Jantriwanis

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Dalam Khitbah Hafifah Lutfiyah

Awan berarak cerah, ada cahaya mentari yang masih memberanikan diri untuk menembus cakrawala dunia, semilir angin mengelus-elus ubun-ubun dan kulitku yang tampak kering, ku rasakan sedikit rasa lelah dalam aktivitasku, ku putuskan menunggu datangnya gelap malam sambil menikmati mentari undur diri. Angin semakin kencang, helai demi helai daun ekaliptus jatuh didepan belakang bahkan disekelilingku, aku tidak seberuntung Rijalul Ihsan yang bisa mencapai targetnya dalam menyelesaikan amanah orang tuanya, tapi setidaknya aku masih bisa berbangga dan bahagia memiliki teman sepertinya, pikiranku terus menembus segala asa yang pernah aku tuliskan dalam buku agendaku, aku berhenti menuliskan target, saat ini aku ingin menuliskan kerja dan karya. Setiap sentuhan angin memberiku satu nafas dan kelegaan, aku mulai sedikit tenang untuk berani menempuh hari esok dengan penuh semangat.

Tidak ada yang aku pikirkan selain mewujudkan keinginan menjadi seorang pebisnis. Kupandangi sekelilingku, kubuka tas yang dari tadi menganga dan memintaku untuk meraih buku yang dibawanya, kuraih buku bertema prospek bisnis makanan, aku kembali hidup, pikiranku mulai aktif berpikir tentang harapan baru, badan yang lemah kembali terasa semangat seperti menyeduh teh saat badan diterkam kedinginan, aku mulai bertekad, aku harus bisa, tapi tak bisa dinafikan aku pernah berada pada kondisi ini, aku pernah memulai untuk berbisnis kemudian jatuh dan menghabiskan segala aspek usahaku, pikiranku mulai kacau, sementara hati berusaha keras melawan gundah dan berkata ‘engkau masih punya kesempatan Faqih Al-farizy bin Abdullah’. Ku tepis semua gundahku, mungkin sudah saatnya menyalakan api berunggun dalam gulita dan kepekatan, menyuluh langkah berobor menanjak dan melewati lembah, sudah lama rasa tersita waktu terbuang asa terpendam, kepakkan kepiawaian, simpan keluh dihati karena itu tidak berarti, lalu berikan senyum terindah tiada paksa.

Kutarik senyum termanis yang pernah aku punya, kumulai berpikir keras untuk sebuah asa yang baru, sungguh tidak mudah bagiku bangkit dari satu tangga untuk naik dan jatuh dari tangga yang lain, kusulut langkah putuskan untuk memulai sebuah usaha yang kuberi nama ‘harapan’, ya sesuai dengan namanya harapan, terlalu banyak harap disana namun kutahu semua harapan itu tidak mudah dan tidak semuanya milikku.

Kuraih pena kertas dan laptop, kucoba tuangkan semua harapan itu dalam sebuah kertas brosur, kurangkai kata demi kata untuk menghasilkan brosur yang menarik, tanganku sudah mulai lincah mengetik, mengedit dan mendisaign brosur, tepat sebelum berangkat ngajar les seorang siswa SMA, semua brosur itu kelar. Brosur kelar, mentari mulai merangkak dan tergantikan semburat jingga dilangit pekanbaru, kukatupkan resleting tas, kurapihkan penampilan mengusir dedaunan yang hinggap beberapa helai diatas kepalaku, aku mulai berkata sendiri ‘faqih alfarizy bersemangatlah’.

Kuberusaha dan terus berusaha, cerita tentang Hafifah Lutfiyah yang sama sekali tidak pernah aku kenal kembali menggelayuti pikiranku, memacu hatiku untuk memenangkan rasa cinta yang entah sejak kapan hadir dalam hatiku, disela kesibukan bisnis yang kutekuni dari koridor cafe aku berjalan, menata kursi, menyapa pegawai yang mulai kewalahan dan menyambut pelanggan yang mulai berdatangan, dari kejauhan aku melihat sosok anggun berbusana apik, dengan baju berwarna merah jambu berikut jilbabnya yang ia pasangkan dengan rok berwarna hitam dengan motif yang unik, menggambarkan keanggunan Indonesia, aku tak berani menatapnya lagi, menelusup didalam hatiku akan kesadaran siapa aku, aku hanya seorang yang tidak tau bagaimana nasib kuliahnya, sedangkan ia terlihat seperti orang yang sangat cerdas, cekatan dan cakap dalam aktivitasnya. Kendati begitu aku tidak bisa menyalahkan hatiku yang telah jatuh cinta.

***

Malam yang panas, membuat gerah dan aku tidak tahan duduk didalam kamar kost yang luasnya tidak besar dari dua kali dua meter, duduk dipelataran kost, pilihan terbaik malam ini, aku tidak mau pikiranku dipenuhi dengan hal yang tidak penting, ku tepis semua galau dihati untuk tetap memikirkan sesosok anggun yang kulihat di cafe tadi, itulah jodohku tapi aku harus konsentrasi dengan bisnisku dan tidak mau memikirkan yang lain karena kuliah yang tidak karuan dan tanggungan seorang adik yang mesti ku perhatikan masa depan pendidikannya. Ku tarik senyum yang berarti aku harus terus melaju dan fokus dengan tujuan saat ini.

Brem…hiiiiiiiiiiiitth…

Ada suara mobil berhenti diujung gang yang tanpak dari pelataran kostku yang bertingkat, biasalah kostku letaknya hanya disebuah gang sempit. Ku lihat sesosok laki-laki gagah yang telah menjalankan modal usaha membuka cafe dan wedding organizer setahun yang lalu dan sekarang cafe itu telah sepenuhnya menjadi milikku, ia berjalan menuju tempat aku duduk melepas kelelahan setelah seharian disibukkan dengan aktivitas di cafe, .

”Assalamu’alaikum….”

“Waalaikumsalam ustadz…”

“Silahkan duduk ustadz, ada apa kiranya ustadz berkunjung, aduh ustadz maaf ini berantakan habis memperbanyak brosur untuk promo cafe dan wedding organizer (WO)”.

Senyum lelaki paruh baya itu membuat wajahnya dengan segenap tanggungannya terlihat bercahaya dan kerutannya tak begitu membuatnya terlihat begitu tua.

“Faqih, saya senang melihat kegigihanmu. Apa rencanamu berikutnya Faqih?

“aku ingin terus mengembangkan usaha ini ustadz

“mmm…kemaren amril bilang beberapa hari lalu kamu membeli rumah, untuk apa?

“ustadz bisa aja, ana ingin nanti disana ana membina keluarga bersama isteri dan anak-anak ana ustadz, jadi ana membeli rumah yang sederhana itu

“saya salut denganmu anak muda, adapun maksud saya datang kesini untuk meminta engkau menikah dengan anak salah seorang ustadz, dia sudah lulus S2 dan sekarang mengolah salah satu usaha orang tuanya.

“ustadz, maksud ustadz saya harus menikah?

“Faqih al-farizy bin abdullah, pikirkanlah terlebih dahulu, dia tidak bisa menunggu lama karena ia ingin menyempurnakan diennya dan setelah itu meneruskan karier bisnisnya serta S3nya yang hampir rampung. Saya juga ingin nak Faqih menjawabnya langsung pada orangnya, bukan melalui lisan saya. Saya pamit dulu nak Faqih, aku tau engkau sangat bijaksana, assalamu’alaikum….

Wa’alaikumsalam warahmatullah, hati-hati dijalan ustadz..

Ustadz tersenyum dan meraih mobilnya lalu melaju, ku tatap hingga batas pemandangan kepergian ustadz dari kost kecilku.

***

Malam semakin kelam dan pekat, bising suara kendaraan yang lalu lalang sudah mulai berkurang, jarum jam sudah mengarah pada pukul 00.00 wib, aku masih mengingat dan menimbang-nimbang tawaran yang diberikan ustadz Rahmat Taufiq, aku masih berpikir dari setiap lirik ucapannya yang bak personifikasi kehidupan yang tidak ada tawar menawarnya, selain harus menjawabnya dan yang paling mengusik batinku ketika ustadz meminta agar aku menjawab langsung pada anak salah seorang ustadz tersebut, banyak yang aku tidak tau, tapi batin kepercayaanku pada ustadz Rahmat membuat aku tidak bertanya, karena ku yakin dia selalu memikirkan yang terbaik buatku, karena dia sudah seperti ayahku sendiri. Ku coba tuangkan jawaban itu dalam kertas penuh kehati-hatian dan keridhoan, karena aku tidak tau harus seperti apa menyampaikannya kepada ustadz, aku tau ustadz menginginkan pernikahanku dengan wanita sholehah itu terjadi, tapi aku tidak siap… tidak siap untuk menikah dengan wanita yang baik sedang dihatiku ada rasa lain, ada seorang yang bertahta didalam hatiku, meski aku tidak pernah tau akan raut wajahnya, yang aku tau hanya cerita tentang keanggunan pribadinya yang sholehah.

Pekanbaru, 14 januari 2009

Menemui bidadari yang dilindungi Allah

Rabb, ku serahkan semua asa.. waktu hidup dan umurku dalam genggaman-Mu, berikanku keberkahan dalam meniti perjalanan hidup di dunia ini yang setiap gulirnya kadang membuat aku kuat dan terkadang menyusutkan langkahku lalu terseok. Aku berharap hanya pada-Mu, begitu juga ku harap ukhty, semoga senantiasa dalam limpahan rahmat-Nya. Salawat buat rasulullah, semoga kita diberi kesempatan untuk bertemu dengannya setelah risalah yang dititipkan padanya kita jadikan tuntunan didalam mengharungi badai kehidupan dan tsunami yang meranggas dan menghanyutkan rasa dan pikiran.

Ukhty, sungguh aku tidak pernah melihatmu, aku tidak tau siapa namamu, yang aku tau hanya saja tentang ustadz yang menginginkan aku bisa hidup bersamamu, dia seorang yang luar biasa, aku belajar berusaha darinya, belajar bangkit dari jatuh lalu jatuh dan bangkit kembali. Aku sama sekali tidak pernah mendengar tentangmu, baru kali ini aku mendengar tentangmu.

Untuk kau tau tentangku, aku hanya seorang mahasiswa S1 yang hampir menghabiskan lebih dari jatah kuliahku dan aku tidak tau apakah ini akan berakhir sebuah toga yang sangat diharapkan oleh keluargaku, aku juga tidak punya kehidupan yang baik, aku hanya seorang pedagang yang kadang tidak banyak pelanggannya, aku menghabiskan waktuku untuk bekerja sepanjang siang untuk mencukupi kebutuhanku dan memenuhi janji untuk mengayomi pendidikan adikku ‘harits al-ulum’. Aku khawatir tidak bisa mendampingi dan melindungi.

Allahlah penguasa hatiku, aku tidak pernah akan menolak segala yang Ia berikan, sungguh wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik, dan mungkin itulah yang berbeda antara kita. Bagi seorang pelayar kehidupan sepertiku maka tetap ada lautan yang tak bisa ku seberangi, tidak perlu sebuah kapal untuk aku bisa meraih pelabuhan, tidak perlu harta untuk aku bisa menyuap nasi setiap harinya, namun aku tidak mau menjadi pianggang* dalam rumahmu, karena yang aku tau selama ini misik raihan mewangi dalam biduk kehidupanmu.

Saat aku mendengar sekilas berita tentangmu, aku yakin engkau wanita yang bertutur baik dan sangat diidamkan oleh banyak al-akh yang lebih pantas menjadi nahkoda dalam bahteramu, yang bisa memberikan kompas kehidupan hingga hidupmu terasa lebih nyaman di dunia dan akhirat, bukankah engkau ingin menjadi bidadari dari pangeranmu didunia dan di surga-Nya?. Aku undur diri, aku ingin hatimu dan jua hatiku terjaga dalam kecintaan pada-Nya. Ukhty, ketika engkau memilih mutiara diantara pecahan kaca maka pilihlah dengan berhati-hati, jangan sampai engkau terpilih kaca dan jangan sampai engkau terluka, karena aku sangat menghormatimu.

Aku yang fakir di jalan Allah

Faqih Al-farizy

Alhamdulillah surat jawaban ini telah selesai, aku berharap surat ini bisa mewakili jawabanku, karena aku tidak bisa memilihnya sebagai pengganti bunga yang sudah mekar didalam hatiku, setiap saat mekarnya menyebarkan semerbak wangi, tapi aku masih tidak tau siapa dia, aku hanya tau namanya Hafifah Lutfiyah. Mudah-mudahan surat ini tidak melukai siapapun.

***

Allahuakbar… allahuakbar… Allahuakbar… allahuakbar…

Senandung adzan subuh membuat aku membuka mata dari pulasnya tidur selama satu jam, ku gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan, lalu melangkah untuk berwudhu, meraih peci pemberian ibu dan sarung pemberian ayah saat aku akan berangkat ke Pekanbaru, ku tata hati dan mengikhlaskan langkah mengayun asa mulai melangkahkan langkah pastiku menuju mesjid. Selesai semua aktivitas subuh lengkap dengan tilawahnya, ku pandangi langit dan berjalan seperti pagi-pagi biasanya, langit yang diselubungi oleh gelapnya subuh perlahan menampakkan kebeningan fajar merangkak menghela diri mempersilahkan mentari jaga dari peraduan, indah sungguh indah pagi ini, menghiruf udara pagi ini juga berbeda dari pagi-pagi yang lainnya, jiwaku lebih tenang, aku merasa lebih bersemangat. Dari kejauhan aku melihat ada sesosok lelaki berotot yang rajin fitness sepertinya, tapi benakku menangkap bahwa itu Faqrul. Ternyata benar.

“Hei bang faqih, apakabar?”

”Alhamdulillah baik rul, abang sehat. Wah dulu kamu kecil sekali, sekarang luar biasa. Faqrul sendiri apakabarnya ni sekarang? Sudah lama tidak bertemu? Bekerja dimana sekarang rul?”

“Alhamdulillah baik bang, seperti yang terlihat, bugar bang. Hehe,. Iya bang, irul bekerja di Kalimantan, biasa bang proyek, jadi sekarang tugasnya kembali disini, di Pekanbaru tempat yang penuh kenangan bagi irul bang. Abang sendiri gimana dengan bisnisnya? Kuliah gak lupakan bang? Hehe..”

“Bisnis Alhamdulillah, biasalah rul setiap kelapangan itu tentu ada sempitnya, kuliah sekarang lagi penelitian, doakan ya rul agar segera kelar”

“amiiinnn, semoga Allah sentiasa berikan kesuksesan buat kita, tentunya kesuksesan yang halal, benarkan bang?”

“Amiii ya Rabb, bener itu”

“Oia bang, aku sekarang juga mulai mengaji agama kita bang dan alhamdulillah lebih tenang”

“Subhanallah, oia..udah jam enam tepat ni, abang harus pulang, sampai ketemu ya rul, assalamu’alaikum”

“wa’alaikumussalam, hati-hati bang”.

Pagi yang cerah untuk selalu bersemangat, semangat faqih al-farizy…! Jangan pernah merasa engkau bekerja keras jika belum menghasilkan yang terbaik, karena itu berarti engkau belum bekerja keras. Itulah kata-kata yang bisa aku lecutkan dalam diri sebagai semangat. Pagi ini aku merencanakan untuk menemui ustadz Rahmat Taufiq dan menyerahkan jawabanku setelah tiga hari tiga malam aku pikirkan.

“assalamualaikum ummi, ustadz ada ummi?

“waalaikumsalam, ada nak, silahkan masuk dan duduk, ummi panggilkan ustadz di taman belakang dulu.

“trimakasih ummi

Dadaku berdebar kencang dan semakin kencang ketika aku mendengar suara ustadz samar-samar dan gemercik air yang disiram untuk membersihkan tangannya.

“mmm…apakabar faqih?”

“Alhamdulillah baik ustadz, ustadz kelihatan semangat dan sehat banget pagi ini?

“Alhamdulillah faqih, pagi ini terasa lebih indah mungkin karena pagi-pagi kamu sudah mau mengantarkan kabar baik buat saya?

Detak jantungku makin tak karuan, ada rasa takut kalau kalau surat yang aku bawa tidak berkenan bagi ustadz dan juga yang akan membaca.

“Kok bengong anak muda? Silahkan disamberin makanan yang apa adanya ini, ubi goreng, jarang-jarang kan kamu makan ubi goreng..

“iya ustadz, enak banget ustadz, ustadz Faqih mau ngasih surat untuk al-ukhty yang ustadz maksud malam tadi dan ini bukan keputusan yang egois, insyaallah sudah dipikirkan dan sudah diserahkan pada Allah swt.

“baiklah, saya tau tipe kamu seperti apa, kamu seorang yang keras dan tidak mudah bagi orang mengubah hitam atas putih yang sudah engkau tetapkan dengan hatimu, mungkin nanti bidadarimu yang bisa mengubahmu untuk bisa lebih lembut.

“kalau begitu ustadz saya harus kembali ke cafe untuk meneruskan ikhtiar saya, agar bidadari saya bahagia nantinya dan gak begitu repot saat udah walimahan tinggal memikirkan masa depan mujahid mujahidah kecil kami.

“Subhanallah semoga Allah memberkahi semua kerja kerasmu nak. Oia, saya lupa bilang malam itu, akhwat yang ingin saya jadikan sebagai bidadarimu adalah Hafifah Lutfiyah binti Abdul Rakhim, nanti suratmu akan saya sampaikan, hati-hati.

“assalamualaikum….”

“waalaikumsalam…”

Tertunduk wajahku merah dan mulai malu pada dunia, ternyata dialah yang sedang aku cintai, tapi aku juga tidak mau mengorbankan harga diriku meminta surat itu kembali, aku tidak mau prinsipku berubah hanya karena keluguan cinta, semangatku sedikit berkurang, hanya saja masih berharap akan Hafifah Lutfiyah, aku harus memulai hidupku yang baru.

***

Bandung, 23 januari 2009

Menemui panglima kemenangan keluarga

Allahu rabbi, ku serahkan cinta kasih dan kehidupanku hanyalah kepada-Mu, ku serahkan semua ihwalku pada-Mu. Aku berbangga telah diberi kesempatan untuk menjadi ummat Muhammad.

Akhi faqih al-farizy, jika engkau tidak pernah melihatku maka aku juga menaruh kekhawatiran untuk bisa menjadikanmu imam bagi diri dan anak-anakku kelak, tapi aku tau ayah ku tidak akan mencarikan aku seorang imam yang salah, tentu juga ayahanda sangat menginginkan aku menempuh bahtera yang kadang diterpa badai dan kadang bisa melaju tanpa ada karang dan ombak yang meluluh lantakkan bahkan menggulung bahtera hingga ke dasar samudera sekalipun.

Aku mencari imam keluarga yang taat pada Rabbnya, bukan mencari pegawai dengan syarat lulusan S1 atau bukan juga rekan bisnis yang bisa menanamkan investasi karena memiliki kelebihan harta yang bahkan melimpah. Aku mencari imam yang bijaksana dalam mengambil sikap, imam keluarga yang bersabar dengan segala lika liku hidup. Sungguh aku juga tidak pernah mengenalimu wahai al-akh, jika engkau merasa tidak bisa membelah lautan dan menerjang badai dalam dekapanku, maka aku berdoa pada Rabb supaya suatu saat engkau menekan permata diantara pecahan kaca yang mengitari maqom berdiri akhi. Aku juga ingin wahai al-akh, hatimu terjaga dalam cinta-Nya hingga kau temukan permata yang engkau cari. Aku berbahagia bisa dipertemukan denganmu meski melalui serangkai demi serangkai kata yang ku susun dari kata-kata sederhana ini.

Aku insan sederhana

Hafifah Lutfiyah

Satu bulan aku menunggu balasan surat itu, tapi aku masih belum tau persis apa makna dari kalimat-kalimat yang terangkai dalam surat itu, surat yang ditulis di bandung, ya dalam kesibukan seorang Hafifah Lutfiyah, aku merasa masih punya kesempatan untuk meraih permata yang selama ini aku cari, aku ingin meraihnya kembali. Bergegas aku menemui ustadz Rahmat Taufiq.

“ustadz apakah maksud dari surat Hafifah Lutfiyah?”

“mm..faqih, maksud dari surat itu, engkaulah yang tau wahai faqih al-farizy, sebelum surat itu diberikan kepadamu, Hafifah Lutfiyah sudah mengatakan keinginannya yang akan dipersunting oleh orang yang akan menjadi imam dalam biduk keluarganya, tiga minggu lagi adalah acara walimatul’ursy Hafifah Lutfiyah. Dia sudah menentukan pilihannya setelah mendapat jawaban darimu Faqih al-farizy, semoga itu adalah pilihan yang tepat dan semoga Allah memberikan yang terbaik sesuai pilihanmu juga.

***

Itu artinya Hafifah Lutfiyah bukan milikku, aku tidak bisa membangun istana kebahagiaan bersamanya, aku kembalikan pada Rabb apa-apa yang aku rasakan, serasa hatiku patah sebelum mendapatkan cinta, mungkin inilah yang dikatakan orang patah hati dan mungkin beginilah sakitnya hati kecewa karena cinta yang ada dalam lirik nyanyi melayu yang dulu sering aku nyanyikan di festival budaya melayu saat aku masih sekolah. Hatiku teriris, ingin rasanya ku ambil lagi suratku yang mentah-mentah menolaknya, tapi nasi sudah jadi lontong.

***

Pagi ini aku berdiri dikoridor kost dengan jaket hitam dan celana training seusai olahraga pagi, ku sapu keringat yang ada diwajah. Indah memang pagi ini tapi tak seindah gelora jiwaku, tenang tapi tak setenang perasaanku, tapi aku tidak mau memikirkan apa yang bukan menjadi hakku. Ku lihat jam di HP, sudah saatnya aku bersiap untuk berangkat ke cafe, ku letahkan HP dikantong baju kaos lengan pendek yang aku pakai dibalik jaketku, aku merasakan getarnya dan ternyata ada yang memanggil, tapi nomor baru.

“assalamu’alaikum,

“waalaikumsalam, iya dengan siapa saya bicara?

“akhi…saya Hafifah Lutfiyah, saya mendapatkan nomor HP akhi dari ustadz Rahmat Taufiq, saya mau memakai jasa wedding organizer yang akhi miliki, saya mau memakai nuansa hijau, apakah bisa?

“insyaallah bisa ukhty, apakah ingin melihat fasilitas kami? Karena kami tidak ingin pelanggan kami kecewa.

“mm…boleh,

“kalau begitu, silahkan datang ke WO kami di cafe harapan jalan tuanku tambusai nomor 1

“baik, insyaallah satu jam lagi saya kesana, wassalam.

“waalaikumsalam

Hafifah Lutfiyah, dia yang telah menabur cinta tanpa aku tau siapa dan bagaimana dia, sekarang menawarkan kerjasama untuk walimahnya, aku harus professional karena ini urusan kemaslahatan semua WO dan rekan-rekan yang ikut membesarkan cafe dan WO harapan.

Tak terasa satu jam berlalu dengan segala kesibukan masak memasak di cafe.

Hafifah Lutfiyah datang bersama ibunya, dia adalah sosok yang aku lihat memakai baju merah jambu berikut jilbab yang sama dan rok hitam yang anggun saat itu, aku dibantu beberapa orang staff WO menyambut dan memberikan pelayanan terbaik kami, aku memandangnya dengan tetap menjaga pandanganku karena tidak ingin hatiku terkotori dan sangat menjaga kehormatan Hafifah Lutfiyah. Usai sudah sang calon pengantin memilah dan memilih semua kelengkapan yang ia butuhkan untuk walimatul’ursy, WO yang dipilih sederhana dengan perpaduan yang tampak elegan, seorang calon doktor dengan kesederhanaannya. Tutur kata yang sama seperti apa yang aku dengar tentangnya dulu.

Hari ini aku lelah sekali, meski tak banyak yang aku kerjakan di cafe karena rekan kerjaku sudah bertambah dan aku mulai fokus pada WO. Aku tidak mau berkeluh, terlalu cengeng untuk terus patah hati, ku telepon ibu, ku dengarkan suaranya sayu, ku katakan akan pulang ke kampung halaman yang tak jauh dari Pekanbaru yaitu kota Dumai, tujuanku selain kerinduan yang teramat pada mereka disana juga untuk menetralisir hati, bertemu dengan keluarga dan menghabiskan beberapa hari untuk melewati senja di pelabuhan dengan segenap aktivitasnya dan yang paling aku senangi melihat orang lalu lalang untuk keberangkatan mereka ke Malaysia, ya berdiri dipelabuhan hanya ku lakukan sendiri karena adikku harits al-ulum sedang nyantri di salah satu pondok pesantren yang ada di Jawa. Lima hari sudah aku mengahabiskan waktu di dumai, dan itu artinya tidak lebih dari dua minggu lagi Hafifah Lutfiyah akan dipersunting oleh seorang yang telah dia pilih dengan iman dan kelembutan hatinya.

Aku kembali dengan cafe yang terus memberi aku harapan, sekarang aku dan rekan-rekan merancang untuk mendirikan cabang cafe ditempat yang telah kami sepakati dalam rapat yang kami sebut rapat pengembangan, rapat aku pimpin langsung dengan menghadirkan para pelaku aktif usaha maupun penasehat usaha yang tidak termasuk dalam struktur operasional kami. Rapat berlangsung sesuai dengan rencana, waktu yang efektif dan tidak bertele-tele, setiap rencana diikuti solusi dan hipotesis hal terbaik dan terburuk yang akan terjadi dalam operasional usaha, seusai rapat aku kembali menyibukkan diri untuk memasak di dapur cafe, meski yang lain memanggil aku bos dalam guyon mereka, tapi aku ingin selalu memasak.

Sedangkan urusan WO untuk walimatul’ursy Hafifah Lutfiyah, sudah ditangani salah seorang staff yang sangat bisa dipercaya dan aku hanya membantunya sesuai dengan kebutuhan saja, aku tidak banyak ikut andil bukan karena patah hati tapi staffku ini mengatakan “biarkan aku membuktikan kualitas kerjaku, jadi biar aku yang menangani WO kali ini”.

Tidak lebih dua minggu lagi Hafifah Lutfiyah akan menikah, tepat pukul empat sore saat cafe digandrungi begitu banyak pelanggan, masuk SMS dari Ustadz Rahmat Taufiq ke HP klasikku.

“askm.Faqih Alfarizy bin Abdullah, ini undangan untukmu, sore ini adalah sore dimana Hafifah Lutfiyah akan dikhitbah, maka ustadz Abdul Rahim memintamu untuk datang dan memimpin doa, acara dimulai jam 16.30 WIB, jangan sampai tidak datang”.

Subhanallah, waktu tidak lebih dari 30 menit, mau menolak aku tidak tega dan tak mampu karena aku menghormatinya seperti ayahku sendiri, aku harus memacu laju motorku karena rumah ustadz Abdul Rahim tidak begitu dekat dari cafeku, setiba disana dengan pakaian apa adanya dan tubuh yang masih bau makanan karena sedari tadi aku menghabiskan waktu didapur cafe, aku meminta diri untuk bisa berwudhu terlebih dahulu.

Spontan diumumkan acara khitbah, ingin rasanya aku menutup telinga dan mata agar tidak ku dengar dan lihat al-akh yang akan menjadi pendampingnya.

Spontan aku tercenung melihat ibu, ayah dan keluargaku hadir. Ibu cantik sekali, ayah tampak lebih muda dan adik sudah lebih tinggi dan tampan.

Ustad Rahmat Taufiq mengumumkan “Hari ini kami umumkan acara khitbah anak kami Hafifah Lutfiyah dengan pilihan hati dan imannya yaitu seorang yang sangat dekat dengan kami Faqih al-farizy”.

Ibu memasangkan cincin dijari Hafifah dan setelah itu aku membaca doa untuk kebahagiaan kami. Waktu berganti dan sampailah masanya walimatul ‘ursy dua insan yang telah ada takdirnya jauh sebelum saling bertemu, melalui diaryku yang tertinggal di kampung dan keberanian adikku membaca sebelum ustadz Ramhat Taufiq menyampaikan hal ini padaku, aku benar-benar merasa bahagia. Ku temukan permata yang tersimpan diantara pecahan kaca dan permata itu berkilau, memberi kenyamanan dalam bidukku.

***

The end

*Pianggang:serangga yang bisa mengeluarkan bau busuk

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terimakasih pak... Semoga bisa lebih banyak menulis.

29 Jul
Balas

mantap bu....

29 Jul
Balas



search

New Post