Jamal Passalowongi

penulis adalah guru di SMAN 6 Barru Sulawesi Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web
ATA

ATA

Sudahlah anakku, kita memang keturunan Ata. Ucapan emmakku rasanya selalu tergiang di telinga, setiap saat bila terjadi sesuatu, emmakku langsung mengucapkan kata-kata itu. Serasa itu menjadi kata pamungkas selain kata “sudah takdir” misalnya saja, saat masih kelas dua SD, aku dilempar batu Andi Sila anak dari Puang Tiro ketika melewati rumahnya, tentu saja aku menangis dan menghambur bertemu emmakku bermaksud minta tolong minimal emmakku bertemu Puang Tiro dan bertanya kenapa aku dilempar batu tanpa kesalahan, Atau emmakku datang memarahi Andi Sila. Tapi apa lacur, emmakku hanya mengelus kepalaku dan mengatakan sudahlah anakku kita memang keturuan Ata, kita tidak bisa memarahi Andi Sila apalagi Puangnya dulu (kakek buyutnya) adalah Puang kita, dimana kita mengabdi sebagai Ata kerajaan.

Dan jawaban pamungkas itu selalu ku terima bila aku bersilang sengketa dengna Andi Sila, anak Puang Tiro yang kakeknya dulu adalah darah biru Lapisan teratas atau Ana’ Arung. Memang kami di Suku Bugis mengenal Ana’ Arung yang berarti anak dari raja paling tinggi. Yang aku ketahui Ana’ Arung terdiri Atas dua tingkatan sosial, yaitu Ana’ Jemma dan Ana’ Mattola. Tingkatan yang disebut pertama adalah anak bangsawan yang lahir pada saat ayahnya memerintah/menjadi raja. Anak ini menjadi pewaris dari kerajaan. Sedangkan tingkatan yang disebut berikutnya adalah anak bangsawan dari raja yang lahir sebelum Atau sesudah ayahnya memerintah.

Tentu saja bila aku membandingkan diriku dengan Andi Sila dari silsilah keturunan ibaratnya seperti bumi dan langit. Aku dilahirkan dari keluarga Ata. Ata adalah budak/hamba sahaya yang dulu dimiliki oleh para bangsawan, setahuku Ata terbagi kepada dua lapisan, yaitu. Ata Mana’ dan Ata Taimanu. Lapisan pertama adalah budak turun temurun sejak nenek moyangnya, jika mereka mempunyai keturunan maka keturunan tersebut menjadi budak lagi dari orang yang memperbudaknya. Lapisan kedua adalah golongan budak yang paling rendah dan dianggap paling hina, karena yang memperbudaknya adalah To Maradeka.

Menurut emmakku kami adalah keturunan langsung dari Ata Mana’ yang memang dari dulu keluarga kami menjadi tumpuan kaki para bangsawan Bugis. Aku pernah bertanya pada emmakku, kapan kita berhenti menjadi Ata, Atau kapan kakekku tiba-tiba bukan Ata lagi. Emmakku menerawang, ia mengusap kepaku seperti biasanya. Dulu kakekmu adalah Ata dari seorang bangsawan terkenal dan baik hati bernama Andi Pinra ri olo bergelar arung malasae’ ri bola toana. Ia bangsawan hebat, tapi sayang umurnya tidak lama, Beliau terkena penyakit parah, puluhan sanro (dukun) didatangkan mengobatinya tapi tidak juga sembuh-sembuh. Akhirnya beliau meninggal dunia, Nah...pada saat seorang bangsawan Bugis meninggal dunia, maka sebelum bangsawan itu dimandikan, berkumpulla para Ata di bawah rumah menunggu air mandi mayat sehingga mereka juga tersiram dan mandi bersama mayat tuannya. Saat itulah para Ata itu menjadi to maradeka (orang merdeka), yang berarti dapat pergi dan bebas kemanapun tanpa harus meminta izin atau persetujuan orang lain.

Begitulah annakku, jadi kita ini memang keturuan Ata, berhentilah engkau berselisih paham dengan Andi Sila karena walau bagaimanapun, mereka berada jauh di atas kita. kata-kata ini menjadi palu godam yang menyiksa diriku. Siapa yang tidak tahu Andi Sila, sifatnya dan karakternya sangat buruk, sejak SD kelakuannya menyiksa orang lain, bahkan guru-guru pun takut padanya. Ia selalu diloloskan dari hukuman, dan anehnya hukuman itu selalu jatuh pada si korban. Kelakuan buruk itu ternyata tidak berubah, di SMA malah semakin menjadi, sekarang Andi Sila memiliki geng, minum-minum ballo bersama, kebut-kebutan, atau main keroyokan. Tentu saja tidak ada yang berani melarang, karena akan berhadapan langsung dengan Puang Tiro Ana’ Arung Riolo yang sangat terkenal.

Sejak kejadian di SD dulunya aku memang sudah menjauhi Andi Sila, walaupun terkadang menjauh dari masalah sudah dilakukan, tetapi terkadang masalah itu datang dengan sendirinya. Aku pun maklum berhadapan dengan Andi Sila sama dengan menabrakkan diri ke tembok besar, tetap saja kita yang rugi. Aku menikmati prinsip itu, sampai selesai di SMA, karena setelah tamat SMA aku berhasil memasuki jurusan favoritku di Perguruan Tinggi Negeri, itupun lulus denggan beasiswa penuh, untung juga aku medengarkan emmakku untuk menjauhi Andi Sila, karena itu aku menenggelamkan diriku pada pelajaran dan menjadi kutu buku. Hasil ini mengantarku ke kota dan menjadikan pikiranku terbuka, di Perguruan Tinggi mataku terbuka, kata-kata emmakku tentang kita adalah keturuan Ata, sudah bukan lagi masalah buatkku.

Ata dari presfektif budaya hanyalah masa lalu, merupakan stratifikasi sosial untuk membedakan keturunan pada masa itu dan tentu saja saat ini tidak berlaku lagi. Akan kuberitahu emmakku bahwa meskipun kita keturuan Ata, tetapi bila perilaku kita baik, dan pemikiran kita terbuka maka jastifikasi keturuan tidak lagi populer di masa teknologi saat ini, malah yang berbahaya saat ini, adalah kita menjadi Ata bagi teknologi, kita menjadi Ata diri sendiri, Atau kita menjadi Ata orang lain tanpa sepengetahuan kita.

Ketika akhirnya aku pulang ke kampung tahun ini, kulewati rumah Andi Sila, selama empat tahun kuliah ditambah tiga tahun keberadaanku di negeri Paman Sam Amerika, aku nyaris tidak pernah mengenar nama Andi Sila lagi, bila kutelpon emmakku yang kutanyakan hanyalah keadaannya, kesehatannya, dan bagaimana keadaan rumah yang ku bangunkan untukknya, tidak pernah aku bertanya tentang Andi Sila. Tampaknya rumah itu sudah kosong, sepertinya sudah lama ditinggalkan pemilikinya, kemana Andi Sila dan Puang Tiro, rumah besar itu tampak sangat kumuh dan tidak terawat, bagian dindingnya sudah mulai lapuk satu persatu, padahal setahuku itulah rumah paling besar di kampung ini karena masih peninggalan arung matoa dulu.

Kudengar kabar dari para tetangga yang datang menyambangiku, Andi Sila selepas SMA terlibat narkoba, dan perkelahian, pokoknya dia menjadi penjahat nomor wahid di daerah ini, sampai akhirnya di tangkap dan dipenjarakan. Puang Tiro sudah berupaya agar anaknya bebas, menurut cerita orang-orang, Ia bahkan menghubungi beberapa Jenderal di kota untuk melepasan anaknya, Ia menyuap hakim, dan akhirnya Puang Tiro juga dijebloskan ke dalam penjara. Akhir yang tragis dari keluarga bangsawan.

Hari ini cerah, aku menggandeng emmakku turun dari mobil, keberangkatan 20 menit lagi. Kloter 12 siap berangkat hari ini, dengan izin Allah Swt,. keberhasilanku selama ini tidak lupa aku sisihkan untuk naik haji bersama emmakku, meskipun sudah tua tapi beliau masih sehat dan siap berangkat. Dari arah bandara menghambur beberapa karyawan kantorku, mencoba memengang emmakku dan mengangkat koper-koper kami.

“Tabe Puang...biar saya yang angkat” kata mereka, yang terdengar langsung oleh emmakku. Emmakku terdiam memandangiku, dia berbisik kita ini keturunan Ata annakku, kenapa kita dipanggil oleh mereka “Puang” apa tidak salah.” Oh...emmakku sayang sekarang Puang dan Ata bukan lagi masalah buat kita, di dunia yang terbuka ini perilakulah yang membuat orang menjadi Puang dan Ata. bila perilakumu bagus maka engkaulah Puang atas dirimu dan manusia disekitarmu, tetapi bila perilakumu buruk, maka engkaulah Ata serendah-rendahnya Ata dimata orang lain dan Tuhan.

Senyum di wajah emmakku tidak bisa aku tafsirkan, kepuasan batin apa yang dilaluinya, yang jelas sejak kejadian itu emmakku tidak pernah lagi menyebut Ata dihadapan kami sekeluarga. Dia hanya selalu mengingatkan cucunya dalam bahasa Bugis “Tapadecengi ammpeta appoku, apa idimanengmitu Atanna Puang Allahu Taala (perbaiki perilakumu cucuku, karena kita adalah hamba dari Tuhan Allah Subhanhu wataala).

==Selesai==

Catatan:

Emmakku = Ibu/emak

Ata = budak

Puang = Tuan

Sanro= dukun

Arung= raja

Ana’ = anak

ballo = minuman keras memabukkan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus dan penuh inspirasi. Saya setuju dengan nasehat emak pada kalimat terakhir. Karena sesungguhnya manusia yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

29 Jul
Balas

Sudah tak ada ATA. Apresiatif. Tema bersumber dari kearifan lokal untuk belajar bersama. Sip..

29 Jul
Balas



search

New Post