Syaiful Rahman

Syaiful Rahman dapat dihubungi melalui [email protected] atau 081915522463....

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMBIARKAN YANG DI LUAR KENDALI

MEMBIARKAN YANG DI LUAR KENDALI

Dalam kehidupan ini banyak hal yang ada di luar kendali kita. Namun, karena obsesi atau tidak sadar, kita menjadi pusing dan stres memikirkan hal-hal di luar kendali itu. Bahkan kita menjadi lupa untuk mengoptimalkan hal-hal yang berada dalam kendali kita.

Dalam buku Filsafat Teras dijelaskan beberapa hal yang ada dan tidak ada dalam kendali kita. Yang ada dalam kendali kita misalnya persepsi kita terhadap sesuatu dan upaya kita untuk mencapai sesuatu.

Sesuatu yang ada di luar kendali kita antara lain persepsi orang lain terhadap kita, peristiwa di luar diri kita, dan hasil akhir dari usaha kita. Semua itu tidak sepenuhnya bisa kita kendalikan.

Sayangnya, banyak dari kita yang pusing dan stres hanya karena memikirkan hal-hal di luar kendali itu. Misalnya, kita menjadi pusing, stres, dan minder hanya karena ada orang yang mengatakan bahwa tulisan kita jelek, kita bodoh, kita miskin, kita menyebalkan, dan hal-hal negatif lain.

Padahal kita tahu bahwa itu hanya persepsi orang lain terhadap kita. Kita juga tahu bahwa kita mustahil bisa menyenangkan semua orang. Mustahil kita menuntut semua orang untuk memuji kita. Itu di luar kendali kita.

Kita juga tahu bahwa persepsi orang lain terhadap kita tidak akan membuat kita tiba-tiba mati. Misalnya, hanya karena ada orang yang menganggap kita bodoh, tiba-tiba secara otomatis kita menjadi bodoh beneran. Ya, nggaklah.

Contoh lain adalah persepsi orang lain bahwa kita miskin hanya karena kita belum punya mobil. Padahal tolok ukur yang orang lain pakai untuk mengukur kita adalah ukuran mereka. Sementara tolok ukur kita berbeda dengan mereka yang membuat persepsi kepada kita.

Mungkin bagi orang lain tolok ukur kaya adalah memiliki mobil. Sementara tolok ukur kaya bagi kita adalah sehat dan memiliki keluarga yang harmonis, tidak alergi terhadap makanan apa pun, tidak punya utang atau cicilan, dan lain-lain.

Akibat terjebak oleh persepsi orang lain terhadap kita inilah yang terkadang membuat kita lupa bersyukur. Hidup kita selalu dirundung rasa kurang dan rendah diri. Rasanya kita menjadi sulit sekali untuk bisa hidup bahagia.

Belakangan ini yang semakin lucu adalah banyak orang yang bertengkar hanya karena sesuatu yang tidak bisa dikendalikan. Misalnya, berita-berita tentang politisi, pilihan politik yang berbeda, dan pro-kontro kebijakan pemerintah. Hanya persoalan ini, banyak orang berdebat sengit dengan temannya bahkan hingga menimbulkan permusuhan. Padahal para politisi itu biasa saja, makan enak di restoran, dan tidur nyenyak di rumah mewah.

Lantas bagaimana seharusnya? Menurut saya, sebagaimana dijelaskan dalam Filsafat Teras, fokuslah pada apa yang bisa dikendalikan. Kita kendalikan persepsi kita agar tidak termakan oleh hal-hal yang tidak penting. Kalau ada orang yang menjelekkan kita, munculkan saja persepsi positif: mungkin itu bentuk perhatian mereka kepada kita.

Sebaik apa pun diri kita, pasti ada yang tidak suka kepada kita. Itu biasa. Jangankan kita yang hanya manusia biasa. Nabi Muhammad yang sudah luar biasa saja masih tidak disukai oleh banyak orang. Bahkan mau dibunuh oleh pamannya sendiri. Apalagi kita. So, keep calm.

Sumenep, 9 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mas Redaktur selalu menginspirasi. Makasih ya

09 Dec
Balas



search

New Post