Junaedah

Di tahun 90-an, semasa gadis, aku pernah menjadi atlet voli tahunan. Manggung setiap acara tujuh belasan, bersama teman-teman. Bertanding di tingkat kecamatan. Setiap awal bulan Agustus, kami mulai persiapan. Berlatih setiap sore setelah asar, hingga waktu pertandingan digelar. Setelah itu, bubar.

Latihan keras, ternyata tidak membuat kami menjadi pemain handal. Alih-alih teknik bermain meningkat, yang ada malah sekujur badan menjadi sakit. Pergelangan tangan yang lama tak bertemu bola menjadi bengkak. Hasilnya, bisa ditebak. Tim kami, hanya menjadi penggenap, di antara para peserta dari setiap desa. Paling bagus, hanya sampai semifinal. Padahal, lawannya ibu-ibu PKK.

Semua yang serba mendadak, ternyata tak dapat memberikan hasil maksimal. Untuk menjadi handal, perlu latihan berkala. Seorang atlet profesional, bisa meraih medali emas olimpiade, tidak menjadi hebat begitu saja secara mendadak. Dia memerlukan latihan khusus sepanjang tahun. Bukan musiman, hanya berlatih menjelang pertandingan.

Pemanasan dan latihan, juga berlaku dalam hal ibadah. Tiga hari ke depan, kita akan bertemu Ramadhan. Bulan mulia yang penuh barakah. Ketika para pemimpin setan dibelenggu. Pintu ampunan dibuka seluas-luasnya. Sedang pahala untuk setiap amal salih dilipatgandakan. Juga terselip malam kemuliaan, yang lebih baik dari seribu bulan.

Kita semua, mengharapkan, bisa meraih kemuliaan tersebut. Namun, kita sering lupa, hal-hal istimewa membutuhkan persiapan yang istimewa pula.

Sebelum melakukan kegiatan olahraga, kita perlu pemanasan. Sebelum bertanding, kita perlu latihan terstruktur. Demikian juga, ketika kita menghendaki pahala berlipat ganda di bulan Ramadhan. Kita harus membiasakan diri dengan amal-amal salih pada bulan-bulan sebelumnya.

Setidaknya, kita harus terbiasa tilawah Al-Qur'an setiap hari, untuk bisa khatam Al-Qur'an berkali-kali. Tidak mungkin kita bisa mengkhatamkan satu-dua juz perhari, apabila sebelumnya bahkan selembar sehari pun kita jarang membacanya.

Bisa dibayangkan, saat energi full saja kita malas membaca Al-Qur'an, apalagi saat puasa. Lemas dan mengantuk, akan mudah dijadikan alasan. Akhirnya memilih tidur seharian. Lalu kapan bisa meraih hikmahnya?

Salat tarawih delapan hingga dua puluh rakaat, akan sulit dilaksanakan, jika kita tak terbiasa berdiri untuk salat sunah sebelumnya. Bisa kita bayangkan, saat perut kekenyangan, harus berdiri untuk salat hingga puluhan rakaat, tentu akan terasa berat. Akhirnya memilih pura-pura terlambat. Bagaimana kita mampu memperoleh barakahnya?

Pun dengan amalan-amalan yang lain, hanya dapat dilakukan secara maksimal oleh orang-orang yang telah terbiasa latihan. Mendisiplinkan diri selama sebelas bulan.

Allah SWT Yang Maha Penyayang, memberi kita kesempatan, pada dua bulan sebelumnya. Dua bulan yang termasuk dalam empat bulan haram. Rajab dan Sya'ban. Bulan-bulan yang ibadah di dalamnya memiliki banyak keutamaan. Sebagai pemanasan menuju Ramadhan. Latihan, untuk pertandingan yang sebenarnya. Agar dapat meraih kemenangan, berupa berkah dan ampunan.

Tiga hari tersisa, jangan sampai sia-sia. Semoga kita bertemu, dengan Ramadhan yang muia. "Allahumma baarik lana fi rajaba wa sya'bana wa ballighna ramadan."

Cikulur, 21 April 2020