Kas Pani

Ternyata waktu begitu cepat berlalu, lari bagaikan kilat. Kalau dari dulu aku tahu seperti itu, tentu tiada kesia-siaan dilakukan. Kas Pani, pengawas sekolah SM...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ubek Tasapo

Ubek Tasapo

Dalam keadaan tertatih, ia geser kakinya sangat pelan, lalu melangkah sambil bertopang pada dinding tembok yang catnya mulai kusam. Katanya ingin ke kamar mandi, berwudhuk. Benar, suara muazin dari toa masjid sudah menggema, azan juhur akan dimulai.

" Dibantu, ya, " aku menawarkan diri karena tak tega melihatnya meraba dinding menahan keseimbangan.

Aku lihat ia masih sempat senyum. Senyum seperti awan mengandung hujan. Jelas tergambar dari kerut keningnya menahan sakit, tak bisa didustai.

" Biar saja, aku berlatih agar tubuhku normal kembali, " ujarnya lirih dengan tetap senyum.

Aku cuma bisa terdiam, terpaku tanpa gerak mendengar jawaban Eti, istriku. Aku biarkan ia melanjutkan langkahnya sambil menatapnya sedih.

Eti, tiba-tiba saja shubuh itu badannya sulit bergerak. Bergeser saja rasanya tak mampu.

" Allah, " ia mengucap nama tuhan, meringis menahan sakit saat ia mencoba membalikkan badannya.

Aku yang mau siap-siap ke masjid terkejut melihat kondisi Eti. Cepat ku dekati ia, sambil menanyakan mana yang sakit.

" Nih, sulit digerakkan," sambil mengarahkan tangannya ke pinggang. Aku coba meraba pinggang yang sakit itu.

" Aduh, " ia meringis sambil menepis tanganku agar tidak memijatnya. Aku pun menghentikan pijatan itu.

Mungkin saraf kejepit Eti kambuh lagi, gumamku di hati. Enam bulan ia derita sakit itu.

Tapi, satu bulan terakhir mulai mending, rasa perih dan nyeri sudah berkurang. Aku pun mulai lega dan gembira.

Namun, pagi itu aku terkejut, sakitnya hadir kembali.

Dengan tergesa aku memanggil anakku Heikal, yang juga siap-siap ingin shalat.

" Cepat, nak. Sehabis shalat, ambil sepotong kunyit, antar ke Mak Alem untuk dirajahnya, " pesanku pada Heikal.

Mak Alem adalah pamanku yang tinggalnya tidak jauh dari rumah. Dialah selama ini sebagai penolong pertama jika anak-anakku demam. Melalui sepotong kunyit yang dibolak-balik berisi doa-doa, rajah, dapat diketahui apakah si sakit terkena roh atau tidak. Biasanya di tempatku orang menyebutnya " ubek tasapo ".

" Ubek tasapo " terdiri dari dua bilah kunyit ditaburi kapur sirih lalu dioleskan di kening, tangan, dan kaki kanan serta kiri.

Aku dan Heikal menunggu sejenak reaksi kunyit itu. Biasanya kalau memang "tasapo" akan terjadi perubahan ditubuh si sakit. Sambil menyandarkan kepala ke pintu lemari, aku terus menatap Eti. Ia mencoba senyum untuk menyenangkan hatiku.

" Alhamdulillah, sudah mending, " ucap Eti bersyukur sambil menggerakkan tubuhnya.

Matahari di luar rumah tegak lurus di ubun-ubun. Hari sudah terlalu siang. Aku lihat Eti mencoba berdiri. Aku berniat ingin membantunya. Namun, tangan Eti lebih dahulu terangkat sebagai penanda agar aku membiarkannya.

" Biar aku berjalan sendiri, sebagai latihan, " ujarnya pelan.]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren kisahnya pak.. Ternyata ubek tasapo itu budaya lokal yang ditempat saya sampai sekarang maaih dipertahankan. Sukses selalu

07 Nov
Balas

Iyo, Pak. Terima kasih.

07 Nov
Balas



search

New Post