Saya masih ingat, beberapa waktu lalu, ada polemik seputar kesalahan pengucapan tempat kelahiran Bung Karno oleh Presiden Jokowi. Keseleo pengucapan itu menuai kritik yang amat pedas dan olok-olok pada dirinya.

Sebagai seorang guru yang pernah mengajar pelajaran sejarah di sekolah. Saya kira, kesalahan pengucapan tempat lahir Sukarno di Blitar tidak terlalu fatal dan terlalu urgen untuk diperdebatkan. Karena sumber yang menyatakan Bung Karno lahir di Blitar juga ada, lagi pula pihak istana ketika itu sudah mengakui kesalahan dan menjelaskan hal ini.

Tapi, karena selama ini pembelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah ada yang kurang tepat, kebanyakan berorientasi i pada menghapal kronika atau tempat peristiwa. Maka mind set kita fokus pada tempat dan tanggal peristiwa itu terjadi. Karenanya ketika ada kesalahan tanggal atau tempat, lalu kita sering menganggapnya sebuah kesalahan teramat fatal dan sulit untuk dimaafkan.

Sebenarnya, substansi belajar sejarah atau diri para tokoh adalah bagaimana kita mampu menggali edukasi dari diri sang tokoh, bagaimana ideologi yang dianutnya, kekuatan dan kelemahan serta pilihan hidup yang diemban sang tokoh. Bukan belajar dimana, kapan peristiwa sejarah itu terjadi.

Masih adanya persepsi seperti ini, sehingga menyebabkan sampai hari ini pelajaran sejarah tidak membuat para siswa tertarik dan merasa bosan dengan ketika belajar sejarah, karena mereka menganggap penuh dengan hapalan.]