Mr Jun

Lahir di Kota Bulukumba,(1992) Sulawesi Selatan. Akrab di panggil dengan sebutan Mr Jun. Bergabung di Media guru lewat pelatihan sagusabu Ang Ke-2 di Makassar S...

Selengkapnya
Navigasi Web

Pendidikan di Bawah Bayang-Bayang Pandemi Covid-19

Pendidikan di Bawah Bayang Bayang Pandemi Covid 19

--------------------------------------------

Disadur dari penjelasan Ahmad Said, Direktur Institut Konjologi. Pemerhati pendidikan ini secara spesifik mengkritisi keadaan pendidikan saat pandemi Corona. Acara ini diselenggarakan oleh Radio Cempaka Asri (RCA) 102.5 FM dan Rumah Belajar Bersama (RBB), dilaksanakan di Perpustakaan RBB pada Selasa, 23 Juni 2020 dan live di Radio RCA dan Facebook RBB dan RCA.

--------------------------------------------

Sejak ditetapkannya negeri kita ini dalam situasi pandemi, hampir seluruh lini kehidupan melambat, tidak berhenti. Terutama sektor yang menjadi ranah pemerintah. Adapun dengan adanya acara malam ini , itu mengajarkan kita satu hal yaitu kehidupan itu tidak boleh berhenti.

Bencana maha dahsyat Tsunami Aceh pada Desember 2004, menyadarkan bahwa negara kita ini rentan bencana. Secara geologis juga, Indonesia terletak di ring of fire (cincin api) yang memiliki banyak gunung berapi. Sebagai negara yang rawan bencana, sudah selayaknya kita memiliki kesiap kesiagaan dalam menghadapinya. Pemerintah kemudian berinisiatif membentuk BNPB (Badan Nasional Penaggulangan Bencana) pada 2008. Dan di BNPB, ada program Pengurangan Resiko Bencana. dalam protap (Prosedur Tetap) BNPB, salah satu pointnya adalah pendidikan dalam kondisi darurat; bahkan skala bencana mematikan sekalipun. Artinya meskipun dalam situasi porak-poranda, kita harus berkomitmen menyelenggarakan pendidikan.

Hanya saja, respon pemerintah daerah sangat kurang terhadap program ini. Kenapa? Ini soal mindset (cara pandang). Mereka bilang, kan belum terjadi bencana. Ya, bukan bencana kalau kita tahu akan terjadi. Justru karena kita tidak tahu, kita butuh kesiap-siagaan. Pada pandemi ini, kita takut. Itulah bencana terbesar. Dari ketakutan itu, dihentikan seluruh aktifitas. Dan dampak yang paling parah terjadi pada sektor pendidikan. Saat ini, selama 4 bulan anak anak tidak bersekolah. Sementara kebanyakan atau mungkin 50 % orang tua tidak siap mengambil alih peran guru, tidak siap menambah jam kerja dan metode untuk mengajar anak anaknya. Kita pun menganggap kwalitas pendidikan kita termasuk rendah di dunia. Dalam situasi yang terus seperti ini, kita bisa membayangkan dampak semakin merosotnya pendidikan ke depan.

Untuk itu, apa yang kita butuhkan? Pemerintah semestinya memiliki terobosan, tidak passif. Kita bergembira dengan terbitnya Keppres (Keputusan Presiden) dan Permen (Peraturan Menteri) tetapi kita juga harus ingat, ini adalah era otonomi daerah. Pemerintah pusat cukup memberi arahan pelaksaanaan pendidikan dalam situasi darurat. Adapun mengenai cara menjalankannya, itu kembali ke pemerintah daerah. Kalau kita hanya main surat-meyurat, hampir pasti instruksi itu tidak berjalan.

Maka benarlah apa yang tadi dikatakan Andi Talbi dari orang tua pelajar bahwa kalau jadi guru itu harus punya komitmen pendidikan sebagaimana Rumah Belajar berfungsi (Red-Penjelasan Pak Talbi sebelumnya adalah Rumah Belajar tetap menerima anaknya meskipun harus seorang diri belajar di kelas). Beliau memilih sebuah lembaga karena mengamati lebih dahulu, menemukan nilai-nilai yang unggul, kemudian memutuskan untuk mengantar anaknya ke Rumah Belajar. Kalau 30 persen orang tua teliti seperti dirinya, pendidikan kita mungkin akan menjadi salah satu terbaik di Asia.

Dan apa yang dilakukan Rumah Belajar ini adalah membangkitkan harapan kita semua di tengah kepungan isu pandemi. Kita menunaikan janji kemerdekaan, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tidak menghentikan kegiatan pendidikan hanya karena di bawah bayang-bayang ketakutan. Di sinilah kita perlu memberi apresiasi pada Rumah Belajar yang memprakarsai pendidikan keswadayaan untuk memberi kwalitas terbaik pada peserta didik. Kami mengamati, Rumah Belajar ini mengisi ruang kosong. Ruang kosong itu apa? Peningkatan mutu. Ada proses follow up setelah dari sekolah. Di sini ilmu di follow up dengan Metode 40 dan metode lainnnya dengan suasana belajar sambil bermain dan guna menigkatkan kwalitas anak didik. Biaya belajarnya pun sangat murah untuk sebuah kwalitas dunia.

Bila kita memperhatikan masyarakat di kota, belajar secara daring (belajar online, pakai internet) itu berjalan tapi tidak dapat terlaksana di pedesaan. Orang tuanya tidak mau ambil pusing. Yang mereka tanyakan, kapan anak anak sekolah karena mereka sudah jenuh. Nah, Kita sesungguhnya menuntut tanggung jawab lebih dari para tenaga pendidik itu untuk berperan tanpa surat edaran dan tanpa surat perintah.

Kami menuntut peran Dinas Pendidikan Bulukumba untuk mengambil langkah kongkrit agar seluruh guru mengajar kembali. Kami baru menemukan di desa kami (Baca: Desa Borong di Kec. Herlang) bahwa baru satu guru yang mengajar. Kami belum melihat guru guru SD (Sekolah Dasar) lainnya mendatangi rumah rumah untuk mengajar. Selain itu, perlu diketahui juga bahwa tidak semua sekolah di kampung mempunyai siswa yang banyak. Satu kelas itu sekitar 20 orang. Ada juga yang cuma 3 atau 5 orang dalam satu kelas. Apa yang mau ditakuti? Semestinya Dinas Pendidikan membuat gugus untuk mengawal kebijakan pemerintah pusat untuk memastikan bahwa proses belajar yang datang langsung rumah rumah terjadi. Kita punya banyak pengawas dan anggarannya juga kan banyak. Kami sudah ngeri (baca: prihatin) melihat masalah ini. Apa yang terjadi ke depan? Tentu kita berharap bahwa ini ada hikmahnya tetapi secara ‘syariat’ proses belajar itu berhenti. Tidak perlu apologi dengan mengatakan kami sudah bekerja karena telah ada surat edaran. Kita sudah tahu lah mental kita ini sebagai bangsa kayak apa. Tidak dalam kondisi pandami saja, bisa cari alasan, apalagi kalau ada alasan Covid-19.

Terkait dengan peran Rumah Belajar yang untuk berkonstribusi pada pengembangan sumber daya manusia di pariwisata, contoh yang menarik adalah kolabarasi. Dulu kami diskusikan bagaimana mendesain pariwisata berbasis kerakyatan. Selama ini pariwisata dinikmati oleh kelas menengah ke atas saja seperti pemilik hotel dan lainnya. Sementara orang yang tinggal di dekat pariwisata itu dapat apa? Mungkin dapat sampah. Jawabannya adalah mengintegrasikan masyarakat untuk terlibat di proses pariwisata. Apa jembatannya? Oh, kendalanya selama ini adalah bahasa. Maka dirancanglah English for Tourism (Bahasa Inggris untuk Pariwisata). Alhamdulillah, kita punya Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) yang responsif dengan gagasan baik. Kita butuh banyak pejabat yang mampu membaca potensi kemajuan sehingga tupoksinya berjalan dan berberdampak pada masyarakat. Nah, itu terjadi antara Dispar dan Rumah Belajar. Seperti yang dikatakan B. J. Habibie bahwa pendidikan itu harus ada link and match (sesuai dengan kebutuhan kerja). Ini adalah investasi sosial yang efek dan hasilnya luar biasa.

Penutup.

Pertama untuk Dinas Pendidikan, kita tidak henti-hentinya memotivasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, bagaimana membangun kerjasama terhadap seluruh masyarakat yang memiliki prakarsa dan inovasi dalam penigkatan mutu pendidikan. Ketiga, untuk sektor pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata sudah berada pada track (jalur) yang benar. Kadis Dispar sudah sangat professional dan tahu merancang program sesuai dengan kebutuhan. Pada periode kepemimpinan A. Sukri ini, beliau adalah Kadis yang memberikan nilai plus (tambah) bila ada yang mau mengukur kinerjanya. Ini hanya membutuhkan dukungan Dinas lainnya karena pekerjaan Dispar itu sebenarnya lintas sektoral.

Terakhir, begitulah kalau kita berdialektika. Selalu ada diskusi yang kadang kadang keras tetapi itu adalah vitamin buat kita semua. Namanya obat itu rata-rata pahit. Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan di hati pemirsa.

Zulkarnain Patwa

Penyadur dan Staf Pengajar Rumah Belajar Bersama

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post