Junaedah

Mom, Teacher, Writer...

Selengkapnya
Navigasi Web

TERPASUNG KATA

Junaedah

Part 84 Memasuki awal bulan Juli, mentari masih menampakkan kegarangannya. Dahsyat menyengat setiap pemukaan yang berpapasan dengan sinarnya. Padahal, posisinya mulai tumbang ke arah barat. Lewat pukul dua siang itu. Cuaca panas, tidak menghalangi kegiatan perkuliahan. Indah duduk di tempat favoritnya. Baris paling depan sebelah kiri, persis di dekat jendela. Menikmati sepoi angin, yang sesekali menghembus lewat celahnya. Mengirimkan kesejukan untuk menukar kegerahan. Perkuliahan jam pertama, hampir berakhir, ketika terdengar ucapan salam dari arah pintu. Disusul masuknya sosok Fauzi setelah mengangguk kepada dosen dan mendapat izin. Kelas mendadak riuh. Rani bahkan berteriak histeris. Layaknya seorang fans bertemu bintang pujaannya. Fauzi memang dikangeni oleh semua. Kemunculannya setelah dua bulan lebih tanpa kabar, membuat teman-temannya heboh. Kecuali Indah. Mendadak, tubuhnya menggigil. Meski cuaca di luar sama sekali tak berubah. Panas tetap masih menyengat. Degup di dadanya menjadi tak beraturan. Mulutnya membisu. Tak mengeluarkan suara barang satu kata. Sesaat Fauzi mengedarkan pandang. Membagi senyum ke seluruh ruangan. Sempat bersitatap sekejap dengan Indah. Mengangguk kecil, lalu duduk. Di kursi baris belakang. Indah merasa kejang. Seluruh tubuhnya kaku. Dia kehilangan suara. Bahkan, pendengarannya pun kabur. Dia tak lagi bisa menyimak dengan baik, setelah dosen melanjutkan paparannya. Sungguh, bukan karena benci, jika dia tak menghendaki kehadiran Fauzi. Dia hanya tidak tahu, apa yang harus dilakukannya, agar tetap terlihat normal di mata teman-temannya. Hingga perkuliahan kedua berakhir, Indah mengikuti hanya seperempat hati. Tiga perempatnya lagi, kabur entah kemana. Tak ada satu pertanyaan ataupun jawaban dikemukakannya saat diskusi kelas berlangsung. Begitu dosen meninggalkan kelas, Indah yang paling dahulu mengikutinya keluar. Sementara teman-temannya mengerubungi Fauzi, bertanya ini itu. Indah menyelinap keluar. Langsung menuju halte. Sayang, angkot yang ditunggu-tunggu tak juga segera muncul. Indah gelisah. Resahnya memuncak, ketika Fauzi bersama sepeda motornya mendekat. "Bisa kita bicara, Ndah?" Tanyanya begitu sampai. "Kurasa sudah tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Bang." Indah menjawab tanpa menoleh sedikit pun. "Aku harus jelaskan sesuatu," lanjut Fauzi. "Semua sudah jelas, Bang. Aku ikhlas." Indah beranjak menjauhi Fauzi. "Kumohon, sebentar saja, Ndah." Fauzi mengikuti. Suara klakson dua kali terdengar nyaring. Disusul sebuah mobil berhenti. Indah menoleh, ternyata Acong. Dia segera menghampiri, meminta dibukakan pintu. Setelahnya, dengan cepat ia naik, tanpa dipersilakan terlebih dahulu. Padahal, mobil yang dikemudikan Acong, berlawanan dengan arah ke terminal. "Kebetulan, ada kamu, Cong. Aku numpang, ya. Kamu mau kemana?" Ujar Indah setelah duduk dengan tenang. "Mau ke toko onderdil. Ada mobil masuk bengkel. Perlu ganti spare part baru. Kebetulan, yang dibutuhkan sedang kosong. Kamu sendiri, mau kemana?" "Sebenarnya, aku mau pulang, sih. Tapi, gak apa deh. Nanti aku turun di rumah yatim yang deket lampu merah aja." "Yang tadi itu siapa, sih? Kulihat, kayaknya, kamu terganggu sekali. Makanya aku berhenti." "Ah, nggak juga. Aku cuma sedang gak mau bahas apa-apa sama dia." Cikulur, 12 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus indah teguh pada harga diri.

12 Apr
Balas



search

New Post