Pak Sadali memotong penjelasan Pak Adi. Sepertinya ruangan ini bertambah panas. Dengan tenang Pak Adi menjelaskan bahwa undang-undang ini sama sekali tidak pernah menargetkan guru sebagai sebab muasalnya. Tetapi masalah sebenarnya adalah guru kesulitan melakukan penyesuaian dari pola lama hukuman dan kekerasan disamakan dengan mendidik. Memberi hukuman boleh jadi didalamnya ada proses mendidik, tetapi memberi hukuman dengan pola konvensional yang sarat dengan kekerasan fisik sudah mulai harus ditinggalkan, sekarang saatnya kreativitas siswa dibangun dengan pendekatan yang lebih soft (lembut) jauh dari kekerasan dengan dalih pendidikan.

Pak Adi melanjutkan bahwa saat ini Bapak dan Ibu guru tidak perlu khawatir lagi, karena pemerintah sudah membuat undang-undang perlindungan guru. Guru juga adalah warga negara yang wajib mendapat perlindungan hukum apalagi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Guru bila mendapatkan kekerasan atau perlakuan yang tidak menyenangkan dari manapun, baik adari atasan, masyarakat, orang tua siswa dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, atau merasa tidak adil terhadap suatu perbuatan, akan diberikan bantuan hukum dari pemerintah. Ini berarti kita juga dilindungi oleh negara kata Pak Adi mengakhiri penjelasannya yang panjang lebar.

Teman-teman guru masih setengah merenggut, ada percaya dan tidak percaya berlalu meninggalkan Pak Adi dan Bu Prita, mereka masih merasakan ada yang kurang, tetapi penjelasan Pak Adi rasa-rasanya benar juga. Kini ruangan itu menjadi sepi, Bu Prita masih tertunduk pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya. Pak Adi menenangkan, toh Bu Prita bisa membela diri, di kelas kejadian ada juga CCTV yang dapat menjadi saksi, dan siswa juga siap menjadi saksi bagaimana Bu Prita tidak melakukan apa-apa terhadap Aspi Muliani. Bu Prita guru wanita yang disenangi siswa karena akrab dan santun pada semua siswa, kepada orang tua siswa Bu Prita selalu mengatakan “Anak Ibu/Bapak Anak kami juga di sini.”

---selesai---

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang mantap Pak...

10 Aug
Balas



search

New Post