Kehidupan anak mondok memang nano-nano rasanya. Mulai dari senang, susah, suka, maupun duka kerap menghampiri. Jauh sebelum subuh datang, aku harus sudah siap. Ya, menyiapkan diri untuk hadir di musalla sebelum azan berkumandang. Mata sangat berat untuk diajak melihat alam sekitar, saat terdengar grasa grusu selimut dari teman-teman sekamar mata wajib segera dibuka. Kalau tidak, sanksi berat yang harus diterima.

Dengan bermalas-malasan menuju kamar mandi. Aku melihat antrian panjang, aku berada pada urutan terakhir. Inilah yang sering terjadi dengan diriku, aku hampir setiap pagi kena sanksi dari ustad karena terlambat masuk musalla. Seperti biasa, karena antrian terlalu panjang, aku memutuskan duduk di pojok ruangan. Kain sarung yang selalu setia menemani aku tarik sampai ke kepala.

Sekarang aku bebas, aku akan ke sawah menikmati pemandangan indah di sana. Rasa penat selama mondok ingin ku hempas. Setidaknya aku tidak harus terikat dengan segudang hafalan yang mesti ku selesaikan. Ya aku akan berlari dan melompat sesuka hatiku, tanpa ada yang mengatur harus begini dan begitu. Aku lelah dengan peraturan itu. Aku akan terbang bebas layaknya burung di sana. Ketika aku asyik memandang burung yang berterbangan, aku mendengar suara gemuruh yang sangat dasyat, “hoiiii, bangun mandi, nanti kena sanksi lagi, gak kapok-kapok sih kamu”, teriak Ali yang membuatku terperanjat dari angan yang hanya singgah sebentar.

BNA, 20 Juli 2020