Di luar sana (T.240)
Beberapa hari ini, si Toriq tidak masuk sekolah tanpa ada surat atau kabar dari WA di group, Pak Gilang selaku guru kelas 6 harus menulis absen dengan huruf A karena tidak ada keterangan. Satu kelas merasa cemas, takut-takut dia sakit lagi karena beberapa hari ini jarang masuk dengan alasan sakit.
Hari Senin, sebelum acara pelajaran, seperti biasanya mengadakan upacara bendera. Pak Gilang berada di depan barisan guru, dia mengawasi kelas 6 yang sedang bertugas sebagai petugas upacara. Mata Pak Gilang tertuju kepada satu siswa yang menjadi pemimpin barisan kelas 1 yaitu Toriq, dalam hati pak Gilang berkata: Alhamdulillah si Toriq nampaknya sehat wal afiat dan masuk sekolah lagi.
Di saat jam pelajaran berlangsung Pak Gilang meminta kepada Toriq untuk segera ke kantor. Segera Toriq meninggalkan bangkunya melangkah menuju kantor di iringi oleh Pak Gilang, Toriq duduk berhadapan dengan Pak Gilang.
"Nak boleh Pak guru bertanya, kenapa selama 4 hari tidak masuk sekolah? ada apa gerangan?" tanya Pak Gilang dengan nada lembut.
"Tidak apa-apa pak," wajah Toriq menunduk dengan lesu
"Ayo cerita sama Pak guru, apa yang terjadi?" sambung Pak Gilang bertanya
"Tidak apa-apa Pak, Sungguh!" Toriq tetap saja menunduk
"Kalau tidak apa-apa, kenapa Toriq tidak masuk sekolah? apakah karena sakit, atau tidak mempunyai seragam, apa Toriq bangunnya kesiangan di pondok? atau karena apa?" semakin penasaran Pak Gilang untuk mengorek keterangan Toriq.
"Anu pak! Sebenarnya saya malas mau sekolah makanya saya selalu ijin sakit agar pak guru tidak menulis A di buku absen" jawab Toriq terbata-bata
"Toriq, boleh pak guru menasehati Toriq agar Toriq rajin masuk?" Pinta Pak Gilang kepada Toriq dengan nada bicara seperti orang tuanya sendiri.
Toriq mengangguk perlahan
"Toriq, Coba bayangkan sekarang wajah bapaknya Toriq yang sedang berjuang mencari nafkah sebagai petani, berpanas-panasan di saat terik matahari, berhujan-hujanan ketika turun hujan, agar Toriq rajin belajar di sekolah dan di pondok juga ingin Toriq tidak kekurangan. kalau boleh tahu apa pekerjaan bapaknya Toriq?"
"Pedagang keliling pak" Jawab Toriq
"Pedagang apa?" Pak Gilang terus bertanya
"Alat rumah tangga" Toriq menjawab dengan jujur
"Subhanallah, Toriq tahu apa yang bapak Toriq lakukan hari ini disaat terik matahari melanda?"
Toriq menggelengkan kepalanya dan menunduk
"Toriq, bapak Toriq sekarang berteriak-teriak menjajakan dagangannya, sekali-kali tenggorokannya kering karena berteriak, agar dagangannya laku bahkan bapaknya Toriq di cemooh orang karena teriakannya membangunkan orang yang sedang istirahat. Terkadang perut kosong ditahan oleh bapaknya Toriq karena dagangannya belum laku, saat duduk untuk beristirahat diambilnya bekal dari rumahnya, yang ia bayangkan adalah wajah Toriq yang sedang bersekolah, satu suapan nasi, satu butir air mata menetes, tahu kenapa bapaknya Toriq menangis? karena dia ingin Toriq menjadi orang yang sukses tidak seperti dirinya seorang pedagang keliling" Pak Gilang menghela napas panjang sambil memandang Toriq yang hanya menunduk.
"Anakku Toriq, Toriq tidak masuk sekolah dengan alasan sakit padahal sehat, sementara bapak Toriq di luar sana sedang sakit namun dia berbohong kepada ibunya Toriq mengatakan sehat padahal bapaknya Toriq sakit karena menanggung tanggung jawab yang begitu besar untuk membiayai Toriq di Pondok dan bersekolah, Kasihilah bapakmu, doakan beliau supaya badannya diberikan kesehatan." Pak Gilang sesungguhnya mau menangis karena dia tahu siapa bapak Toriq sebenarnya, Bapaknya Toriq adalah sahabat waktu SMA.
Toriq mengusap hidungnya dan mengusap air matanya setelah mengetahui pekerjaan bapaknya yang sesungguhnya.
"Kenapa Toriq menangis?" Tanya Pak Gilang di sela-sela Toriq menangis sesunggukan.
"Maafkan Torik pak, maafkan Torik Pak guru, Toriq mengaku bersalah dan berdosa sama bapak," Toriq merangkul Pak Gilang dan menangis sejadi-jadinya. Suasana kantor begitu mengharukan, guru-guru yang berada dikantor meneteskan air mata karena berasa terharu dengan pengakuan Toriq yang selama ini berbohong.
Sampai hari ini si Toriq rajin belajar dan rajin masuk sekalipun dia sakit, dia tetap pergi ke Madrasah dengan berjalan kaki dari pondok pesantren.
=================================================================
Garahan, 13 Agustus 2024 / Selasa Pahing, 07 Safar 1446 H, 00.07 WIB
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Penuh hikmah Mas ustadz. Sukses selalu
Alhamdulillah, amin Allahumma Amin
Ah, ikut terharu. Makasih ceritanya, Pak
Hehehe iya bund terima kasih atas perhatiannya
Tulisan yang inspiratif, sehat dan sukses selalu
Terima kasih Bunda
Keren banget. Sukses selalu untuk Bapak
Terima kasih Opa apresiasinya
Tulisan penuh pelajaran untuk anak.
Enggi bund, genikah realita di Madrasah saya
Alhamdulillah.. Toriq sadar.
Hehehe iya bund
MasyaAllah keren .Pak. lanjut.
Terima kasih bunda atas apresiasinya
Bagus sekali alur cerita nya pak Jumari, runtut dan mudah di fahami maksud nya. Kreatif sekali
Alhamdulillah itu narasi pak, dan cerita ini fakta yang ada di madrasah saya
seep kisahnya, Bapak. Salam sukses.
Terima kasih atas apresiasinya bunda syantik
Luar biasa ceritanya, Pak. Salam sukses selalu!
Terima kasih bunda atas apresiasinya
Cerita yang inspiratif. Keren
Terima kasih bunda atas apresiasinya
Mantap...
Terima kasih cak