Guru Sukses, Sejahtera dan Penggiat Gerakan Literasi Ini Bernama Satria Dharma
Perawakannya sedang, gerakannya gesit, ide-ide dan actionnya powerful. Begitu kira kira penampakan pria ini. Namun demikian, menghadapi orang ini kita harus berhati hati. Lho kenapa? Pria tengah baya ini gampang membuat virus dan menularkannya, dan bila Anda terjangkit virusnya, Anda akan panas dingin dan itu akan segera menular menjadi wabah besar di seluruh negeri.
Kabar baiknya, virus yang ditebarkan bukan virus penyakit tapi virus dahsyat, virus kebaikan, virus tentang literasi, tentang budaya membaca, dan tentang kebiasaan menulis. Virus dahsyat itu ditebar di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat dan tumbuh kembangnya budaya membaca yaitu lingkungan pendidikan.
Suami dari Ika Padmasari ini mampu blusukan dari satu pelosok ke pelosok lainnya menjelajahi seluruh negeri untuk memberi motivasi dan pendampingan kepada siswa, guru dan masyarakat tentu bersama pejabat pejabat terkait. Untuk urusan inilah Mendikbud Anies Baswedan ketika itu pernah menelpon Satria Dharma dan mendukung penuh gerakan literasi menjadi gerakan nasional. Kisah blusukannya ditulis di web www.satriadharma.com dan setiap tahun dibuat bukunya lalu dibagi bagikan kepada teman dan sahabat-sahabatnya. Khusus tentang gerakan literasi, Satria Dharma mengabadikannya dalam buku setebal 288 halaman dengan judul “A Full Year of Literacy” dan yang teranyar "The Spring Time of Literacy"
Ayah dari Muhammad Ayyub Dharma (Yubi), Muhammad Yusuf Dharma (Yufi), dan Tara Nuramalia (Tara) ini berceritanya tentang riwayat karier dan pendidikannya. Satria pertamakali masuk IKIP Negeri Surabaya tahun 1977, pada program pendidikan guru Diploma 1 jurusan Bhs Inggris di PGSLPYD (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama Yang Disempurnakan). Setelah lulus, dia langsung ditempatkan di SMPN 1 Caruban, mengajar selama 2 tahun. Pada tahun 1980, dia kembali masuk IKIP pada program S1 jurusan yang sama, sambil mengajar sebagai PNS di SMPN 2 Surabaya.
Di IKIP, Satria pernah menjadi ketua HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Bahasa Inggris meski waktunya terbatas, karena dia juga harus mengajar siang harinya. Karena prestasinya yang bagus, dia terus menerus mendapatkan beasiswa peningkatan prestasi. Lulus pada tahun 1984, dia kemudian pindah mengajar di SMAN 12, dan pindah lagi ke SMAN 13. Karirnya sebagai PNS mengalami “kecelakaan” ketika dia menolak untuk menjadi anggota Golkar. Pada saat itu, semua PNS memang “dipaksa” untuk masuk Golkar. Satria menolak untuk mejadi anggota Golkar karena dia berprinsip bahwa seorang guru sebenarnya adalah sosok “pinandito”, tak boleh bersikap partisan dengan mengikuti golongan atau partai politik tertentu. Sikapnya itu membut dia diskors bertahun-tahun dan dikeluarkan dari tempatnya mengajar.
Dikeluarkan dari PNS tak membuatnya patah hati, dan justru menggunakan kesempatan tersebut untuk membuka bimbingan belajar bersama dua orang temannya di Surabaya. Bimbingan tersebut mereka beri nama Airlangga Student Group (ASG) yang mampu menjadi bimbingan belajar terbesar untuk siswa SMP pada saat itu. Bimbingan belajar tersebut bahkan sempat memiliki beberapa cabang di kota-kota di Jawa Timur seperti di Mojokerto, Madiun, Kediri, Gersik, Jember dan Pamekasan.
Tahun 1990, Satria merasa jenuh dengan apa yang dikerjakannya dan melompat jauh ke pedalaman Kalimantan, mengajar di Bontang International School di Kalimantan Timur. Di sini dia mengajar Indonesian Studies pada siswa-siswa asing. Setelah enam tahun mengajar di sekolah internasional inilah Satria mulai menyadari betapa tertinggalnya kualitas pendidikan nasional kita dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh sekolah-sekolah internasional. Menyadari hal itu, dia bertekad untuk keluar dari sekolah internasional itu dan mendirikan sekolah sendiri.
Tahun 1996, keinginannya keluar dari Bontang International School terlaksana. Dia lalu mendirikan Yayasan Pendidikan Airlangga di Balikpapan. Dengan wadah yayasan ini, dia berhasil mendirikan beberapa lembaga pendidikan, di antaranya SMP Airlangga, SMK Airlangga, SMKTI Airlangga, Bimbingan Belajar Airlangga, Airlangga College, ASMI Airlangga, dan STMIK STIKOM Balikpapan di dua kota yaitu Balikpapan dan Samarinda. Tidak puas dengan apa yang dia lakukan di Kalimantan Timur, dia kemudian mengajak beberapa rekannya untuk mendirikan STIKOM Bali di Denpasar, yang sekarang berkembang dengan SMKTI dan juga sebuah sekolah tinggi di Bandung.
Guru Koq Jalan Terus, Kapan Mengajarnya? Satria yang hobi membaca ini memiliki obsesi agar masyarakat Indonesia mempunya budaya membaca melalui gerakan literasi. Untuk itu beliau bersedia menyediakan waktu, tenaga, dana dan ide-idenya untuk mengispirasi masyarakat agar memiliki budaya membaca. Di tahun 2009, bersama sahabat-sahabatnya, Satria mendirikan organisasi guru yang bernama Ikatan Guru Indonesia (IGI). Di organisasi yang memiliki moto “Sharing and Growing Together”, beliau didaulat menjadi Ketua Umum (berakhir 2015) dan saat ini menjadi salah satu pembinanya.
Satria tidak mungkin lagi mengajar murid-muridnya di satu sekolah. Satria sudah menjadi milik masyarakat, milik murid murid seluruh negeri. Lalu, kalau tidak mengajar darimana dana untuk membiayai blusukannya? apakah dibiayai pemerintah? buat Satria yang sejak muda telah bekerja keras dan cerdas, uang bukan masalah. Dia selalu membiayai sendiri perjalanannya. Makanya guru guru IGI mengatakan bahwa Satria adalah seorang guru yang sukses, sejahtera dan barokah.
foto credit by :http://airlangga.co
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar